Pantang Menyerah Kubu Moeldoko Melawan Demokrat AHY

Putusan PTUN menjadi kekalahan keenam kubu Moeldoko dari kubu AHY.

ANTARA FOTO/Endi Ahmad
Moeldoko (tengah) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar

Baca Juga

"Kita tunggu langkah-langkah strategis dan taktis berikutnya yang akan diambil oleh Partai Demokrat KLB Deli Serdang."

Kalimat itu menjadi pernyataan kesekian kalinya dari juru bicara Partai Demokrat yang diketuai oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, Muhammad Rahmad menanggapi kekalahan pihaknya atas gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

PTUN diketahui menolak permohonan gugatan yang diajukan oleh mantan kader Partai Demokrat Jhoni Allen Marbun kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly. Penolakan itu tertuang di laman resmi Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 150/G/2021/PTUN-JKT.

Meski begitu, Rahmad mengeklaim bahwa, putusan tersebut belum memiliki kekuatan hukum karena bersifat niet ontvankelijke verklaard atau N.O. Menurutnya, N.O adalah objek gugatan dipandang memiliki cacat formil yang dipandang melekat pada gugatan, sehingga gugatan tersebut tidak dapat diterima.

Masih ada dua langkah hukum yang dapat dilakukan Partai Demokrat yang diketuai oleh KSP Moeldoko. Pertama, memperbaiki pokok gugatan dan mendaftarkannya kembali ke PTUN Jakarta dan kedua adalah melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

Kendati demikian, Partai Demokrat KLB Deli Serdang tetap menghormati dan menghargai keputusan PTUN Jakarta. Bagi pihaknya, putusan tersebut hanyalah etape pertama dari kemenangannya.

Moeldoko yang merupakan ketua umum Partai Demokrat KLB Deli Serdang, kata Rahmad, juga menerima putusan tersebut. Sikap tersebut merupakan tanda bahwa dirinya tak menyalahgunakan kekuasaannya dalam proses hukum yang berjalan.

"Pak Moeldoko sebagai warga negara yang baik, sebagai tokoh nasional yang taat asas, sebagai ketua umum partai yang mengedepankan penegakkan hukum, akan terus menjunjung tinggi supremasi hukum dalam koridor demokratisasi," ujar Rahmad.

Putusan pada 23 November 2021 itu menjadi kekalahan keenam kubu Moeldoko yang menempuh jalur hukum demi memperoleh legalitas hasil KLB Deli Serdang. Sebelum putusan tersebut, kuasa hukum sekaliber mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra juga tak bisa memenangkan gugatan mereka di Majelis Agung (MA).

Pada 10 November 2021, disebutkan bahwa MA tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan. Sebab, AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

AD/ART partai politik bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal partai politik yang bersangkutan. Selanjutnya, partai politik bukanlah lembaga negara, badan, atau lembaga yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang. Tidak ada delegasi dari undang-undang yang memerintahkan partai politik untuk membentuk peraturan perundang-undangan.

Adapun kekalahan pertama kubu Moeldoko terjadi pada 31 Maret 2021. Saat itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly tidak mengesahkan hasil KLB Deli Serdang dan menegaskan bahwa ketua umum Partai Demokrat yang sah adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Selanjutnya pada 4 Mei 2021, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak gugatan yang diajukan oleh Jhoni Allen Marbun terhadap Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait pemecatan dirinya dari partai. PN Jakarta Pusat kembali menolak gugatan yang dilayangkan mantan Ketua DPC Partai Demokrat Halmahera Utara (Halut) Yulius Dagilaha terhadap AHY pada 17 Mei 2021.

Pada 18 Oktober 2021, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan Jhoni Allen terhadap AHY. Tertuang di laman resmi MA, dengan nomor Nomor 547/PDT/2021/PT DKI.

Kubu AHY hanya mengalami sekali kekalahan pada 12 Agustus 2021. Saat itu, PN Jakarta Pusat tidak menerima gugatan yang diajukan oleh dua pengurus DPP Partai Demokrat terhadap 12 anggota KLB Deli Serdang terkait dugaan perbuatan melawan hukum.

para pembelot demokrat - (Infografis Republika.co.id)

Menanggapi kemenangannya keenam, kuasa hukum Partai Demokrat Hamdan Zoelva mengatakan, bahwa Majelis Hakim PTUN yang telah menunjukkan integritas, bersikap obyektif, dan adil dengan menolak gugatan kubu Moeldoko. Pasalnya, PTUN tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara ini.

Di samping itu, putusan PTUN mengkonfirmasi bahwa keputusan Yasonna yang menolak pengesahan hasil KLB Deli Serdang sudah tepat secara hukum. Sekaligus membenarkan bahwa Partai Demokrat yang sah dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Selanjutnya, pihaknya masih akan berkonstentrasi pada gugatan pihak Partai Demokrat yang diketuai oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang menuntut pembatalan dua SK Menkumham terkait hasil Kongres V Partai Demokrat 2020. Gugatan ini tercatat dengan nomor perkara 154/G/2021/PTUN-JKT di PTUN Jakarta.

"Kami berharap putusan PTUN ini, dan sebelumnya penolakan Mahkamah Agung atas uji materiil anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Partai Demokrat, bisa menjadi rujukan bagi Majelis Hakim untuk memutuskan perkara Nomor 154 yang tengah melaju dalam proses hukum serupa di PTUN Jakarta," ujar Hamdan.

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan bahwa partai politik adalah kepanjangan suara dari rakyat. Maka dari itu, upaya pengambilalihan partai secara ilegal oleh Kepala KSP Moeldoko merupakan tindakan melawan rakyat.

"Jika upaya pengambilalihan partai politik ini dilakukan lagi, maka yang melawan adalah rakyat, bukan hanya sekedar partai politik," ujar AHY dari Amerika Serikat, Rabu (24/11).

"Mengganggu rumah tangga, sekaligus berupaya untuk mengambil alih partai politik secara inkonstitusional adalah sama saja dengan mengganggu rakyat itu sendiri," sambungnya.

Sejumlah putusan hukum yang menolak gugatan kubu Moeldoko disebutnya sebagai kemenangan rakyat Indonesia. Artinya, hukum akan selalu tegak meski yang dilawan adalah orang yang notabenenya memiliki kekuasaan di pemerintahan.

"Keputusan hukum ini adalah kemenangan bagi rakyat Indonesia, karena keputusan itu tetap melindungi hak-hak politik rakyat yang berusaha dirampas oleh KSP Moeldoko melalui upaya-upaya politik dan upaya-upaya hukum," ujar AHY.

Sebelumnya, pengamat politik dari UNJ, Ubedilah Badrun menilai apa yang dilakukan oleh Moeldoko bukan tidak mungkin merugikan citra pemerintahan Jokowi. "Presiden biasanya ingin dikenang baik setelah usai menjabat. Ditengah terus menurunnya citra Jokowi, sayangnya langkah-langkah yang diambil KSP Moeldoko lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan Presiden Jokowi dalam menyiapkan legacy pemerintahannya," katanya, Rabu (17/11).

Menurutnya, bukan cuma terkait kepengurusan Partai Demokrat saja, Moeldoko juga beberapa kali menjadi perhatian masyarakat. Salah satunya terkait perseteruan dengan ICW. Dalam konteks ini, manuver-manuver Moeldoko saya cermati lebih menjadi beban (liabilities) ketimbang aset bagi Jokowi dan pemerintahannya," ujarnya.

 

Kisruh Partai Demokrat. - (Republika)

 
Berita Terpopuler