Eropa Butuh Vaksin Booster Agar Selamat dari Natal Kelabu

Sejumlah negara di Eropa hadapi lonjakan kasus Covid-19 menjelang liburan Natal

AP/Michael Probst
Stan dan komidi putar disiapkan untuk pembukaan pasar Natal tradisional Senin depan di Frankfurt, Jerman, Kamis, 18 November 2021. Infeksi COVID-19 di Jerman mencapai rekor tertinggi baru pada Kamis. Sejumlah negara di Eropa hadapi lonjakan kasus Covid-19 menjelang liburan Natal.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Memasuki musim dingin jumlah kasus Covid-19 mengalami peningkatan di benua Eropa. Hal ini memicu kekhawatiran sistem kesehatan di sebagian besar negara Eropa akan runtuh ketika liburan Natal dan Tahun Baru.

Musim dingin tahun lalu, Eropa berada dalam pergolakan wabah besar yang dipicu oleh varian Alpha. Sementara musim dingin tahun ini, Eropa harus menghadapi varian Delta. Presiden Masyarakat Pengobatan Intensif Perawatan Jerman Christian Karagiannidis mengatakan negara-negara berpenghasilan tinggi di Eropa barat telah kehilangan keuntungan dalam perang melawan Covid-19.

"Kami semua sangat lelah dan sekarang tempat tidur rumah sakit sudah penuh lagi. Lebih dari satu setengah tahun pandemi, kami kehilangan banyak perawat (yang berhenti), dan jumlahnya meningkat dari hari ke hari, sementara mekanisme terus berjalan," ujar Karagiannidis yang merupakan seorang dokter perawatan kritis di Rumah Sakit Cologne-Merheim di barat Jerman.

Pada awal tahun, Karagiannidis optimistis tentang prospek Jerman dalam mengatasi virus corona. Jerman adalah pusat produksi utama untuk vaksin Pfizer dan memiliki semangat tinggi ketika peluncuran vaksin nasional dimulai. Namun tingkat imunisasi terhenti dalam beberapa bulan terakhir dan tidak sesuai target. Sejauh ini, hanya sekitar 68 persen dari total populasi Jerman yang telah menerima vaksinasi lengkap.

"Kami memiliki sekitar sepertiga orang yang tidak divaksinasi dan karena varian Delta sangat menular, keuntungan yang kami miliki sekarang hilang," ujar Karagiannidis dilansir ABC, Jumat (19/11).

Kanselir Jerman Angela Merkel meminta agar warga yang tidak divaksinasi mempertimbangkan untuk mendapatkan dosis pertama. Para dokter yang menyaksikan gelombang baru Covid-19 di Austria, Swiss, Belanda, dan Belgia mengklaim pemerintah terlalu lambat untuk menyebarkan suntikan penguat atau booster.

Eva Schernhammer dari Medical University of Vienna mengatakan belahan bumi utara semakin dingin sehingga memungkinkan varian Delta bertahan. Sementara kekebalan vaksin berkurang dan tingkat inokulasi mandek.

"Ketika musim panas semua baik-baik saja dan jumlah kasus rendah, semuanya tanpa batasan. Namun kemudian di (musim gugur) jumlahnya terus merayap di antara yang tidak divaksinasi, hampir secara eksklusif," ujar Schernhammer.

Schernhammer menuturkan selain faktor cuaca, penurunan tingkat kekebalan vaksin Covid-19 juga menjadi penyumbang kenaikan kasus. Menurutnya, saat ini seluruh warga membutuhkan vaksin penguat atau booster.

"Upaya vaksinasi dimulai pada Maret tahun ini. Jadi kami sekarang memiliki cukup banyak orang yang membutuhkan suntikan booster untuk memiliki kekebalan penuh," ujar Schernhammer.

Austria telah menjadi salah satu negara dengan tingkat vaksinasi terendah di Eropa Barat. Austria menjadi negara Eropa pertama yang melawan peningkatan kasus dengan memberlakukan penguncian pada mereka yang tidak divaksinasi.

Baca Juga

Polisi Austria melakukan patroli di jalan-jalan untuk memeriksa paspor vaksin warga. Polisi mempertanyakan apakah warga yang tidak divaksinasi keluar rumah untuk alasan penting seperti pekerjaan atau belanja makanan.

Jerman juga akan memperketat penguncian kepada orang yang tidak divaksinasi dalam beberapa hari mendatang. Mereka harus menunjukkan bukti tes negatif untuk naik transportasi umum atau memasuki banyak tempat dalam ruangan. Menurut Schernhammer, kebijakan tersebut tidak dapat menghentikan penyebaran kasus.

"Melakukan beberapa tindakan penguncian, mencoba menurunkan jumlahnya, (kasus) akan naik lagi jika Anda tidak memiliki cukup banyak orang yang divaksinasi. Saya pikir ini akan mengingatkan negara-negara lain tentang fakta bahwa mereka harus lebih cepat memberikan suntikan booster kepada warganya," kata Schernhammer.

Tingkat vaksinasi negara-negara berpenghasilan tinggi seperti Jerman, Austria, dan Swiss belum mencapai 70 persen. Bahkan tingkat vaksinasi di Eropa timur jauh lebih buruk.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memperingatkan datangnya gelombang baru Covid-19. Sekitar 80 persen penduduk di Inggris telah menerima vaksinasi lengkap. Akan tetapi peluncuran suntikan booster sangat lambat. Sejauh ini hanya sekitar seperempat orang dari total populasi yang memenuhi syarat untuk menerima dosis ketiga.

Pemerintah Inggris mengambil pendekatan yang lebih konservatif untuk suntikan penguat. Sementara jumlah kasus harian tetap tinggi, kematian dan rawat inap perlahan-lahan turun. Inggris saat ini hanya menyarankan suntikan ketiga kepada mereka yang berusia di atas 40 tahun. Johnson mengatakan kepada warga Inggris hal terpenting yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan Natal adalah mendapatkan suntikan booster atau mempertimbangkan untuk mendapatkan vaksinasi dosis pertama.

"Kami belum tahu sejauh mana gelombang baru ini akan berdampak. Namun sejarah menunjukkan bahwa kita tidak boleh berpuas diri," kata Johnson.

Inggris mencatat kasus harian sangat tinggi yaitu rata-rata sekitar 40 ribu kasus. Pemerintah Inggris menggantungkan harapannya untuk memperluas program booster demi menyelamatkan liburan Natal dan Tahun Baru.

"Selama Natal, kita pasti akan memiliki jumlah pasien Covid-19 yang tinggi di ICU. Jika semua ingin memiliki Natal yang bebas (dari Covid-19), kita perlu banyak berinvestasi sekarang dan tidak dalam satu, dua, atau tiga atau empat pekan. Salah satunya adalah suntikan booster dan yang kedua adalah meyakinkan warga untuk divaksinasi," ujar Karagiannidis.

Pada Kamis (18/11), komite penasihat vaksin Jerman merekomendasikan suntikan booster untuk semua orang yang berusia di atas 18 tahun.

 
Berita Terpopuler