PPKM Level 3 Natal dan Tahun Baru Harus Konsisten

Kebijakan PPKM level 3 harus benar-benar tegas dari pusat maupun daerah.

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (3/11). Mobilitas masyarakat Ibu Kota semakin meningkat karena dilonggarkannya beberapa peraturan diantaranya aturan kerja pada sektor esensial sebesar 100 persen dan sektor non esensial sebesar 75 persen di masa PPKM level 1. Republika/Putra M. Akbar
Rep: Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah, Haura Hafidzah Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Oleh: Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah, Haura Hafidzah

Baca Juga

Pemerintah memutuskan menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 pada libur Natal dan Tahun Baru. Keputusan ini diharapkan dapat mencegahkan mobilitas masyarakat pada libur Natal dan Tahun Baru.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, kebijakan pengetatan menjelang Natal dan Tahun Baru sangat mendesak. Meskipun sejumlah indikator Covid-19 di Indonesia menunjukan adanya kasus yang melandai, namun pemerintah ingin seluruh masyarakat mewaspadai potensi terjadinya gelombang ketiga.

“Tapi kita tidak boleh sembrono, tidak boleh gede kepala, bahwa sudah selesai. Kita tahu di beberapa negara, termasuk Eropa dan tetangga kita di kawasan Asia Tenggara kondisinya masih sangat mengkhawatirkan,” ujar Muhadjir di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (18/11).

Penerapan kebijakan ini dilakukan untuk keselamatan seluruh masyarakat dan menjaga penurunan kasus saat ini. Muhadjir menyebut, kebijakan ini sudah sesuai arahan Presiden Jokowi di mana kenaikan kasus biasanya akan terjadi selama periode libur Natal dan tahun baru.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

“Jadi khusus selama libur Nataru digunakan ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk PPKM level 3 plus karena ada beberapa tambahan, sesuai arahan Presiden, terutama pelarangan dan pengetatan pertemuan-pertemuan berskala besar,” jelas dia.

Salah satu kebijakan yang diberlakukan secara nasional nanti yakni pembatasan dan pelarangan pertemuan dalam skala besar yakni pesta tahun baru. Menurut Muhadir, pesta tahun baru hanya bisa digelar di tingkat keluarga saja atau sekitar 10-15 orang.  

“Tapi kalau digelar di hotel, hura-hura tidak boleh apalagi juga diikuti petasan, pawai tahun baru itu semua akan dilarang dan sekarang sedang disiapkan protap oleh pak Kapolri,” tambahnya.

 

 

Sementara terkait penanganan Natal dan Tahun Baru dilakukan berdasarkan aturan PPKM yang sudah ada. Nantinya seluruh daerah di Indonesia, baik yang sudah berstatus PPKM level 1 dan 2 akan disamaratakan untuk menerapkan aturan PPKM level 3.

“Itu diberlakukan secara nasional dan tidak ada lagi pembedaan PPKM Jawa Bali dan luar Jawa. Semua sama level 3 dan sedang kita seragamkan aturan yang masih belum sinkron belum sama antara PPKM Jawa Bali dan luar Jawa Bali sedang kita serasikan,” jelas Muhadjir.

Muhadjir menambahkan, pengetatan mobilitas masyarakat akan dilakukan dengan memperketat protokol kesehatan dan juga pemeriksaan tes PCR maupun tes antigen. Pelaku perjalanan pun wajib telah mendapatkan vaksin Covid-19. Syarat perjalanan lainnya tengah diatur lebih lanjut oleh Menteri Perhubungan dan juga Kapolri.

Namun demikian, menurut Muhadjir, tak ada perubahan persyaratan perjalanan secara prinsip. Dalam pengetatan aturan menjelang Nataru ini, lanjut dia, Presiden menginstruksikan agar tak dilakukan penyekatan. Pemerintah juga mengimbau seluruh masyarakat agar tak bepergian kecuali untuk tujuan primer.

“Lebih baik mulai sekarang mendesain, merencanakan kegiatan menyongsong Nataru yang bersifat keluarga saja. Tapi nyamannya gembiranya tetap terjadi,” ungkap dia. 

 

 

 

 

Terpisah, Ketua Bidang Perubahan Prilaku Satuan Tugas COVID-19 Sonny Harry B Harmadi berharap semua pihak betul-betul mematuhi protokol kesehatan (Prokes) selama libur Natal dan Tahun Baru. Kepatuhan tersebut dengan melaksanakan arahan pemerintah, membangun kesadaran dan disiplin kolektif.

Karena, pengalaman bahwa setiap libur panjang selalu beresiko terjadi peningkatan kasus Covid-19, harus jadi perhatian. Saat ini, berdasarkan indikator Google Mobility yang memantau pergerakan masyarakat di Jawa-Bali, menunjukkan mobilitas masyarakat mulai meningkat secara signifikan. 

"Kalau disertai penurunan kedisiplinan protokol kesehatan bukan tidak mungkin berakibat lonjakan kasus. Jangan sampai lengah," ujarnya, Kamis (18/11). 

Sonny pun mengingatkan semua pihak bahwa pandemi belum selesai. Saat ini, kasus konfirmasi mingguan di 37 Kabupaten/Kota mengalami peningkatan. Lalu jumlah keterisian tempat tidur mingguan 43 di kabupaten/kota di Jawa dan Bali juga mengalami peningkatan. 

RI Butuh 59 Juta Dosis Vaksin Covid-19 untuk Vaksinasi Anak - (Republika)

Jika dihubungkan dengan kepatuhan protokol kesehatan, memang terjadi penurunan. Kalau sebelumnya kepatuhan memakai masker di angka 8,3 secara turun 8,1. Hal ini tentu perlu jadi perhatian bersama dan satgas daerah jangan sampai terus terjadi penurunan kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan berdampak peningkatan kasus.

"Meski saat ini kenaikan kasus masih dalam jumlah kecil namun harus tetap hati-hati dan berusaha melakukan upaya terbaik agar tidak berkembang cepat," kata Sonny.  

Untuk mengantisipasi lonjakan kasus, lanjutnya, tiap dua pekan pemerintah melakukan asesmen secara berkala terkait indikator level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di setiap Kabupaten/Kota. Hal ini sangat penting untuk bisa mengevaluasi langkah yang perlu dilakukan.

Menurutnya, kondisi pandemi yang tengah melandai juga tidak lepas karena konsistensi dalam melaksanakan PPKM sesuai level. Kemudian juga peningkatan vaksinasi dan perluasan penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk memastikan orang yang berada di ruang publik adalah sehat atau dengan risiko minimal. 

Kampanye 3 M (menggunakan masker, jaga jarak, dan juga rajin mencuci tangan red) pun terus dilakukan. Dia yakin, kalau Indonesia bisa mempertahankan kasus yang rendah hingga Februari-Maret maka bisa menurunkan status dari pandemi ke endemi.

"Tapi kuncinya kita harus menjaga momentum ini dengan kepatuhan protokol kesehatan. Kasus melonjak atau melandai, perilaku masyarakat harus sama yaitu tetap menggunakan masker, jaga jarak, dan juga rajin mencuci tangan," tegas Sonny.

 

 

Sementara Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono pun mengingatkan, jangan sampai masyarakat euforia dengan kondisi pandemi yang melandai. Miko menilai, masyarakat cenderung gampang lupa dengan badai Covid-19 yang terjadi pada Juli 2021 lalu.

"Hampir tiap hari kita mendengar kabar duka saat badai COVID-19 pada Juli 2021 lalu. Tapi sayangnya masyarakat gampang lupa, protokol kesehatan mulai abai," ujarnya.

Untuk itu, dia berpendapat, protokol kesehatan diatur dalam peraturan daerah hingga tingkat Kabupaten/Kota. "Seperti kewajiban menggunakan masker dah larangan berkerumun," katanya. 

Pengamat Sosial dari Universitas Padjadjaran, Budi Rajab menilai, kebijakan ini harus benar-benar tegas dari pusat maupun daerah. Jangan sampai ada perbedaan kebijakan.  

"Ya PPKM ini bagus untuk mencegah penyebaran covid-19. Tapi pemerintah harus tegas. PPKM level 3 itu dimana saja dan disosialisasikan kepada masyarakat. Jangan sampai beda-beda. Belajar lah dari tahun lalu," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (18/11).

Kemudian, ia melanjutkan kementerian atau lembaga juga harus mempersiapkan hal ini. Seperti kepolisian dan satgas covid-19 harus siap siaga untuk penerapan PPKM level 3. Mereka harus bisa mengontrol masyarakat agar tidak bepergian dan dirumah saja selama PPKM. 

 

"Pokoknya pemerintah konsisten saja. Jangan berubah lagi aturannya. Kasih tau ke masyarakat juga secara jelas dan jangan mendadak. Kalau tidak jelas masyarakat juga mengabaikan aturan," kata dia.

 
Berita Terpopuler