Larangan Mengaku dan Mengingkari Nasab

Pertalian keluarga atau nasab memiliki kedudukan yang penting.

Blogspot.com
Hadist (ilustrasi).
Rep: Andrian Saputra Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pertalian keluarga atau nasab memiliki kedudukan yang penting sehingga seseorang dapat mengidentifikasi silsilah dan hubungan keluarganya. Nasab yang jelas dapat membantu memudahkan berbagai persoalan seperti pembagian warisan, wali nikah atau persoalan lainnya. 

Baca Juga

Akan tetapi dalam Islam ada larangan bagi seorang mengaku-ngaku memiliki nasab kepada orang lain padahal dirinya pun ragu atau klaimnya tidak memiliki kekuatan. Semisal seseorang mengaku-ngaku memiliki garis keturunan kepada nabi Muhammad ﷺ namun ternyata klaimnya itu palsu. Atau mengaku-ngaku orang tuanya adalah si A padahal sejatinya orang tuanya adalah si B. 

Selain itu, Islam juga melarang bagi seorang Muslim untuk mengingkari nasab. Semisal seorang anak yang telah merantau di kota besar bertahun-tahun lalu sukses dan kaya raya tapi tidak mengakui bahwa A dan B adalah ayah dan ibunya. Padahal sejatinya A dan B adalah orang tua kandungnya sendiri yang membesarkannya sejak kecil. Atau contoh lainnya seorang bapak tidak mengakui anak keturunannya sendiri lantaran cacat dan lainnya. 

Maka kedua hal itu yaini mengaku-ngaku nasab orang lain dan mengingkari nasab yang sebenarnya sangat dilarang dalam Islam. Bahkan dalam sebuah riwayat dijelaskan orang yang mengaku-ngaku nasab dan yang mengingkari nasab itu bisa membuat dirinya menjadi kafir dihadapan Allah. 

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنِ ادَّعَى نَسَبًالَا يَعْرِفُ كَفَرَبِاللَّهِ وَمَنِ اتْتَفَى مِنْ نَسَبٍ وَاِنْ دَقَّ كَفَرَبِاللَّهِ.

Rasulullah  ﷺ bersabda : Barangsiapa mengaku-ngaku nasab (keturunan) yang dia sendiri tidak mengetahuinya, maka jadi kafirlah ia kepada Allah. Dan barangsiapa mengingkari nasab walaupun samar nasab itu, maka kafirlah ia kepada Allah.” (HR. Thabarani)

Dalam keterangan lain dijelaskanq

وَرَوَى أَحَدُ: إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى عِبَادًالَايُكَلِّمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ وَلَا يُزَكِّيْهِمْ وَلَا يَنْظُرُاِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ, قِيْلَ وَمَنْ اُولَئِكَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ ؟ قَالَ مُتَبَرِّئٌ مِنْ وَالِدَيْهِ رَاغِبٌ عَنْهُمَاوَمُتَبَرَّئٌ مِنْ وَلَدِهِ وَرَجُلٌ أَنْعَمَ عَلَيْهِم قَوْمٌ فَكَفَرَ نَعْمَتَهُمْ وَتَبَرَّأَمِنْهُمْ. وَالْمُرَادُالْاِنْعَامُ بِالْعِتْقِ.

Dan diceritakan Imam Ahmad: Sesungguhnya Allah Ta'ala itu

mempunyai hamba, yang  tidak akan berbicara Allah dengan mereka pada hari kiamat.  Dan Allah tidak akan mensucikan dosanya mereka, dan Allah tidak memandang mereka(dengan rasa kasih sayang). Dan bagi hamba itu diberikan siksaan yang pedih. Sahabat bertanya: siapa mereka itu Rasulullah? 

Rasullullah menjawab: Yaitu orang yang menyatakan lepas  diri dari kedua orang tuanya (tidak mengakui orang tua) marah kepada orang tuanya. Orang yang lepas tangan dari anaknya(tidak mengakui anak). Dan orang yang diberi  kenikmatan oleh suatu kaum lalu dia ingkar dari mereka serta melepaskan diri dari mereka. Yang dimaksud  dengan “ memberikan kenikmatan” di sini ialah “Kemerdekaan (memerdekakan budak).

 
Berita Terpopuler