3 Habib Berpengaruh Penting dalam Islamisasi Jakarta

Peran habaib dalam Islamisasi Nusantara termasuk Batavia lama sangat penting

gahetna.nl
Peran habaib dalam Islamisasi Nusantara termasuk Batavia lama sangat penting. Ilustrasi Batavia
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Para ulama Alawiyyin atau para keturunan Rasulullah SAW yang kerap disebut habib selalu menebarkan cinta dan ilmu di berbagai belahan dunia, termasuk di Nusantara. Mereka adalah manusia-manusia yang berperangai luhur dan mulia, serta selalu menebar kasih sayang dan cinta.

Baca Juga

Menurut Van den Berg dalam Orang Arab di Nusantara, para habaib dari Hadramaut masuk ke Nusantara sejak akhir abad ke-18. Mereka menyebarkan Islam sambal berdagang ke berbagai negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Pengasuh Ponpes Al Fachriyah Tangerang Selatan, Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan menjelaskan, ketokohan para ulama yang mulia tersebut telah mengharumkan dunia ini dengan cinta. 

“Di mana pun mereka datang, maka tempat bumi menjadi harum dengan keberadaan mereka,” ujar Habib Jindan dalam webinar dan diskusi buku “Menyusuri Jejak Cinta” yang digelar secara daring pada Kamis (4/11) lalu.

Potensi habaib dalam dakwah Islam terlihat jelas dalam lintasan sejarah Islam Nusantara. Hal ini pun telah diakui Buya Hamka. Menurut Hamka, sejak zaman kebesaran Aceh, keturunan Hasan dan Husein sudah banyak yang datang ke Tanah Air. Mereka datang di negeri ini menjadi ulama, menyebarkan agama Islam, kebaikan, dan ketaatan kepada Allah SWT.

Masyarakat Muslim Indonesia sendiri selalu merasa ingin dekat dengan para ulama yang memiliki nasab dengan dzurriyah Rasulullah SAW. Karena itu, belum lama ini Majelis Hikmah Alawiyah (MAHYA) menerbitkan buku berjudul “Menyusuri Jejak Cinta”, yang memuat biografi para tokoh habaib di Nusantara.

 

Kehadiran buku ini diharapkan bisa memberikan bekal memadai kepada umat Islam untuk mengenal tokoh Habaib yang mewarnai dakwah di Nusantara, khususnya di Batavia atau Jakarta. Kedepannya juga akan hadir edisi tentang tokoh Habaib dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Luar Jawa.

Dalam webinar tersebut, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, Dr Muhammad Noupal menjelaskan lebih jauh tentang jejak dakwah habaib dalam perkembangan Islam di Nusantara, khususnya dakwah Habaib Batavia yang hidup pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Baca juga: Sempat Kembali Ateis, Mualaf Adam Takjub Pembuktian Alquran

Para Habaib yang berdakwah di Jakarta di antaranya adalah Habib Husein al-Idrus (Luar Batang), Syekh Abdurrahman al-Mashri, Syekh Salim bin Sumair, Habib Utsman bin Yahya, Habib Ali al-Habsyi (Kwitang), Habib Ali al-Attas, Guru Mughni, dan lain-lain. 

Namun, sebagaimana yang dikatakan Prof Azyumardi Azra, Noupal menilai bahwa Habib Utsman bin Yahya adalah ulama Hadhrami terpenting yang ada di Indonesia. Karena, Habib Utsman memiliki karya yang sangat banyak, baik yang berbahasa Arab maupun yang berbahasa Melayu. Beberapa karyanya juga ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda dan Bahasa Jawa.

Menurut Noupal, Islam di Indonesia sangat berhutang budi dengan para Habaib, khususnya kepada Habib Utsman bin Yahya. Ia adalah sosok ulama besar yang menjadi guru dari semua guru agama, khususnya bagi masyarakat Batavia atau Betawi.

“Mengapa sangat berhutang, dikarenakan pandangan-pandangan keagamaan beliau ternyata mampu menjadikan praktik pengamalan dan perkembangan Islam itu menjadi lebih baik,” ucapnya.

Sebagai ulama yang hidup pada abad ke-19, Habib Utsman juga tidak hanya beperan sebagai ulama, tapi juga berperan sebagai seorang mufti dan pendakwah yang sangat bepengaruh, terutama di dalam pemikiran. Habib Utsman sangat produktif menulis kitab menyangkut berbagai masalah agama.

Tercatat sekitar 100 kitab telah ditulisnya. Kitabnya dalam huruf ‘Arab gundul’ masih bisa dilihat di Gedung Arsip Nasional, Salemba, Jakarta Pusat. Sifat Doe Poeloeh dan Irsyadul Anam adalah dua di antara sekian banyak kitab karangannya yang masih menjadi bacaan di majelis-majelis taklim di Jakarta dan sekitarnya.

Baca juga: 4 Jalan Menuju Allah SWT Menurut Imam Syadzili 

Sejak awal abad ke-19, orang-orang Arab yang datang dari Hadramaut adalah para ulama yang memiliki pengaruh yang besar terhadap agama, bahasa, dan adat istiadat penduduk Betawi.

Namun, pada masa itu para ulama hanya memberikan dakwah yang bersifat tausiyah. “Tapi yang dilakukan Habib Utsman ternyata beliau memberikan dakwahnya dalam bentuk tulisan,” kata Noupal. 

 

Dakwah lewat tulisan yang dilakukan Habib Utsman tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Bukan hanya bagi golongan santri, tapi juga bagi masyarakat umum. Dakwah Habib Utsman berhasil masuk ke dalam rumah-rumah umat Islam, sehingga kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan oleh masyarakat lambat laun mulai ditinggalkan.

Menurut Noupal, pada masa itu masyarakat banyak yang melaksanakan amalan-amalan, tapi tidak bersumber pada ajaran-ajaran yang benar. Oleh karena itu, pendidikan keagamaan yang dilakukan oleh Habib Utsman sangat penting.

Para peneliti menyatakan bahwa ulama-ulama besar yang berpengaruh di Betawi seluruhnya adalah ulama yang pernah bermukim dan menuntut ilmu di Makkah. Dari Makkah dan Madinah ini lah hubungan guru-murid ulama Indonesia dengan ulama Timur Tengah terjalin dalam satu kesamaan mazhab dan ritual keagamaan (tarekat).

Karena itu, sangat penting pula untuk melihat bagaimana hubungan Habib Utsman dengan para ulama sebelumnya, seperti Syekh Ahmad Zaini Dahlan dan Syekh Nawawi al-Bantani. Dua ulama ini sangat penting dalam silsilah keguruan Habib Utsman.

Noupal mengatakan, antara habaib dan ulama pribumi memiliki pola yang sama, dakwah yang sama, maupun sumber pengetahuan yang sama untuk penguatan paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Menurut dia, hal ini juga dilakukan oleh Habib Utsman pada abad ke-19.

Dalam dakwahnya, Habib Utsman bin Yahya ingin memperkuat akidah umat dengan merekomendasikan kitab Safitun Najah. Bagi Habib Utsman, sangat penting menyampaikan dasar-dasar akidah pada masyarakat muslim, seperti sifat wajib, sifat mustahil, sifat jaiz bagi Allah dan Rasul.

Hal tersebut dianggap sebagai ajaran akidah praktis yang dari awal sudah diajarkan oleh para ulama sebelumnya. Habib Utsman tidak berbicara hal-hal yang sangat teologis, seperti masalah keadilan Tuhan atau pun wujud Tuhan. Karena, pada masa itu ia lebih ingin menyelamatkan akidah masyarakat.  

Setidaknya ada tiga Habib yang mempunyai pengaruh besar di Jakarta, yaitu Habib Husein bin Abubakar Alaydrus atau lebih dikenal Habib Luar Batang, Habib Utsman bin Yahya atau Mufti Betawi, dan Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang. Tiga Habaib ini lah yang dikenal sebagai Paku Bumi Jakarta.

Baca juga: Kian Dalami Islam, Mualaf Thenny Makin Yakin Kebenarannya

Seiring bergulirnya waktu, kegiatan dakwah tiga serangkai ulama Betawi itu diteruskan oleh murid-muridnya. Di antaranya dalah Guru Manshur, Guru Mughni, Kiai Haji Abdullah Syafii, Kiai Haji Noer Ali, Kiai Haji Thohir Rohili, dan Kiai Haji Mu'allim Syafii Hazdami.

 

Karena pengaruh perkembangan zaman, perjuangan dakwah yang mereka lakukan tentu berbeda tantangannya dengan perjuangan guru mereka. Dalam berdakwah dan mengajarkan ilmu keislaman, para ulama Betawi biasa melakukannya melalui jalur pendidikan seperti pengajian malam di rumah guru (ulama), masjid, majelis taklim, madrasah, dan pondok pesantren     

 
Berita Terpopuler