Pandemi Membuat Vaksinasi Campak Terhambat

Bukan saja di Indonesia, vaksinasi campak juga terhambat di seluruh dunia.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin saat kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah di SDS Dian Kencana, Jalan BKR, Kota Bandung, Kamis (12/11). Bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional, Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Kesehatan Kota Bandung melaksanakan Bulan Imunisasi Anak Sekolah dengan memberikan vaksin, Campak, Rubella, Difteri Tetanus dan Tetanus Difteri guna meningkatkan kesehatan dan terhindar dari penyakit.
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, pandemi Covid-19 membuat cakupan imunisasi rutin dasar lengkap, termasuk campak, turun. Vaksinasi anak terhambat di seluruh dunia, bukan cuma di Indonesia.

Padahal, ancaman campak belum hilang. Penyakit akibat infeksi virus rubeola itu bisa diatasi dengan vaksin karena termasuk dalam Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

Baca Juga

"Semua negara juga bermasalah dalam cakupan vaksinasi campak, bahkan negara seperti Thailand, Bangladesh, sampai India sudah ada kasus (campak)," ujar dr Hinky saat dihubungi Republika.co.id, Senin (15/11).

Hinky menjelaskan, fakta ini terungkap saat ia mengikuti rapat untuk menilai kemajuan eliminasi campak-rubella di Asia Tenggara pada Oktober 2021. Mengingat rendahnya cakupan imunisasi dasar sejak pandemi, ia meminta masyarakat menjadikannya pelajaran agar tidak terlalu terpusat dengan Covid-19 kemudian jadi lengah dengan PD3I.

"Sebab, pertusis, difteri, campak, bahkan dengue sampai hari ini juga masih ada. Jadi, kita semua harus terus waspada," ujar dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ini.

Hinky meminta masyarakat untuk lengkapi vaksinasi rutin dasar lengkap anaknya sehingga terhindar dari penyakit yang bahaya dan sangat menular. Melandainya kasus Covid-19 saat ini dapat menjadi momen untuk mengejar ketertinggalan vaksinasi lain.

Selain itu, Hinky juga merekomendasikan agar pihak otoritas tetap waspada dan terus melakukan sosialisasi untuk mengimbau masyarakat supaya tidak lengah dan abai pada PD3I. Ia khawatir jika cakupan imunisasi rutin dasar lengkap, termasuk campak, di bawah 70 persen maka tidak terbentuk kekebalan komunitas (herd immunity) pada anak.

Hinky khawatir wabah campak bisa kembali terjadi. Ia mengatakan, fenomena ini sama seperti yang terjadi di Papua beberapa tahun lalu, sebelum kampanye vaksin campak-rubella (measles rubella/MR) dilakukan pada 2017 dan 2018 lalu.

Terkait akibat jika tertular penyakit campak jerman (Rubella), Hinky mengakui dampaknya tidak separah campak yang bisa berakibat fatal. Ia menjelaskan, rubella bisa mengakibatkan cacat janin ketika menyerang ibu hamil.

"Itu akan jadi beban orang tua dan negara," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) tersebut.

Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) mewaspadai munculnya wabah berbahaya seperti campak dan polio yang bisa bangkit kembali di masa pandemi Covid-19. Hampir 23 juta anak di dunia tidak mendapatkan imunisasi rutin pada tahun lalu.

Campak merupakan salah satu penyakit paling menular di dunia. Kesenjangan dalam cakupan vaksinasi telah menimbulkan "badai yang sempurna", menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular saat banyak negara melonggarkan pembatasan Covid-19, kata WHO dan Unicef dalam sebuah laporan tahunan.

 
Berita Terpopuler