Bakal Dilaporkan ke Polda Soal PCR, Luhut: Capek-Capekin Aja

Luhut menantang pihak manapun membuktikan dirinya ambil untung dari bisnis PCR.

ANTARA/Fransisco Carolio
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan
Rep: Ali Mansur, Muhammad Nursyamsi, Novita Intan, Antara Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) menantang pihak yang menuding dirinya mengambil keuntungan dari bisnis polymerase chain reaction (PCR). Karena itu Luhut pun menegaskan dirinya siap apabila ada lembaga auditor yang mau audit. 

Baca Juga

"Ya tidak apa apa (dilaporkan) tidak ada masalah. Gampang saja nanti diaudit saja, kan saya udah bilang," tegas Luhut saat ditemui di Polda Metro Jaya, Senin (15/11).

Hal itu disampaikan Luhut menanggapi rencana Jaringan Aktivis ProDemokrasi (ProDem) yang akan melaporkan dirinya terkait bisnis PCR ke Polda Metro Jaya. Dalam kesempatan itu, Luhut mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan dalam membuat pernyataan. Karena setiap tudingan yang dilontarkan harus dilengkapi dengan data. 

Kemudian Luhut juga menyinggung adanya pihak-pihak yang memanfaatkan isu itu untuk mencari popularitas semata. Apalagi, kata dia, tudingan itu hanya berdasarkan katanya atau isu saja.

"Kita juga harus belajar untuk bicara tuh dengan data jangan pake perasaan atau rumor gitu, itu kan kampungan kalau orang bicara katanya-katanya kan capek-capekin aja, hanya untuk mencari popularitas," kata Luhut.

Untuk itu, Luhut menegaskan untuk dilakukan audit terkait persoalan biaya PCR sehingga tidak menjadi polemik berkepanjangan. Sebelumnya, Ketua Majelis Jaringan Aktivis ProDemokrasi (ProDEM) Iwan Sumule menyampaikan informasi akan membuat laporan polisi terkait bisnis pengadaan PCR ke Polda Metro Jaya pada Senin siang ini.

Aktivis ProDem tersebut akan melaporkan dugaan pelanggaran pidana Pasal 5 ayat 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dugaan ada pihak yang 'bermain' dan diuntungkan dari bisnis PCR mengemuka pascakeluarnya Instruksi Mendagri (Inmendagri) nomor 53 Tahun 2021, yang mewajibkan penumpang pesawat terbang wajib melakukan tes PCR. 

Meski kemudian keluar Inmendagri nomor 57 tahun 2021, yang akhirnya tidak mewajibkan tes PCR untuk penumpang pesawat, kemudian disusul dengan turunnya harga tes PCR, namun polemik soal PCR terus bergulir. Selain Luhut Binsar Pandjaitan, nama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga terseret dalam polemik ini.

Sebelumnya, Luhut dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Laporan terhadap dua menteri itu terkait bisnis tes polymerase chain reaction (PCR) yang diduga melibatkan keduanya. Mereka melaporkan kedua pejabat negara itu berdasarkan kliping pemberitaan di media massa.

"Sebenarnya yang beredar di media itu sudah banyak, investigasi dari (media) Tempo minimal," kata Wakil Ketua Umum Prima Alif Kamal di Gedung KPK, Kamis (4/11).

 

Menanggapi polemik tes PCR yang menyeret namanya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan fitnah tentang bisnis PCR merupakan risiko yang harus ia terima sebagai seorang pejabat. Erick mengaku tidak mengikuti dan terlibat dalam PT Genomik Solidaritas Indonesia (PT GSI). Sejak menjadi Menteri BUMN, Erick telah melepas seluruh aktivitas bisnis agar tidak terjadi konflik kepentingan. 

"Sejak awal saya diminta bapak presiden (jadi menteri BUMN) saya sudah melepaskan seluruh jabatan, saya melaporkan harta kekayaan secara transparan di KPK, di pajak," ujar Erick saat Kick Andy Double Check di Metro TV pada Ahad (14/11).

Erick menyebut KPK juga telah mengapresiasi keterbukaan laporan harta kekayaan para pejabat di Kementerian BUMN dan seluruh BUMN. Erick juga menekankan pelaporan harta kekayaan juga dilakukan oleh anak-cucu BUMN.

Erick mengatakan penentuan PCR merupakan hasil keputusan yang dilakukan secara bersama dalam rapat terbatas dengan menteri lain. Erick menilai tudingan kepada dirinya sangat tidak berdasar.

"Pada konteks itu banyak risiko yang harus diambil oleh pejabat publik tanpa ada niat sedikit pun untuk memperkaya diri sendiri, lillahita'ala dan saya rasa bapak presiden memimpin dengan baik, para menteri yang terlibat juga banyak yang bekerja 24 jam dan nawaitunya jelas, pelayanan kesehatan, pelayanan masyarakat pada saat itu (pandemi)," kata Erick.

Erick menilai masyarakat Indonesia harus responsif dengan tetap bertanggung jawab atas semua perilaku, termasuk bagi orang-orang yang memfitnah dirinya. Erick mengaku selalu siap memberikan penjelasann kepada aparat penegak hukum perihal tudingan kepada dirinya.

"Saya yakin pihak kejaksaan, kepolisian, KPK dalam mendapat pengaduan itu pasti akan mengkroscek siapa yang mengadukan, punya nggak track record dalam perjuangan korupsi atau sekadar mencari publisitas dan menciptakan konflik," ucap Erick.

Erick mengaku tidak akan mengorbankan kredibilitas yang telah ia bangun berpuluh tahun sebagai seorang profesional hanya karena hal-hal tersebut.

"Berbicara kredibilitas yang kita sudah bangun selama ini, tidak mungkin kredibilitas selama ini saya korbankan dengan yang menjadi menteri baru dua tahun," kata Erick.

Erick sendiri belum terpikir melaporkan balik orang yang memfitnah dirinya. Namun Erick mengingatkan era demokrasi berlaku dua arah dan akan meminta setiap pertanggung jawaban dari apa yang telah dilakukan.

Sementara, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengajak semua pihak melakukan langkah-langkah konstruktif untuk menghentikan berbagai polemik terkait bisnis tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Adapun polemik berkepanjangan yang dipicu mahalnya harga tes PCR sangat meresahkan pengusaha dan masyarakat, karena diduga ada pihak tidak bertanggung jawab,  yang sengaja bermain di tengah pusaran bisnis tes PCR. 

Koordinator Wakil Ketua Kadin Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek, dan Inovasi, Carmelita Hartoto mengajak semua pihak bersikap terbuka dan menggunakan data konkret untuk mengkaji  keberlangsungan bisnis tes  PCR sehingga masyarakat tidak terjebak dalam polemik  PCR. Saat ini, banyak beredar informasi yang bias dan distorsi komunikasi yang mengakibatkan terjadinya kesimpangsiuran pemberitaan media.

"Mari kita telaah bersama. Yuk,  kita taruh semua fakta dan kita amati bersama, sehingga kita bisa melihat topik ini dengan lebih komprehensif, lebih jernih sehingga mengurangi bias informasi dan distorsi di tengah publik," ujarnya, Jumat (12/11).

Menurutnya saat pengusaha secara bahu-membahu bersama pemerintah mengatasi pandemi, ada pihak yang secara sengaja memanfaatkan situasi. "Kita masih di tengah pandemi. Peperangan ini belum usai. Yes we won the last battle, but we still in the war. Jangan sampai polemik ini mengendurkan kewaspadaan kita, sehingga jika ada battle baru kita menjadi lengah dan kalah. Jangan. Kita harus terus waspada," tegasnya.

Carmelita mengatakan,  pemeriksaan PCR  adalah salah satu instrumen  dalam penanganan pandemi Covid-19, meskipun harganya mahal dan sebagian besar peralatan yang digunakan  diimpor.  Pada  April 2020, lanjutnya, uji specimen di Indonesia hanya sekitar  tujuh ribu per hari, dibandingkan  Malaysia yang  mencapai puluhan ribu per hari dan  Korea Selatan berkisar ratusan ribu specimen per hari. 

"Kita kedodoran waktu itu. Tentu,  kondisi ini membutuhkan kerja bersama, dan pemerintah mulai mendorong tes  di laboratorium swasta. Pada Juni 2020, akhirnya 147 rujukan seluruh Indonesia sudah bisa melakukan uji spesimen dan kita bisa melakukan hingga 15 ribu test per hari," ucap Carmelita.

Carmelita menyebut kerja sama pemerintah dan industri kesehatan akhirnya membuahkan hasil, dimana  pada pertengahan 2020,   PT Bio Farma (Persero) berhasil  memproduksi alat tes PCR. Bahkan, secara bersamaan banyak lokasi tes  PCR dan antigen juga dibuka di berbagai daerah. 

"Terus terang, tak semua laboratorium bisa melakukan pengujian. Tes harus dilakukan di laboratorium dengan standar Biosafety Level dua. Ini saya lho,  yang  bukan pengusaha di sektor kesehatan, jadi cukup objektiflah melihat. Saya melihat pemerintah, pelaku usaha baik swasta maupun BUMN bergerak cepat dan bersama-sama  mengatasi pandemi dan meningkatkan kapasitas pengetesan tanpa menurunkan kualitasnya," ujarnya.

 

 
Berita Terpopuler