Fatwa MUI: Pinjaman Online-Offline dengan Riba Haram

Utang-piutang boleh sejauh tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

dok. Istimewa
Fatwa MUI: Pinjaman Online dan Offline dengan Riba Haram. Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh saat konferensi pers pada penutupan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII di Jakarta, Kamis (11/11).
Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII yang digelar Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan pinjaman online (pinjol) dan pinjaman offline yang mengandung riba hukumnya haram.

Baca Juga

"Layanan pinjaman baik offline maupun online (pinjol) yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan," kata Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh saat konferensi pers pada penutupan ijtima ulama di Jakarta, Kamis (11/11).

Kiai Asrorun menerangkan, pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau utang-piutang merupakan bentuk akad tabarru’ atau kebajikan atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan. Perbuatan pinjam meminjam atau utang-piutang boleh sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Namun, ia mengingatkan, sengaja menunda pembayaran utang bagi orang yang mampu membayar hukumnya haram. Selain itu, memberikan ancaman fisik, membuka rahasia atau aib seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram.

"Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan atau mustahab," ujarnya.

 

 

Pinjaman online (pinjol) ilegal - (Tim infografis Republika)

Sehubungan dengan ini, Kiai Asrorun menyampaikan rekomendasi hasil ijtima ulama ke-VII. Pertama, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Polri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjol atau finansial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.

Rekomendasi kedua, penyelenggara pinjol hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan. "(Rekomendasi ketiga) umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah," jelas Kiai Asrorun.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII ini digelar pada 9-11 November 2021 di Jakarta. Kegiatan ijtima ulama bertema 'Optimalisasi Fatwa Untuk Kemaslahatan Bangsa' ini dilaksanakan secara hibrid dengan protokol kesehatan, diikuti oleh 700 peserta undangan. Peserta yang hadir secara fisik sebanyak 250 orang, dan sisanya hadir secara virtual.

 

Kepesertaan dalam kegiatan ijtima ulama kali ini terdiri dari Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI, pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI pusat, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, Ketua MUI Bidang Fatwa dan Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia, Pimpinan Pondok Pesantren, Pimpinan Fakultas Syariah PTKI, serta para pengkaji, peneliti, dan akademisi di bidang fatwa.

 
Berita Terpopuler