Ijtima Ulama: Panggung Mahfud Tegaskan RI Bukan Negara Agama

Ijtima Ulama bahas masalah strategis seperti penodaan agama, jihad, hingga khilafah.

Republika/Putra M. Akbar
Menkopolhukam Mahfud Md memberikan paparan pada acara Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (7/11). MUI menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII untuk membahas berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan dalam perspektif keagamaan. Republika/Putra M. Akbar
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Fuji Eka Permana, Rossi Handayani

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berbicara mengenai penerapan Syariah Islam dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal itu Mahfud sampaikan saat menghadiri Ijtima Ulama, Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Jakarta, Selasa (9/11).

Baca Juga

Mahfud menegaskan, di dalam negara Pancasila sebagai negara kebangsaan yang berketuhanan, negara tidak memberlakukan hukum agama tertentu, tetapi melindungi semua pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Menurutnya, negara Pancasila yang berbentuk NKRI adalah mietsaqon ghaliedza atau modus vivendi yang oleh NU sering disebut sebagai Dar al Mietsaq dan oleh Muhammadiyah disebut Dar al Ahdi wa al Syahadah, ada juga yang menyebut sebagai Dar al Hikmah.

"Dalam istilah yang lebih akademis konsep Dar al Mietsaq atau Dar al Ahdi sering disebut sebagai Religious Nation State, negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan negara agama tapi juga bukan negara sekuler," kata Mahfud.

Kemudian, terkait penerapan syariah Islam dalam konteks NKRI, Mahfud menjelaskan, syariah dalam arti luas mencakup semua jalan atau ajaran Islam yang meliputi akidah, akhlak, ibadah mahdhah, muamalah. Sedangkan syariah dalam arti khusus sering dikaitkan dengan hukum yang lebih spesifik, yakni fiqh.

"Syariah dalam arti spesifik ini melahirkan aturan-aturan tentang ibadah baik mahdhah maupun ghairu mahdhah sehingga lahir kajian-kajian tentang fiqh ibadah (ritual) dan fiqh sosial yang banyak cabang-cabang nya seperti Jinayah, Syakhsiyah, Siyasah, Mi’sa, dan lain sebagainya," jelas dia.

Menurut Mahfud, syariah dalam arti luas dapat dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam dengan perlindungan negara. Sementara itu, syariah dalam arti khusus, seperti hukum Fiqih Muamalah bergantung pada bidang hukumnya.

"Untuk hukum publik seperti tata negara, administrasi negara, lingkungan hidup, dan lain-lain berlaku unifikasi atau berlaku yang sama untuk seluruh rakyat. Disini bertemu Kalimatun Sawa," ujarnya.

Untuk hukum privat, lanjut Mahfud, baik ritual maupun sosial bisa berlaku hukum masing-masing berdasar pilihan dan keyakinannya sendiri dan negara melindungi.

"Jika disepakati secara legislasi yang privat pun bisa hukum nasional. Misalnya tentang perkawinan, tentang Wakaf, tentang pengelolaan zakat,  tentang jaminan produksi halal, tentang peradilan agama dan tentang kompilasi hukum Islam," tutur dia.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII digelar pada 9-11 November 2021. Kegiatan ijtima ulama ini dilaksanakan secara hybrid dengan protokol kesehatan, diikuti oleh 700 peserta undangan. Peserta yang hadir secara fisik sebanyak 250 orang, dan sisanya hadir secara virtual.

Kepesertaan dalam kegiatan ijtima ulama kali ini terdiri dari Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI, pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI pusat, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, Ketua MUI Bidang Fatwa dan Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia, Pimpinan Pondok Pesantren, Pimpinan Fakultas Syariah PTKI, serta para pengkaji, peneliti, dan akademisi di bidang fatwa.

Ketua MUI, Asrorun Niam Sholeh yang juga Ketua Panitia Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia menjelaskan, agenda Ijtima kali ini akan membahas pelbagai persoalan strategis kebangsaan, masalah fikih kontemporer, serta masalah hukum dan perundangan-undangan.

"Dalam forum ini akan dibahas masalah strategis kebangsaan di antaranya tentang dhawabith dan kriteria penodaan agama, jihad dan khilafah dalam bingkai NKRI, panduan pemilu yang lebih masalahat, distribusi Lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan, dan masalah perpajakan," kata Asrorun, Senin (8/11).

Niam melanjutkan, Ijtima yang bertema "Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Bangsa" juga akan membahas mengenai hukum Pernikahan Online. "Masalah lain yang ibahas adalah masalah fikih kontemporer seperti nikah online, cryptocurrency, pinjaman online, transplantasi rahim, zakat perusahaan, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardh hasan, dan zakat saham", ucapnya.

Untuk masalah hukum dan perundang-undangan, Ijtima akan membahas tinjauan atas RUU Minuman Beralkohol, tinjauan atas RKUHP terkait perzinaan, dan tinjauan atas Peraturan Tata Kelola Sertifikasi Halal.

In Picture: Muhammadiyah Luncurkan Rencana Jangka Panjang Pendidikan

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan pengantar sebelum meluncurkan Rencana Jangka Panjang Pendidikan (RPJP) Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah di Gedung PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Rabu (10/11). RPJP Dikdasmen ini disusun untuk Tahun 2021 hingga Tahun 2045. RPJP ini berfungsi sebagai panduan arah pendidikan di Muhammadiyah. - (Wihdan Hidayat / Republika)

 

Dalam pidato pembukaan ijtima ulama, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftachul Akhyar, menyampaikan bahwa, tidak ada di dunia ini yang tidak berhubungan dengan syariah. Islam pun telah disyariatkan menjadi agama yang mudah dan penuh cinta kasih.

"Hari ini komisi fatwa mengadakan Ijtima Ulama ke-VII yang digelar tiga tahun sekali, tiada lain untuk melaksanakan tugas mulianya, (yaitu) ingin memberikan solusi dalam kehidupan, dalam segala hal," kata Kiai Miftachul saat menyampaikan pidato pada pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII, Selasa (9/11).

Ia mengingatkan, makom fatwa adalah makom yang sangat tinggi dan mulia, tapi juga paling mengkhawatirkan. Sebab urusan kehidupan, keselamatan dunia, dan akhirat ada di tangannya.

"Makom fatwa yang nantinya akan dibahas ini hampir sejajar dengan ijtihad, hanya ada perbedaan-perbedaan antara umum dan khusus, memang fatwa tidak mengikat tapi manakala fatwa ini sudah disepakati oleh para pimpinan, para pemegang makom-makom yang mulia ini, itu adalah sebuah kewajiban," jelasnya.

Kiai Miftachul mengatakan, makom fatwa yang sangat mulia ini diharapkan nantinya bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh para ulama. Mereka telah mempersiapkan dan menyanggupkan diri untuk tanggungjawab yang besar. Yakni untuk memberikan solusi kepada umat dengan keputusannya.

"Oleh karena itu, harus ada kejelian dan ketelitian, karena ada hal-hal yang perlu kita jelaskan," ujarnya.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag), Prof Kamaruddin Amin yang ikut menghadiri Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Jakarta, menyampaikan, bahwa Indonesia pantas menjadi model penerapan Islam di berbagai negara.

"Kita tidak berlebihan ketika mengatakan bahwa artikulasi Islam Indonesia adalah model yang mungkin terbaik di antara artikulasi Islam di berbagai negara. Kalau kita lihat harmonisasi antara Islam dan negara, saya kira Islam Indonesia cukup pantas untuk menjadi model artikulasi Islam dunia," kata Kamaruddin.

Menurutnya, implementasi syariat Islam dalam berbagai hal di Indonesia sangat luar biasa. Dia mencontohkan artikulasi implementasi syariat Islam di Indonesia seperti dalam shalat, zakat, haji, wakaf, hingga keuangan syariah.

"Kalau saya dimintai jawaban tentang bagaimana implementasi syariat Islam di Indonesia? Maka saya akan menjawab implementasinya sudah sangat luar biasa meski belum sempurna tentunya, dan ini merupakan tantangan bagi kita semua," ujarnya.

Kamaruddin menambahkan, salah satu penerapan syariat Islam di Indonesia lainnya adalah hadirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurutnya, MUI adalah salah satu karakteristik budaya Islam di Indonesia yang pantas mendapatkan apresiasi.

"Kita lihat misalnya di seluruh dunia, yang namanya fatwa itu tidak ada yang mengikat fatwa itu sebetulnya, kecuali bagi mustafti (orang yang meminta fatwa). Tapi bagaimana dengan Indonesia? Meskipun tidak mengikat tetapi kekuatan MUI ketika mengeluarkan fatwa itu secara sosiologis sudah sangat mengikat, dan itu sangat luar biasa serta pantas diapresiasi bersama," jelasnya.

Pengarusutamaan Munculnya Ulama Perempuan - (ANTARA)

 
Berita Terpopuler