Ancaman Paparan Bahan Kimia bagi Manusia

Beberapa bahan kimia berbahaya apabila terpapar terus menerus pada tubuh manusia.

PxFuel
Beberapa bahan kimia berbahaya apabila terpapar terus menerus pada tubuh manusia.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, 

Baca Juga

Oleh: Gumanti Awaliyah, Rahma Sulistya

Beberapa zat kimia berbahaya apabila terpapar terus menerus pada tubuh manusia. Risikonya, paparan zat kimia bisa berdampak buruk jangka panjang terhadap kesehatan manusia.

Salah satunya, paparan bahan kimia sintetis yang disebut phthalates dapat menyebabkan sekitar 100 ribu kematian dini setiap tahunnya, di antara individu lansia di Amerika. Ironisnya, phthalates yang dipakai agar membuat plastik lebih fleksibel, ditemukan di ratusan produk seperti kosmetik, detergen, kemasan makanan, sabun, sampo dan lain-lain.

Fakta itu berdasarkan pada sebuah studi baru yang diterbitkan di jurnal Environmental Pollution. Menurut studi, bahan kimia tersebut diketahui mengganggu sistem hormonal tubuh manusia. Gangguan sistem endokrin telah dikaitkan dengan masalah reproduksi, otak, imunitas, dan masalah kesehatan lainnya.

National Institute of Environmental Health Science menilai, potensi masalah kesehatan pada manusia yang terkait phthalates kian kompleks, mengingat banyak individu yang juga terpapar pengganggu sistem endokrin pada saat bersamaan.

Studi terbaru ini dipimpin peneliti di New York University Grossman School of Medicine. Menurut catatan mereka, phthalatest dapat dikaitkan dengan 91 ribu dan 107 ribu kematian dini di AS di antara orang dewasa berusia 55 hingga 64 tahun. Studi ini memperkirakan kematian dapat merugikan negara antara 40-47 miliar dolar AS per tahun.

Para peneliti menganalisis data dari 5.000 orang dewasa berusia antara 55 dan 64 tahun yang berpartisipasi dalam Survei Kesehatan dan Gizi Nasional dari tahun 2001 hingga 2010. Peserta memberikan sampel urin sehingga kadar phthalates mereka dapat diukur. Analisis ini juga melibatkan mereka yang penyebab kematiannya telah dilacak hingga tahun 2015. Studi ini menemukan mereka yang memiliki kadar phthalates lebih tinggi, lebih mungkin meninggal lebih dini karena sebab apa pun, terutama karena masalah jantung.

"Temuan kami mengungkapkan bahwa peningkatan paparan phthalates terkait dengan kematian dini, terutama karena penyakit jantung," kata Leonardo Trasande, penulis utama studi tersebut, dalam sebuah pernyataan.

“Sampai sekarang, kami telah memahami bahwa bahan kimia berhubungan dengan penyakit jantung, dan penyakit jantung pada gilirannya jadi penyebab utama kematian,” kata Trasande seperti dilansir dari The Hill.

Bagaimanapun, penelitian lanjutan di masa depan penting untuk menguatkan simpulan dari penelitian. Atas dasar itulah, peneliti mendorong lebih banyak penelitian tentang masalah ini.

 

Tak hanya zat kimia phthalates, menurut penelitian, bahan kimia bernama ftalat berdampak pada penyusutan penis pria. Hal ini diungkapkan seorang Ahli Epidemiologi dan Lingkungan terkemuka, Dr Shanna Swan. 

Dilansir dari euronews, Swan belum lama ini menerbitkan sebuah buku terkait hubungan antara kimia industri dan panjang penis. Dalam bukunya berjudul 'Count Down', ia menyebutkan bahwa dunia modern telah mengubah perkembangan reproduksi manusia. Bahkan, mengancam masa depan manusia.

Buku ini menguraikan bagaimana polusi menyebabkan tingkat disfungsi ereksi yang lebih tinggi, penurunan kesuburan, dan meningkatnya jumlah bayi yang lahir dengan penis kecil. Meskipun fakta utama tentang penyusutan penis ini mungkin terdengar seperti bahan tertawaan, tetapi penelitian ini melukiskan potret suram dan kemampuan manusia untuk bertahan hidup.

"Di beberapa bagian dunia, rata-rata usia 20-an, manusia menjadi kurang subur dibandingkan neneknya dulu pada usia 35 tahun," tulis Swan.

“Bahan kimia di lingkungan kita dan praktik gaya hidup tidak sehat di dunia modern mengganggu keseimbangan hormon tubuh yang menyebabkan berbagai tingkat kerusakan reproduksi,” tulis dia lebih lanjut.

Ia juga menyebutkan di dalam bukunya bahwa situasi ini sebagai krisis eksistensial global. Manusia memenuhi tiga dari lima kriteria yang menjadi tolak ukur untuk menentukan suatu spesies terancam punah atau tidak

Menurut penelitiannya, gangguan ini disebabkan oleh ftalat, bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan plastik. Ftalat dapat memengaruhi produksi hormon endokrin.

Kelompok bahan kimia ini digunakan untuk membantu meningkatkan kelenturan suatu zat. Bahan kimia ini dapat ditemukan di mainan, kemasan makanan, deterjen, kosmetik, dan banyak produk lainnya. Swan percaya bahwa zat-zat ini secara radikal merusak perkembangan manusia.

"Saat ini, bayi sudah memasuki dunia yang sudah terkontaminasi bahan kimia karena zat yang mereka serap di dalam rahim," kata dia.

Sejak tahun 2000-an, Swan sudah menulis makalah tentang bagaimana flatat dapat berpindah antara orang tua dan anak. Dampaknya pada hasrat seksual perempuan, dan yang terbaru berpengaruh pada panjang penis.

Salah satu penelitiannya yang paling terkenal adalah meneliti persimpangan antara jumlah sperma dan polusi pada 2017. Dalam penelitian inovatif itu, ia mengamati kesuburan pria selama empat dekade terakhir. Setelah mempelajari 185 penelitian yang melibatkan hampir 45 ribu lelaki sehat, Swan dan timnya menyimpulkan bahwa jumlah sperma di antara pria di negara-negara Barat telah turun 59 persen antara tahun 1973 dan 2011.

Namun, di balik ini semua, tetap ada kabar baik. Sejak pembentukan Eropean Environment Agency, paparan polusi partikulat terhadap warga Eropa turun menjadi 41 persen daripada dua dekade lalu. Hal ini diyakini bahwa peraturan yang ada saat ini telah memberi warga Eropa rata-rata tambahan harapan hidup sembilan bulan.

Jadi, jika langkah-langkah pengurangan polusi dapat dilaksanakan dengan baik, masih ada harapan untuk masa depan dan kesuburan umat manusia.

 
Berita Terpopuler