Brazil Mulai Garap Wisata Halal

Kota Foz do Iguau, Brazil dibidik menjadi destinasi wisata ramah Muslim

insideislam.wisc.edu
Muslim Brazil saat melaksanakan shalat jamaah di salah satu masjid di Rio de Janeiro.
Rep: Meiliza Laveda, Dedy Darmawan, Fauziah Mursid Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Oleh: Meiliza Laveda, Dedy Darmawan, Fauziah Mursid

Baca Juga

JAKARTA -- Kota Foz do Iguau, Brazil dibidik menjadi destinasi wisata ramah Muslim. Pasalnya, kota tersebut menyimpan potensi untuk menarik lebih banyak wisatawan bila mengembangkan wisata ramah Muslim.

Kota Foz do Iguau memiliki populasi orang Arab 20 ribu. Jumlah itu sekitar tujuh persen dari 260 ribu dan banyak dari mereka Muslim. Ribuan orang Arab juga tinggal di sisi Paraguay.

Tempat ibadah Islam utama di Amerika Latin Masjid Omar bin Al-Khattab adalah peninggalan sejarah Arab di sana. Foz do Iguaçu memiliki banyak restoran dan toko milik orang Arab. Tur kota tradisional yang ditawarkan oleh pemandu wisata lokal mencakup rencana perjalanan Arab.

Adalah CEO Cdial Halal Ali Saifi, sebuah perusahaan sertifikasi halal di Brasil menjadi sosok dibalik rencana ambisius tersebut.  Ia mengatakan wisata halal bisa menjadi keuntungan bagi bisnisnya.

Lima Langkah Berwisata Aman Saat Pandemi Covid-19 - (Republika)

 “Sudah ada infrastruktur halal yang bagus untuk melayani masyarakat setempat. Kami hanya perlu membawa prinsip-prinsip itu ke hotel dengan bantuan pemerintah,” kata Saifi, dilansir Arab News, Kamis (4/11).

Dengan memperhatikan 1,9 miliar Muslim di seluruh dunia, Wali Kota Chico Brasileiro segera menerima gagasan tersebut.

“Kota kami memiliki salah satu keajaiban alam dunia yang tentunya akan menarik banyak Muslim. Kami ingin memperluas keabadian mereka di sini dengan membuat mereka merasa nyaman dengan keluarga mereka,” ujar dia.

Agen Tur Patrik Dinis yang menawarkan rencana perjalanan Arab kepada kliennya di Foz do Iguaçu dan Ciudad del Este mengatakan turis Brazil sangat tertarik untuk mengenal budaya Arab di kota Foz do Iguaçu. “Budaya Arab terlihat di manapun, mulai dari masjid hingga sekolah Arab dan wanita mengenakan jilbab di jalanan. Bagi wisatawan Muslim, mereka akan merasa seperti di rumah,” kata dia.

 

Peluang Indonesia

Wakil Presiden Maruf Amin menilai tren wisata dunia saat ini juga diwarnai dengan meningkatnya jumlah destinasi wisata halal di berbagai negara. Saat ini destinasi wisata halal tidak saja di negara yang berpenduduk mayoritas muslim.

"Hal ini didorong oleh meningkatnya jumlah pelancong muslim khususnya dari negara-negara Timur Tengah," ujarnya.

Wapres mengatakan, konsep wisata halal berarti pemenuhan fasilitas layanan halal yang ramah bagi wisatawan muslim (moslem friendly tourism) di destinasi wisata, seperti akomodasi, restoran atau makanan halal, tempat ibadah yang memadai, serta fasilitas layanan halal lainnya.

"Upaya ini dimaksudkan untuk mendukung agar Indonesia menjadi leader dalam global halal tourism sekaligus untuk meningkatkan minat wisatawan muslim dunia datang ke Indonesia," katanya.

Sebab, Wapres mengakui dalam implementasinya, pengembangan wisata halal di Indonesia masih terkendala rendahnya literasi masyarakat.

“Untuk itu, kita semua perlu terus berupaya meningkatkan literasi masyarakat mengenai konsep wisata halal,” katanya.

Pemahaman

Pengamat Pariwisata, Ronald Rulindo mengakui  tantangan utama untuk memahamkan pariwisata halal datang dari tingkat pemahaman masyarakat sendiri. "Jangankan bagi non-Muslim, kita yang sesama Muslim juga masih sering berbeda pendapat soal wisata halal," kata Ronald kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Ronald menegaskan, wisata halal semestinya dipahami sebagai wisata yang memudahkan umat Islam untuk berwisata. Sebagai contoh, mendapat kemudahan dalam mengakses tempat peribadatan ketika berwisata di suatu destinasi.

Lebih jauh, ia menilai, diperlukan adanya sertifikasi yang memastikan suatu produk halal untuk memberikan jaminan. Hal ini sebetulnya amat dibutuhkan bagi wisatawan mancanegara.

"Misal ketika kita di suatu daerah ingin makan makanan halal, mudahnya mencari masakan padang. Tapi bagi turis seperti dari Timur Tengah, mereka tidak paham itu. Ketika rumah makan padang ingin disertifikasi, merasa tersinggung karena sudah pasti makanan itu halal. Ini tantangannya," kata dia.

Syarat Mendapat Sertifikasi Halal Gratis - (republika.co.id/antara)

Tantangan selanjutnya, Ronald menyampaikan, infrastruktur untuk mendukung industri pariwisata halal juga butuh dukungan. Bukan hanya soal infrastruktur jalan, namun fasilitas-fasilitas mendasar yang menunjang kebutuhan Muslim.

Ia menilai, saat ini masih terdapat kesenjangan tinggi antara infrastruktur wisata halal di kota-kota besar dan daerah. "Misal di pusat perbelanjaan, tempat ibadah saat ini sudah bagus-bagus. Tapi di daerah belum tentu. Mungkin harus ke masjid, tapi masjid yang ada, toiletnya bermasalah. Ini juga masih jadi pekerjaan rumah," katanya.

Tantangan terakhir yakni soal pengemasan dan strategi promosi wisata halal itu sendiri. Ronald mencontohkan turis-turis timur tengah yang berwisata ke Malaysia sangat mudah memperoleh informasi seputar pariwisata. Sementara di Indonesia dengan wilayah yang sangat besar, akses informasi masih harus dibenahi sehingga memberikan kenyamanan bagi wisatawan.

"Baik dengan travel agent maupun sendiri, mereka mudah mendapatkan informasi. Di Indonesia, itu masih sulit," kata dia.

 

 

Kebutuhan

Setelah 21 tahun tinggal di Amerika Latin, Sheikh Abderrahman Agdaou yang merupakan kelahiran Maroko tahu betul pentingnya menyediakan makanan halal saat berada di luar negeri.

“Banyak orang di Amerika Latin tidak berpikir ada daging babi di beberapa makanan umum. Hal yang sama berlaku untuk alkohol,” ucap dia.

Agdaou tinggal di Chili dan Kosta Rika sebelum menetap di El Salvador pada tahun 2005. Di negara-negara ini, dia selalu memperingatkan komunitas Muslim bahwa hidangan yang tampaknya tidak berbahaya seperti pupusa, roti pipih tradisional Salvador, mungkin dimasak dengan lemak babi yang terbuat dari daging babi.

Agdaou mengalami masalah seperti itu beberapa kali di Amerika Latin. Dia ingat pernah tidak memiliki pilihan makanan selama penerbangan 14 jam dari Maroko ke Chili pada tahun 2000.

“Sebelumnya saya meminta makanan halal kepada pihak maskapai. Saya tidak tahu apakah mereka gagal melakukannya karena kelalaian atau prasangka,” tuturnya. Dengan adanya gagasan wisata halal di Brazil, Agdaou mengaku senang karena Muslim di Amerika Selatan meluncurkan bentuk inisiatif yang baik.

 

 
Berita Terpopuler