Dua Tujuan Utama Standardisasi dan Peran Penting Dai

Program standardisasi dai ini memiliki dua tujuan utama.

blogspot.com
Dakwah islamiyah (ilustrasi).
Rep: Fuji Eka Permana, Muhyiddin, Rossi Handayani, Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Oleh: Fuji Eka Permana, Muhyiddin, Rossi Handayani,

JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Dakwah menggelar program standardisasi dai MUI. Program standardisasi dai ini memiliki dua tujuan utama.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, mengatakan, program standardisasi dai ini mempunyai dua tujuan utama. Yakni taswiyatul afkar dan tansiqul harakah.

"Pertama, taswiyatul afkar atau menyatukan persepsi. Peran organisasi sebagai wasilah atau alat, bukan merupakan tujuan. Karena Islam adalah pegangan kita bersama," kata Kiai Cholil melalui pesan tertulis kepada Republika, Selasa (12/10).

3 Tantangan Umat Islam Versi Wapres - (Data Republika)

Kedua, lanjutnya, tansiqul harakah atau mengharmonikan langkah. Setiap dai memiliki warna dan metode masing-masing ataupun cara penyampaiannya yang khas. Keragaman tersebut bisa menjadi potensi besar untuk menguatkan dunia dakwah.

Kiai Cholil berharap, dengan tujuan taswiyatul afkar dan tansiqul harakah, ragam warna yang dimiliki oleh para dai dapat berpadu menjadi instrumen yang indah sehingga pada saat para dai terjun ke masyarakat, tidak ada saling serang antar dai, melainkan saling berbagi peran, saling melengkapi, dan mengisi khazanah dunia dakwah.

"Standardisasi yang diselenggarakan ini berarti bergabungnya para dai dalam payung besar MUI sebagai khadimul ummah dan shadiqul hukumah, bukan perpanjangan pemerintah. Jadi kita berhak juga mengoreksi, itu adalah posisi MUI, termasuk peran dai yang perlu melakukan ini," ujarnya.

Kiai Cholil memastikan standardisasi dai bukan paksaan atau prasyarat dalam berdakwah. Tetapi dengan memiliki syahadah dai standardisasi MUI, banyak manfaatnya terutama untuk keperluan administratif jika akan berceramah ke luar negeri.

"Juga sekarang beberapa lembaga penyiaran  mengutamakan dainya yang berstandar Majelis Ulama Indonesia atau hasil rekomendasi MUI," jelasnya.

Ia menegaskan, dengan adanya standardisasi dai MUI ini bukan berarti melarang dai-dai yang belum berstandar untuk ceramah. Mereka yang tidak ikut program standardisasi dai MUI tetap berhak berceramah. Namun mereka tidak bergabung dalam ikatan dai MUI dan tidak direkomendasikan oleh MUI. 

"Sebaliknya MUI turut membina para dai yang berstandar MUI agar dalam dakwahnya menginspirasi umat dan mematuhi kode etik dakwah," kata Kiai Cholil.

 

 

Positif 

Komisi Dakwah mengungkap sudah ada sekitar 1.000 orang lebih yang mendaftar program standarisasi dai MUI. Namun hanya 300 orang yang akan mengikuti program standarisasi dai MUI sampai akhir tahun.

"Yang mendaftar program standarisasi dai MUI ada 1.000 lebih, tetapi kita seleksi per angkatan hanya 50 orang, jadi dari 1.000 orang itu diambil hanya 300 orang untuk enam kelompok," kata Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi.

Kiai Zubaidi mengatakan, pendaftaran program standarisasi dai MUI terus dibuka. Jadi jumlah pendaftarnya akan lebih dari 1.000 orang. Setiap kelompok ada 50 orang yang mengikuti program standarisasi dai MUI. Mereka mengikuti program tersebut di kantor pusat MUI.

"Program dilaksanakan dengan protokol kesehatan sangat ketat, semua peserta program standarisasi dai MUI melakukan swab antigen di tempat sebelum masuk," ujarnya.

Para dai yang mengikuti program ini berasal dari berbagai ormas Islam. Tapi mereka mengikuti standarisasi dai MUI secara individu.

Kiai Zubaidi menegaskan target dari program standardisasi tersebut adalah melahirkan dai-dai berkompeten dalam bidang dakwah. Menurut Kiai Zubaidi, para dai tidak hanya diberikan pemahaman yang sifatnya penguasaan materi, tapi juga dalam metode berdakwah.

“Target standardisasi ini adalah ingin melahirkan dai-dai yang memiliki kompetensi yang cukup dalam dakwah baik dari segi penguasaan materi keagamaan, kebangsaan,” katanya.

 

 

Diseleksi

Waktu sedandarisasi tidak panjang hanya sekitar 16 jam yang dilaksanakan dalam satu hari. Sebab peserta yang mengikuti standardisasi ini  berasal dari para dai yang sudah praktik berdakwah di tengah masyarakat. 

Kiai Zubaidi menerangkan, peserta program standarisasi diseleksi dari peserta yang mendaftar. Peserta yang diundang mengikuti standardisasi adalah mereka yang memiliki kualifikasi, di antaranya sudah banyak kiprah dakwahnya dan diutamakan sudah pernah mengikuti pelatihan dai sebelumnya.

Sejarah Islam mengenal kertas (ilustrasi) - (republika)

"Dengan standardisasi ini, para dai, justru dibukakan akses dakwahnya lebih luas lagi, mengingat sekarang di masyarakat banyak instansi atau masjid atau lembaga penyiaran mengutamakan dai-dai yang direkomendasikan oleh lembaga dakwah termasuk MUI," ujar Kiai Zubaidi.

Ia menegaskan, bahkan ketika akan dakwah ke luar negeri pun, biasanya diminta rekomendasinya dari lembaga dakwah, dan sertifikat standardisasi dapat menggantikan keperluan tersebut. Jadi dengan sertifikat standardiasi dai MUI justru seorang dai akan lebih mudah lagi dalam mengambangkan dakwahnya.

 

Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Prof KH Achmad Satori Ismail mengatakan standarisasi untuk membekali dai tentang pengetahuan dan wawasan kebangsaan, sebaiknya tidak hanya berlaku bagi umat islam, khususnya para penceramah.  

"Jangan ditunjukkan kepada umat islam saja, yang lain juga (harus) mengerti, apa lagi ada orang-orang yang mungkin kelompok-kelompok kurang wawasan kebangsaan, seperti mungkin orang yang gampang korupsi perlu juga," kata Kiai Satori.

 

"Pemuka agama lain, dai penting jadi perangkat umat, kalangan lain penting, seluruh ini saling menyatukan kita. Sebenarnya yang dibutuhkan umat bangkit bersama bersatu, jangan sampai ekonomi dijajah, budaya dijajah orang lain," lanjutnya.

 
Berita Terpopuler