Warga China Diminta Timbun Sembako, Spekulasi Perang Taiwan?

Sebagian besar penduduk diwawancarai di Beijing mengira perang tak mungkin terjadi

AP/Reuters/berbagai sumber
Hubungan Taiwan dan China kian memanas.
Rep: Dwina Agustin Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah merekomendasikan bagi warga China untuk menyimpan kebutuhan darurat. Saran ini memicu kepanikan warga dalam membeli barang dan spekulasi daring, apakah China akan berperang dengan Taiwan?

Jawaban atas dugaan itu mungkin adalah "tidak", tetapi unggahan di media sosial menunjukkan kemungkinan itu ada di pikiran orang dan mengeluarkan banyak komentar pro-kontra.

Baca Juga

Sebagian besar penduduk yang diwawancarai di Beijing mengira perang tidak mungkin terjadi. Namun mereka mengonfirmasi meningkatnya ketegangan. Mereka umumnya lebih suka membawa Taiwan di bawah kekuasaan China dengan cara damai, sesuai posisi resmi Partai Komunis China yang sudah lama berkuasa.

"Saya tidak merasa panik tetapi saya pikir kita harus lebih waspada tentang ini daripada di masa lalu," kata Hu Chunmei, yang sedang berjalan-jalan di lingkungan sekitar.

Takut perang atau tidak, ada laporan yang tersebar tentang kehabisan beras, mie, dan minyak goreng di beberapa kota di Cina. Kekhawatiran yang lebih mendesak bagi sebagian orang adalah kemungkinan penguncian lingkungan karena wabah Covid-19 menyebar di beberapa provinsi.

Pemerintah bergerak cepat untuk mencoba meredam ketakutan dengan jaminan pasokan yang cukup. Sebuah tanda kuning cerah di lorong supermarket Beijing meminta pelanggan untuk membeli secara wajar dan tidak mendengarkan rumor atau menimbun barang.

Spekulasi daring dimulai dengan pemberitahuan Kementerian Perdagangan yang diunggah Senin (1/11) malam, tentang rencana untuk memastikan pasokan dan harga sayuran yang stabil dan kebutuhan lainnya untuk musim dingin dan musim semi.

 
Rekomendasi didalamnya mendorong keluarga untuk menyimpan beberapa kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari dan keadaan darurat. Pengumuman itu sudah cukup untuk memicu beberapa penimbunan dan diskusi di media sosial. Pernyataan tersebut seakan memberi sinyal kepada orang-orang agar bersiap untuk perang.

 

 

 

Media Pemerintah China telah meliput ketegangan yang meningkat dengan Taiwan, termasuk kata-kata yang sering dipertukarkan antara China di satu sisi dan Amerika Serikat (AS) dan Taiwan di sisi lain.

"Itu wajar untuk membangkitkan imajinasi. Kita harus mempercayai penjelasan pemerintah, tetapi kecemasan yang mendasarinya layak untuk dipikirkan," kata komentator sosial Shi Shusi.

Shi mengatakan, pandangan populis yang mendukung perang tidak mewakili pendapat mayoritas tetapi mengirim sinyal atau peringatan ke Taiwan. Perkembangan lain memicu spekulasi perang.

Salah satu orang membagikan tangkapan layar dari daftar peralatan darurat yang direkomendasikan untuk keluarga yang dikeluarkan pada  Agustus oleh pemerintah di Xiamen, sebuah kota pesisir dekat pulau terpencil Taiwan.

Laporan yang belum diverifikasi mengatakan para veteran dipanggil kembali untuk bertugas mempersiapkan pertempuran. Namun laporan itu dibantah oleh akun media sosial yang berafiliasi dengan militer pada Rabu (3/11).

Sulit untuk mengukur berapa banyak orang yang menafsirkan pemberitahuan itu sebagai kemungkinan awal perang. Namun reaksinya cukup kuat untuk memicu tanggapan media pemerintah pada hari berikutnya.

Sebuah surat kabar milik pemerintah China Economic Daily mengatakan, imajinasi orang tidak boleh menjadi begitu liar. Dalam laporan itu menjelaskan bahwa saran itu ditujukan untuk orang-orang yang mungkin mendapati diri mereka tiba-tiba terkunci karena wabah Covid-19, bukan soal perang.

Pemimpin redaksi surat kabar yang memiliki hubungan dengan partai berkuasa China Global Times, Hu Xijin, menyalahkan spekulasi daring pada penguatan opini publik selama masa ketegangan.

"Saya tidak percaya bahwa negara ingin mengirim sinyal kepada publik saat ini melalui pemberitahuan dari Kementerian Perdagangan bahwa orang perlu 'bergegas dan bersiap untuk perang'," tulisnya.

Taiwan siaga

Namun bagaimana pun Taiwan telah siaga untuk mengantisipasi serangan China. Menteri Pertahanan Taiwan mengatakan, mulai tahun depan Taipei akan meningkatkan latihan pasukan cadangan. Peningkatan latihan tempur ini digelar saat China meningkatkan aktivitas militer dekat pulau tersebut.

Ketegangan antara Taiwan dan China yang mengklaim pulau demokratis tersebut sebagai wilayah kedaulatannya meningkat tajam dalam beberapa pekan terakhir. Beijing meningkatkan tekanan militer seperti mengirimkan pesawat tempur ke zona pertahanan udara Taiwan.

Bulan lalu Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng menggambarkan situasi saat ini 'paling serius' selama 40 tahun lebih. Ia juga meminta anggaran militer tambahan untuk membangun senjata dalam negeri.

Dalam pernyataannya, Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan mulai tahun depan latihan penyegaran untuk pasukan cadangan akan ditambah menjadi 14 hari dan dari lima menjadi tujuh hari sepekan. "Untuk meningkatkan dengan efektif kemampuan tempur pasukan cadangan," kata kementerian Selasa (2/11).

Kementerian Pertahanan Taiwan menambahkan para pasukan cadangan wajib melipatgandakan jumlah peluru yang mereka tembakan selama latihan menembak. Sementara latihan tempur menjadi 56 jam dari sebelumnya yang hanya setengah hari.

 

 
Berita Terpopuler