Vaksinasi Lansia yang Masih Jauh dari Target Awal

Baru 25 persen target lansia yang sudah divaksinasi penuh.

Wihdan Hidayat / Republika
Dokter dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan vaksinasi Covid-19 untuk lansia di UPT Rumah Pelayanan Lansia Budi Dharma, Umbulharjo, Yogyakarta, Senin (4/10). Pelayanan vaksinasi Covid-19 dilakukan dengan sistem jemput bola. Hal ini dilakukan untuk lansia yang memiliki keterbatasan untuk pergi ke sentra vaksinasi Covid-19. Ada sembilan warga lansia yang bisa divaksinasi kali ini setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Baca Juga

Usaha mengejar target vaksinasi kelompok lanjut usia (lansia) menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Pemerintah telah menetapkan sekitar 21,5 juta lanjut usia (lansia) di Tanah Air menjadi target sasaran vaksinasi Covid-19 dosis pertama. Kendati demikian, kurang dari 40 persen lansia yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis pertama hingga per Jumat (29/10).

"Kurang dari 40 persen dari 21,5 juta lansia yang baru mendapatkan vaksin dosis pertama dan kurang dari 25 persen dari total sasaran yang berhak mendapatkan dosis kedua," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro saat mengisi konferensi virtual FMB9, Jumat.

Rendahnya cakupan vaksinasi Covid-19 pada lansia membuat Reisa meminta masalah ini perlu menjadi perhatian bersama. Sebab, dia melanjutkan, lansia masih dibayang-bayangi risiko tertular Covid-19 dan dapat menderita gejala yang berat atau bahkan long Covid-19 atau post Covid-19 syndrome. 

Semua pihak harus memperhatikan masalah ini karena untuk memastikan kondisi aman maka setiap orang harus aman. Apalagi, dia melanjutkan, Indonesia menjadi contoh baik dalam pengendalian Covid-19. "Jadi mari tunjukkan prestasi lebih baik dari upaya vaksinasi kita (Indonesia) yang sudah mencapai hampir 60 persen dosis pertama dan hampir 40 persen di dosis kedua," ujarnya.

Pemerintah pun mendorong personel TNI-Polri di setiap daerah melakukan evaluasi program vaksinasi Covid-19 kepada kelompok lanjut usia untuk menemukan pendekatan yang tepat. Selain itu, Kementerian Kesehatan RI juga berupaya mendekatkan layanan vaksinasi agar bisa lebih dijangkau oleh kelompok lansia.

"Sentra-sentra vaksinasi terus diperbanyak di seluruh pelosok Tanah Air dan meminta anggota keluarga untuk lebih proaktif lagi memberikan pemahaman kepada orang tuanya maupun anggota keluarga yang lanjut usia supaya mau divaksinasi," katanya.

Reisa menambahkan Indonesia sedang diperhatikan dunia sebagai contoh baik dalam program vaksinasi Covid-19. "Mari tunjukkan prestasi lebih baik dari upaya vaksinasi kita yang sudah mencapai hampir 60 persen dosis pertama dan hampir 40 persen dosis kedua," katanya.

Data Satgas menunjukan, baru sekitar 25 persen dari kelompok masyarakat rentan yang telah divaksinasi lengkap. “Baru sekitar 25 persen dari kelompok masyarakat rentan yang divaksinasi lengkap. Dan baru 50 persen dari target 141.211.181 warga rentan dan umumnya sudah vaksin pertama,” ujar Reisa saat konferensi pers PPKM, dikutip pada Kamis (28/10).

Sedangkan pada vaksinasi anak-anak berusia 12-17 tahun, baru sekitar 3,1 juta anak-anak yang telah divaksin lengkap dan sebanyak 3,8 juta yang baru mendapatkan dosis pertama. Reisa pun kemudian menyoroti capaian vaksinasi pada kelompok lansia yang masih rendah.

Dari 21,5 juta lansia yang menjadi target vaksinasi, baru sekitar 23,7 persen atau sekitar 5,1 juta yang mendapatkan vaksin lengkap serta baru sekitar 38 persen atau 8,2 juta yang mendapatkan dosis pertama.

“Dan yang paling serius adalah kaum lansia yang masih banyak yang harus dipersuasi untuk ikut program vaksinasi,” kata dia.

Minimnya lansia yang sudah divaksinasi menjadi isu serius. Sebab kondisi tersebut dapat menjadi titik lengah penularan kasus baru. Ia menyampaikan, risiko tertular Covid-19 akan tetap tinggi jika di ruang publik masih banyak yang belum divaksinasi.

“Jadi, kita punya dua pilihan wajib saat ini. Bantu gencarkan vaksinasi lansia, kelompok rentan, dan anak sambil tetap bermasker dan jaga jarak,” tambah Reisa.

 

 

 

Sebelumnya, Dokter spesialis penyakit dalam Soekamto Koesnoe mengatakan, orang tua yang lansia rentan terhadap infeksi virus meskipun hanya tinggal di rumah. Penyebabnya daya tahan tubuh yang sudah tak sebagus kelompok usia yang lebih muda.  

Soekamto menjelaskan, walaupun para lansia hanya tinggal di rumah, mereka  rentan terhadap infeksi. "Daya tahan tubuhnya itu tidak sebagus orang yang lebih muda. Oleh karena itu, saat virus yang masuk dalam tubuh seseorang yang muda dan sehat mungkin tak jadi masalah, tetapi pada orang tua yang daya tahan tubuhnya lebih rendah akan menjadi sakit dan bisa jadi masalah," katanya, beberapa waktu lalu.  

Ia menambahkan, orang tua yang jatuh sakit terinfeksi Covid-19 akan mengalami kondisi lebih parah dibandingkan orang lebih muda yang juga terinfeksi virus. Ini terlihat dari statistik yang menyebutkan angka keparahan dan kematian lansia jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lain.  

Oleh karena itu, ia menegaskan vaksin penting diberikan untuk melindungi lansia. Namun, ia mengingatkan karena lansia memiliki kerentaan, maka harus hati-hati dalam memberikan vaksin Covid-19.  

"Karena kalau kondisinya renta dan kalau ada stressor tertentu yang ringan seperti demam karena vaksin Covid-19 maka dapat menjadi pemicu," katanya. 

Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) menyebut sebagian masyarakat lansia ragu terhadap khasiat vaksin Covid-19 atau disebut kelompok hesitancy. Pemberian pemahaman ke kelompok lansia tersebut dinilai ITAGI penting. 

"Ternyata banyak sekali faktor yang mempengaruhi. Hesitancy ini sebetulnya masalah individu masalah seseorang menerima vaksinasi. Dia bisa menerima, tapi juga masih menolak," kata Ketua ITAGI Sri Rezeki Hadinegoro, Rabu (20/10).

Sri mengatakan, kelompok hesitancy sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam memberikan pemahaman terhadap masyarakat. Sri menyarankan agar pemerintah melibatkan kalangan profesional di bidang kesehatan dalam memberikan informasi yang dapat dimengerti oleh kalangan lansia.

"Dia harus dilatih dengan baik agar bisa memberikan pelayanan yang baik," katanya. 

Hal yang tidak kalah penting, kata Sri, adalah komunikasi media massa dalam memberikan pencerahan terhadap kelompok hesitancy. Hasil survei ITAGI melaporkan sebagian kelompok hesitancy memiliki permasalahan dengan vaksinasi di masa lalu yang mengecewakan. Sebagian lagi tidak memahami risiko dan manfaat vaksin. "Mungkin ada juga masalah-masalah dengan pantangan di ajaran agama mereka dan sebagainya," katanya.

Ia menjelaskan, tidak sedikit juga lansia yang merasa takut dengan jarum suntik dan khawatir dengan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) dan ada pula yang gagap teknologi. Sri memastikan bahwa vaksin memiliki banyak keuntungan bagi daya tahan tubuh terhadap penyakit, misalnya mengurangi sakit, penularan, kecacatan bahkan kematian.

"Tapi di samping itu ada juga risiko yang juga harus kita terangkan sehingga mereka paham apa yang harus dilakukan," katanya.

 

Sri menyarankan, agar seluruh keluhan dari kelompok vaksin hesitancy didengarkan dan dijawab, sedangkan kepada mereka yang menolak jangan didebat dan disalahkan apalagi dipaksa. "Yang terpenting lainnya adalah jangan mengulang-ulang hoaks. Ini pentingnya peran keluarga, tetangga, RT/RW dalam membantu lansia meluruskan kabar bohong," katanya.

Tips sehat untuk lansia di masa pandemi. - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler