Menlu UEA Akhiri Kunjungan ke AS
UEA diketahui telah melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel tahun lalu.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed al-Nahyan mengakhiri kunjungan resminya selama empat hari ke Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (16/10). Selain bertemu Menlu AS Antony Blinken, Sheikh Abdullah turut bersua dengan Menlu Israel Yair Lapid.
Kunjungan tersebut menghasilkan dua kelompok kerja trilateral. Pertama tentang koeksistensi agama dan lainnya perihal masalah air serta energi. “Kunjungan diplomat tertinggi UEA ke Amerika memberikan contoh tindakan bersama antara sekutu untuk memperkuat perdamaian dan stabilitas regional dengan cara yang akan membantu memenuhi aspirasi negara-negara di kawasan tersebut,” kata kantor berita UEA, Emirates News Agency (WAM) dalam laporannya.
UEA diketahui telah melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel tahun lalu. Hal itu tercapai berkat bantuan mediasi yang diperankan AS. Sheikh Abdullah mengungkapkan, hubungan UEA-AS telah tumbuh signifikan selama periode terakhir. Sementara itu Blinken menekankan hubungan strategis antara kedua negara dan pentingnya hal itu dalam mendukung koeksistensi damai di kawasan Timur Tengah.
Blinken menyebut, normalisasi diplomatik antara negara-negara Arab dan Israel akan berkontribusi dalam mencapai stabilitas di kawasan. “Kami bekerja sama untuk memberikan masa depan yang cerah bagi masyarakat di kawasan ini,” ujarnya.
Dalam kunjungannya, Sheikh Abdullah turut bertemu penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan. Mereka membahas upaya yang dapat dilakukan kedua negara untuk membantu membangun perdamaian serta stabilitas di kawasan.
Pada 15 September 2020, Bahrain dan UEA menandatangani perjanjian normalisasi diplomatik dengan Israel. Hal itu tercapai berkat mediasi dan dukungan AS di bawah kepemimpinan mantan presiden Donald Trump. Kesepakatan normalisasi tersebut dikenal dengan nama Abraham Accords.
Selain UEA dan Bahrain, AS pun membantu Israel melakukan normalisasi diplomatik dengan Sudan serta Maroko. Palestina mengecam kesepakatan damai tersebut. Menurut Palestina, apa yang dilakukan negara-negara Muslim terkait merupakan “tikaman” bagi perjuangannya memperoleh kemerdekaan. (Kamran Dikarma)