Polandia Berencana Bangun Tembok Perbatasan dengan Belarusia

Polandia berencana membangun tembok perbatasan untuk menahan gelombang imigran masuk

wikipedia
Bendera Polandia. Polandia berencana membangun tembok perbatasan untuk menahan gelombang imigran masuk.
Rep: Lintar Satria Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA -- Polandia berencana menggelontorkan 404 juta dolar AS atau 1,6 miliar zlotys untuk membangun tembok perbatasan dengan Belarusia. Rencana tersebut tercantum dalam rancangan undang-undang yang dibahas anggota parlemen Polandia Rabu (13/10).

Pembangunan tembok perbatasan bertujuan untuk menahan gelombang imigran yang mencoba menyeberang dari Belarusia ke Polandia. Hal ini dilaporkan setelah kepolisian Jerman melaporkan peningkatan jumlah imigran yang masuk Jerman melalui perbatasan Belarusia-Polandia.

Mulai Agustus lalu Polandia sudah membangun kawat berduri di sepanjang perbatasan dengan Belarusia untuk menahan penyeberangan imigran ilegal. Langkah itu banyak dikritik imigran karena Polandia memperlakukan mereka tidak manusiawi.

Tembok baru yang juga dilengkapi dengan sistem sensor gerak dan kamera akan meningkatkan keamanan perbatasan Polandia. Selain Polandia, dua negara Uni Eropa lainnya yakin Lithuania dan Latvia sudah melaporkan lonjakan imigran dari negara-negara seperti Afghanistan, Iran, dan Irak yang masuk dari Belarusia.

Warsawa dan Uni Eropa mengatakan Belarusia melakukan apa yang mereka sebut sebagai 'perang hybrid'. Brussel yakin Belarusia sengaja membuka keran imigran ke negara-negara anggota Uni Eropa karena sanksi yang diberikan blok itu pada Minsk.

"Terlepas dari fakta wilayah perbatasan antar negara Polandia-Belarusia sudah dipasang kawat berduri dan dan pagar kawat tipe konsertina, angka upaya penyeberangan tidak menurun tapi bertambah," kata rancangan undang-undang tembok perbatasan di situs parlemen, Rabu (13/10).

Penjaga Perbatasan Polandia mengatakan dari Januari hingga akhir September mereka mencegah 9.287 upaya penyeberangan dari perbatasan Belarusia. Sekitar 8.000 di antaranya terjadi dua bulan terakhir.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler