Peneliti BRIN: Program Eliminasi Malaria Belum Efektif

Vector control merupakan cara terbaik kendalikan malaria.

EPA
Nyamuk Anopheles gambiae, vektor dari parasit malaria, menyedot darah ketika mengigit peneliti the International Centre for Insect Physiology and Ecology (ICIPE) di Nairobi, Kenya, April 2008.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti ahli madya Pusat Riset Biologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Nurkanto mengatakan, hingga saat ini program eliminasi malaria belum efektif. Meski begitu, ia menilai, penurunan kasus bisa dikendalikan.

Arif mengemukakan, program eliminasi malaria menghadapi sejumlah tantangan. Contohnya, tingkat resistensi malaria terhadap antimalaria makin tinggi sehingga obat tidak efektif, biaya yang besar, dan siklus hidup dengan beberapa tahap dari malaria yang membutuhkan cara yang berbeda-beda.

"Cara terbaik adalah vector control (pengendalian vektor), sayangnya belum ada cara efektif untuk vector control sampai saat ini," kata Arif.

Kunci penurunan kasus malaria adalah penggunaan antimalaria yang tepat dan tuntas menggunakan minimal dua obat kombinasi untuk mencegah penularan dan resistensi. Selain itu, perlu pengendalian vektor malaria dengan menghambat perkembangan nyamuk.

Baca Juga

 

Arif mengatakan, peneliti masih giat mencari penemuan obat baru untuk malaria. Di samping itu, penelitian untuk memutus siklus hidupn malaria juga dilakukan, misalnya dengan mengontrol nyamuk Anopheles.

Ada juga pengembangan riset vaksin di tahap liver stage. Arif mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengembangkan obat baru antimalaria.

"Kami bagian dari tim yang sedang mengembangkan obat baru antimalaria. Vaksin dan vector control belum dikerjakan di kami," ujarnya.

Arif menjelaskan, malaria berkembang di tubuh manusia di dua siklus, yakni liver stage (di hati) dan blood stage (di darah). Gejala dan kondisi fatal terjadi di blood stage. Sementara di liver stage, hampir semua tidak bergejala dan tidak berbahaya.

 
Berita Terpopuler