Soedirman, Santri yang Jadi Jenderal Bintang Lima

Soedirman bahkan diketahui pernah menjadi Guru hingga Kepala Sekolah HIS Muhammadiyah

Wihdan Hidayat / Republika
Patung gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman dipajang di halaman pintu masuk Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Rabu (3/3). Patung Panglima Besar Tidak Pernah Sakit ini karya pematung Yusman. Dipasang di pintu masuk Benteng Vredeburg dalam rangka memperingati serangan umum 1 Maret di Yogyakarta.
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Hingga HUT ke-76 TNI saat ini,  telah banyak dikenal tokoh besar yang berasal dari institusi tersebut. Namun, Panglima Besar Jenderal Soedirman akan jadi salah satu tokoh yang tidak akan luput jika membahas tentang Tentara Nasional Indonesia. 

Baca Juga

Selain perjuangannya dalam kemerdekaan, sosoknya yang dikenal religius sejak kecil adalah sisi menarik lain dari sejarah Jenderal Soedirman. Selain menimba ilmu agama, ia dikenal sebagai pengajar atau pendakwah Islam saat beranjak dewasa. Soedirman bahkan diketahui pernah menjadi Guru hingga Kepala Sekolah HIS Muhammadiyah. 

Sebuah surat kabar Belanda bahkan seakan meremehkan Soedirman saat diangkat menjadi Panglima Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan sebuah tulisannya. “Republik Indonesia mengangkat seorang guru SD menjadi panglima besar. Tahu apa guru sekolah itu!."

Jenderal Soedirman yang religius juga tergambar dalam sebuah pidatonya yang ditulis Letjen (purn) TNI AD Tjokropranolo dalam buku Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia. 

"Kita dasarkan perjuangan sekarang ini atas dasar kesucian. Kami yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak akan melalaikan hambanya yang memperjuangkan sesuatu yang adil berdasarkan kesucian batin. Kita insya Allah akan menang jika berjuang kita sungguh berdasarkan kesucian, membela kebenaran dan keadilan,"katanya. 

 

 

Pidato Soedirman kepada pemuda saat membina di Kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan juga jadi salah satu bukti pemahamannya akan agama. “Wahai para Pemuda Muhammadiyah, ada dua pilihan penting dalam kehidupan yang kita jalani saat ini, yang pertama iskhariman, yakni hidup yang mulia. Dan yang kedua adalah musyahidan, yakni mati syahid. Kalian memilih yang mana?, " kata Soedirman. 

“Kalau memilih iskhariman, bagaimana syaratnya?” kata Hardjomartono menanggapi. 

Soedirman menjawab, “Kamu harus selalu beribadah dan berjuang untuk agama Islam.” 

“Bagaimana kalau pilih musyahidan?” timpal Hardjomartono. 

Soedirman kembali menjawab, “Kamu harus berjuang melawan setiap bentuk kebatilan dan berjuang untuk memajukan Islam.” 

“Jadi, semua harus berjuang?” sambung Hardjomartono. 

Soedirman menjawab, “Kedua pilihan itu seimbang. Kita akan mendapatkan semua kalau mau, sebab seorang yang mendapatkan kemuliaan tentu harus berlaku sesuai ajaran dan berjuang di jalan Islam. Salah satu musuh penghalangnya saat ini adalah penjajahan. Karena itu, agar pemuda mendapatkan kemuliaan maka harus bersiap untuk berjuang, siap syahid untuk mendapatkan kemerdekaan, para pemuda harus berani untuk jihad fisabillilah.” terangnya.

 

 
Berita Terpopuler