Kematian Anak Akibat Covid Tertinggi di Usia Sekolah

Kemendikbudristek sebut masih ada sekolah yang belum pahami prokes PTM.

ANTARA/Maulana Surya
Petugas kesehatan melakukan tes usap antigen kepada siswa di SDN 40 Laweyan Solo, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021). Tes usap yang diikuti 117 siswa dan belasan guru sekolah setempat dilakukan usai orang tua murid memberikan laporan bahwa ada beberapa guru setempat yang tidak memakai masker saat pembelajaran tatap muka (PTM).
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Silvy Dian Setiawan, Bowo Pribadi, Ronggo Astungkoro

Pertemuan Tatap Muka (PTM) dan penularan Covid-19 menjadi isu di saat anak-anak mulai kembali ke sekolah. Meski Kemendikbud sudah menegaskan ulang masalah klaster sekolah, namun faktanya anak-anak adalah kelompok yang rentan Covid-19.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) Aman Pulungan mengatakan, hingga September 2021, data anak yang meninggal dunia akibat Covid-19 sudah mencapai 1.800 orang. Sedangkan angka positif Covid-19 pada anak tercatat  sekitar 260 ribu kasus.

Berdasarkan data tersebut, di antara anak-anak terkonfirmasi Covid yang ditangani oleh dokter anak, angka kematian tertinggi pada anak usia 10-18 tahun (26 persen), diikuti 1-5 tahun (23 persen), 29 hari-kurang dari 12 bulan (23 persen), 0-28 hari (15 persen), dan 6 tahun-kurang dari 10 tahun (13 persen).

Angka ini, kata Aman, akan terus berubah. Berdasarkan data akhir Juni-September 2021, rata-rata 100 anak Indonesia meninggal setiap pekannya.

“Kami tidak mengkritisi apapun level PPKM atau penilaiannya tetapi kita
mesti melihat bahwa minggu 20 Agustus 2021, anak masih ada yang meninggal dan kasus masih bertambah. Ini kan kita harus hati-hati jadinya,” kata Aman dalam keterangannya, Senin (27/9).

IDAI mencatat, selama Maret-Desember 2020 atau gelombang pertama Covid-19 di Indonesia, didapatkan 37.706 kasus anak terkonfirmasi Covid-19. Data Kemenkes pada waktu yang sama mendapatkan 77.254 kasus anak terkonfirmasi Covid dari total kasus 671.778, yaitu sekitar 11.5 persen. Perbedaan jumlah ini terjadi karena di penelitian ini yang terdata hanyalah kasus yang ditangani oleh dokter anak.

Sedangkan Kemenkes juga memasukkan data dari anak yang tidak bergejala dan hasil telusur kontak. Hal tersebut pun diamini oleh Juru Bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi. Ia menekankan berdasarkan data yang dimiliki, angka kasus positif Covid-19 pada anak sekitar 11-12 persen.

Berdasarkan laporan hasil riset IDAI tersebut juga menyebutkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) Covid anak di Indonesia ini jauh lebih tinggi dibanding di negara lain seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, kemungkinan karena kapasitas pemeriksaan yang rendah sehingga banyak kasus yang tidak terdeteksi.

Aman menegaskan, hasil penelitian IDAI tersebut dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Frontiers in Pediatrics yang terbit 23 September 2021 lalu. “Penelitian ini adalah gambaran data terbesar pertama kasus Covid anak di Indonesia pada gelombang pertama Covid. Angka kematian yang cukup tinggi adalah hal yang harus dicegah dengan deteksi dini dan tata laksana yang cepat dan tepat,” kata Aman.

Sementara Nadia mengatakan saat ini pihaknya terus berupaya memberikan perlindungan kepada anak dan remaja dari Covid-19. Salah satu caranya drngan terus menggenjot vaksinasi Covid-19 baik kepada orang dewasa, anak dan remaja.

"Untuk sasaran vaksinasi dewasa harus segera divaksin termasuk remaja untuk memberikan perlindungan kepada anak anak yang belum di vaksin dengan adanya pertahanan bersama (herd imunity)," tegas Nadia.

Untuk memastikan PTM berjalan lancar, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mengingatkan sekolah mewaspadai kegiatan siswa saat berada di luar kelas. Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan, sekolah perlu mewaspadai ketika siswa datang ke sekolah, ketika sisa menuju ruang kelar dan ketika dijemput orang tua saat pulang.  

Pasalnya, kerumunan dan interaksi dapat terjadi saat siswa berada di luar kelas. Sehingga, memungkinkan terjadinya penularan Covid-19 di lingkungan sekolah saat dilaksanakannya uji coba PTM terbatas.

"Bagi sekolah yang akan melaksanakan pembelajaran tatap muka hendaknya mewaspadai dan mengantisipasi kondisi rawan di atas agar tidak terjadi klaster baru di sekolah," kata Heroe di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Senin (27/9).

Heroe menyebut, PTM terbatas ini hanya digelar dari SD kelas enam ke atas. Sementara itu, vaksinasi Covid-19 terhadap siswa sendiri juga terus dipercepat.

Di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo meminta bupati dan wali kota melakukan percepatan vaksinasi pada remaja/siswa SMP dan SMA sederajat. Percepatan vaksinasi Covid-19 bagi remaja menjadi salah satu opsi yang harus dilakukan guna merespons evaluasi pelaksanaan PTM.

Para bupati dan wali kota juga diminta melakuan pemantauan yang ketat terhadap pelaksanaan PTM terbatas di daerahnya. Bila perlu menyempurnakan sistem PTM dengan menggandeng para ahli.

“Saya minta, satu, bantuan kabupaten/kota untuk mengawasi PTM jenjang SD, TK dan PAUD, karena mereka belum bisa divaksin. Kedua, untuk level SMP, SLA, SMK, Madrasah, sederajat, kita minta untuk dilakukan percepatan vaksinasi,” ungkapnya, di Semarang, Senin (27/9).

Ia mengatakan, Jawa Tengah telah mendapatkan alokasi vaksin dari Pemerintah Pusat sebanyak 2,6 juta dosis dalam sepekan. Oleh karenanya, kabupaten dan kota bisa bekerja dengan cepat dan tepat untuk menghabiskan dosis vaksin Covid-19 yang telah diberikan.





Baca Juga

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melihat masih ada sekolah yang belum memahami dengan baik penerapan protokol kesehatan (prokes) selama pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di sekolah. Kemendikbudristek menyatakan telah menegur sekolah-sekolah tersebut dan meminta Dinas Pendidikan (Disdik) setempat untuk meningkatkan edukasi pedoman PTM terbatas.

"Betul. Di sebagian kecil sekolah yang kami kunjungi, masih ada yang belum memahami dengan benar penerapan protokol kesehatan selama PTM terbatas di sekolah," ujar Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristekdikti, Muhammad Hasbi, kepada Republika, Senin (27/9).

Hasbi menyampaikan, pihaknya langsung menegur sekolah-sekolah tersebut. Selain itu, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan Disdik setempat untuk meningkatkan edukasi terkait ketaatan sekolah terhadap pedoman PTM terbatas dan pemenuhan prokes di lingkungan satuan pendidikan.

Dia mengaku belum memiliki angka pasti terkait jumlah sekolah yang belum melaksanakan prokes dengan baik di lingkungan sekolah. Tapi, berdasarkan perkiraan, Hasbi menyebut jumlahnya tidak mencapai lima persen dari total keseluruhan satuan pendidikan yang melaksanakan PTM terbatas.

Menurut Hasbi, perkiraan tersebut diambil dengan alasan pemerintah telah merelaksasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) untuk memenuhi tagihan prokes serta menyediakan pedoman PTM terbatas. Dia yakin, ke depan sekolah akan mampu memenuhi berbagai sarana untuk menjaga prokes di lingkungannya.

"Yang perlu semakin kita perkuat adalah edukasi perubahan perilaku, sehingga protokol kesehatan menjadi bagian dari keseharian siswa dan guru," tutur Hasbi.

Dia juga menjelaskan, setiap sekolah yang melaksanakan PTM terbatas sudah diminta untuk membentuk Gugus Tugas Covid-19. Itu dilakukan untuk memastikan setiap sekolah yang menggelar PTM terbatas menjalankan prokes dan memenuhi pedoman PTM terbatas dengan sebaik-baiknya.

"Di setiap sekolah yang membuka PTM terbatas diminta untuk membentuk Gugus Tugas Covid-19. Di samping itu kita memiliki penilik/pengawas sekolah yang terus memantau kondisi sekolah, terutama yang membuka PTM terbatas," jelas dia.

Hasbi kemudian mengungkapkan, Kemendikbudristek secara berjenjang terus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PTM terbatas sejak diizinkannya hal tersebut berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri). Dari kegiatan PTM terbatas sejauh ini, ada sejumlah catatan yang dia dapatkan dari pelaksanaan evaluasi berjenjang tersebut.

"Pertama, sebagian besar sekolah telah mampu menyediakan sarana sanitasi dan kebersihan yang diperlukan, yakni cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer, toilet, desinfektan," jelas dia.

Catatan berikutnya, sebagian besar sekolah telah mampu menyediakan fasilitas kesehatan, baik itu akses ke fasilitas kesehatan, area wajib masker, maupun pengukur suhu tubuh. Lalu, dia juga melihat sebagian besar sekolah telah memahami pedoman pembelajaran PTM terbatas.

"Yang disampaikan melalui laman Kemendikbudristek dan berbagai webinar yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun organisasi pendidikan," kata Hasbi.

Selain itu, dia juga mencatat sekolah telah berkomunikasi dan melibatkan orang tua dalam memutuskan pelaksanaan PTM terbatas. Kemudian, dalam kasus ditemukan penularan Covid-19, sekolah dan dinas terkait ia sebut telah mengambil langkah yang agresif untuk melakukan karantina dan melakukan testing, tracing, dan treatment.

Tips sekolah tatap muka agar tetap aman. - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler