Timbul Klaster Sekolah, Perlukah Tes Covid-19 Berkala?

Sekolah di New York, AS menjalankan tes Covid-19 secara berkala.

ANTARA/Teguh Prihatna
Siswa kelas tujuh mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) hari pertama di SMPN 6 Batam, Kepulauan Riau, Selasa (21/9/2021). Kasus Covid-19 merebak menjadi klaster di 1.296 sekolah di seluruh Indonesia.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Aman Pulungan SpA(K) menyebut pengujian Covid-19 secara berkala di sekolah sulit diterapkan. Kondisi di Indonesia tidak dapat dibandingkan dengan di New York, Amerika Serikat (AS) yang memberlakukan tes acak mingguan sebagai upaya mempercepat penemuan kasus penyakit wabah ini di antara siswa dan guru.

"Tidak bisa (menyarankan) karena akses mereka (AS) terhadap testing (pengujian) dan tracing (penelusuran) ini lebih mudah," kata Aman ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (23/9).

Terjadinya klaster sekolah, menurut Aman, adalah bukti bahwa tracing berjalan lambat. Sebanyak 1.296 sekolah di seluruh Indonesia terpantau menjadi klaster Covid-19 hingga menimbulkan kekhawatiran secara luas bahwa kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) belum aman untuk dilakukan.

Menurut Aman, terdapat sejumlah pertanyaan mengenai terjadinya klaster Covid-19 di sekolah. Positivity rate daerah penyelenggara sekolah tatap muka, kepatuhan terhadap batasan lama waktu belajar di sekolah, hingga disiplin pemakaian masker menjadi titik kritisnya.

"Apakah sekolah yang melaksanakan pembelajaran tatap muka berada di daerah yang memiliki positivity rate di bawah delapan persen, apakah kegiatan belajar mengajar secara langsung tepat berlangsung hanya dua jam, apakah ada murid yang makan dan membuka masker selama berada di sekolah, dan bagaimana pengaturan transportasi ke dan dari sekolah?" kata Aman.

Selain itu, keterbukaan guru maupun orang tua mengenai kondisi masing-masing juga sangat berperan dalam keamanan pembelajaran secara tatap muka. Sebagai contoh, saat merasa tidak enak badan, apakah baik guru dan staf di sekolah, maupun orang tua akan jujur menyampaikan hal ini.

Baca juga : 2,77 Persen dari 47 Ribu Sekolah Timbulkan Klaster Covid-19

Meski demikian, Aman menegaskan IDAI mendukung kegiatan PTM, namun tentu dengan menghindari faktor-faktor yang membahayakan. Sejak awal, IDAI tidak menyarankan bahwa anak-anak yang belum divaksinasi untuk melaksanakan kegiatan belajar secara langsung.

"Seluruh syarat ini satu paket, tidak bisa didiskon karena untuk keselamatan jiwa," ujar Aman.

Vaksinasi Covid-19 anak usia 12-17 tahun. - (Republika)

Aman mengatakan, berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada Rabu (22/9), tercatat bahwa murid Sekolah Dasar (SD) menjadi yang paling banyak dilaporkan positif Covid-19. Terdapat 7.114 siswa dan siswi di tingkat pendidikan tersebut yang terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, dengan rata-rata atau hampir seluruh murid SD berusia di bawah 12 tahun, yang artinya mereka belum divaksinasi.

Total sekolah yang sudah melakukan PTM terbatas dan menjadi responden survei pelaporan dalam data Kemendikbud adalah 46.580 sekolah. Jumlah tersebut sudah mencakup seluruh jenjang yang ada, mulai dari PAUD, SD, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Sekolah Luar Biasa (SLB).

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.296 sekolah menyatakan ada klaster Covid-19 pada pelaksanaan PTM terbatas yang telah dilakukan. Klaster Covid-19 itu terdiri dari 7.307 pengajar dan tenaga kependidikan (PTK) serta 15.429 peserta didik yang berstatus positif Covid-19.

Baca juga : Munculnya Klaster PTM Disebut karena Abai Sains Epidemolog

Aman mengatakan bahwa bagaimanapun IDAI menganggap bahwa kegiatan PTM sekolah harus segera dilakukan mengingat berbagai dampak jangka panjang yang dapat terjadi tidak demikian. Namun, dengan situasi saat ini, ia terus mengingatkan bahwa sejumlah syarat tetap harus dipenuhi untuk pelaksanannya, salah satunya adalah vaksinasi.

"Sekolah harus tetap buka karena anak-anak memang butuh sekolah langsung, syaratnya bagaimana? Tentu dengan membuat anak-anak di bawah usia 12 tahun dapat segera divaksin," kata Aman.

Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta agar pemerintah daerah segera menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah jika ditemukan kasus positif. Hal ini diperlukan untuk dilakukan disenfeksi, pelacakan, dan juga testing kontak erat.

Baca Juga

"Karena itu, jika ada kasus positif, maka segera lakukan penutupan sekolah untuk segera dilakukan desinfeksi, pelacakan, dan testing kontak erat,” kata Wiku saat konferensi pers, Kamis (23/9).

Wiku menekankan, sekecil apapun angka kasus yang ada harus ditindaklanjuti dengan upaya tracing dan treatment yang cepat untuk mencegah perluasan penularan kasus. Selain itu, juga diperlukan evaluasi penerapan pembatasan khususnya terkait penerapan protokol kesehatan seperti skrining kesehatan, pengaturan kapasitas, dan juga jarak antar orang.

Namun, Wiku memberikan apresiasinya kepada seluruh elemen baik pemerintah daerah, tenaga pengajar, orang tua murid, serta peserta didik yang mendukung penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar tatap muka dengan menerapkan pedoman pelaksanaan PTM untuk mencegah kenaikan kasus yang signifikan.

Baca juga : Kekebalan Vaksin Covid-19 Berkurang Seiring Waktu, Artinya?

 
Berita Terpopuler