AGH Muhammad Thahir Lapeo Sang Pembaru di Mandar (I)

Imam Lapeo itu kerap menyambangi berbagai daerah di wilayah Balanipa.

ABRIAWAN ABHE/ANTARA
Kondisi bangunan Masjid Syuhada pascabencana gempa bumi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Selasa (19/1/2021). Sejumlah tempat ibadah rusak berat akibat gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,2 di Sulawesi Barat.
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Salah seorang ulama yang menggerakkan syiar Islam di Mandar, Sulawesi Barat, adalah Anre Gurutta Haji (AGH) Muhammad Thahir.

Baca Juga

Penduduk Sulawesi Barat, khususnya Mandar, menggelarinya Imam Lapeo. Sebab, tokoh ini merupakan pendiri sekaligus imam pertama masjid di daerah Lapeo, Polewali Mandar.

Untuk melancarkan misi dakwahnya, ia menjalanin hubungan baik dengan kalangan bangsawan lokal yang memerintah Kerajaan Balanipa, yaitu Mandawari alias To Milloli.

Ruhiyat dalam karya ilmiahnya, Imam Lapeo sebagai Pelopor Pembaharuan Islam di Mandar, mengungkapkan metode dakwah AGH Muhammad Thahir.

Menurutnya, sosok yang karab disapa Imam Lapeo itu kerap menyambangi berbagai daerah di wilayah Balanipa. Tujuannya untuk mengajarkan masyarakat tentang dasar-dasar agama Islam. Mereka diperkenalkan pada beragam ilmu, semisal tauhid, fikih, dan tasawuf.

 

 

Sering kali, penduduk yang menerima dakwah Imam Lapeo berubah sikapnya. Mereka dahulu cenderung pada kemusyrikan, sesudah dinasihati sang alim kemudian bertobat. 

Tidak lagi orang-orang itu memberikan sesajen kepada roh halus atau mengeramatkan tempat-tempat tertentu. Anak-anak muda pun tertarik pada tausiyahnya. Mereka perlahan-lahan meninggalkan kebiasaan bermaksiat. Lokasi-lokasi perjudian, mabuk- mabukan, atau bahkan perzinahan mulai sepi ditinggalkan para remaja.

Imam Lapeo mengajak masyarakat Mandar untuk menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah). Caranya dilakukan secara bijak sana, tanpa paksaan. Orang-orang pun merasa diingatkan, alih-alih digurui. Mereka tersadar akan kekeliruannya selama ini sehingga berkomitmen untuk menjadi Muslim yang taat.

Setiap masyarakat kampung yang didatanginya dianjurkan agar mereka membangun masjid atau mushala. Bangunan itu difungsikan tidak hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga pusat pendidikan agama.

Ia juga membangun masjid di Lapeo. Majelis ilmu yang digelarnya di sana diikuti banyak jamaah. Murid-muridnya berasal dari pelbagai daerah, termasuk kawasan pelosok Sulawesi.

Pada akhirnya, anak didiknya itu tumbuh menjadi dai-dai yang tangguh. Melalui kerja kerasnya, pembaruan Islam pun menggema ke seantero Tanah Mandar.

 

 

 
Berita Terpopuler