KH Abdullah Syathori Ulama Besar dari Arjawinangun (III)

KH Abdullah Syathori merupakan seorang dai kebanggaan masyarakat Cirebon.

Antara/Dedhez Anggara
Suasana sepi alun-alun Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (5/7/2021). Pemkot Cirebon menutup sementara sejumlah objek wisata, alun-alun dan tempat ibadah selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tanggal 3-20 Juli untuk mengurangi angka penularan COVID-19.
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, KH Abdullah Syathori merupakan seorang dai kebanggaan masyarakat Muslim khususnya di Cirebon, Jawa Barat. Berasal dari lingkungan pesantren, dirinya dikenal sebagai sosok yang bersahaja dan ramah terhadap siapa saja.

Baca Juga

Tidak pernah dirinya membeda-bedakan dan menstigmakan seseorang hanya karena identitas suku, ras, atau agamanya.

Sebagai seorang mubaligh, Kiai Syathori juga merupakan ulama yang cerdik pandai pada zamannya. Selain karena darah ulama yang mengalir dalam dirinya, penguasaannya dalam kajian kitab-kitab kuning dan sikap kebersahajaannya, membuat masyarakat jatuh hati dan segan terhadapnya.

Salah satu hobinya ialah mengunjungi rumah-rumah warga setempat. Itu dilakukannya terutama setiap bakda shalat Jumat. Setiap menjumpai adanya pintu rumah warga yang terbuka, ia tanpa sungkan mengetuk pintu itu, dan mengucapkan salam. Kalau dipersilakan, dirinya akan bertamu dan silaturahim dengan mereka.

 

 

Apa yang dilakukannya memang terlihat sepele, tapi dengan demikian Kiai Syathori dapat merasakan langsung persoalan dan apa yang dirasakan masyarakat sekitarnya.Sehingga, dakwah Islam yang dilakukannya melalui jalur pesantren dapat terasa lebih mengakar.

Dalam hubungan antaretnis dan agama yang berbeda, Kiai Syathori bukan hanya menghormati dan menghargai perbedaan yang ada, melainkan juga aktif menciptakan hidup bersama secara damai.

Misalnya, ketika bulan suci Ramadhan, ia memperbolehkan para warga Tionghoa, baik Muslim maupun non-Muslim untuk mengirimkan takjil kepada kepada para santrinya. Sajian itu lalu dinikmati bersama hadirin jamaah di masjid pesantren. 

Tidak hanya itu, Kiai Syathori juga menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah tempat anak-anak Tionghoa dan non-muslim sekolah. Ia membiarkan generasi penerusnya memahami keragaman sejak awal, tanpa harus khawatir anak-anaknya terbawa atau terpengaruh agama lain. 

Kiai Syathori juga melakukan kerja sama dengan non-Muslim dalam rangka membangun masyarakat secara bersama-sama.Karena ketulusannya dalam membangun hubungan yang harmonis, akhirnya ada seorang tokoh Tionghoa yang kemudian masuk Islam. Mualaf itu rupanya terpesona oleh akhlak islami, yang ditunjukkan sang alim.

 

Apa yang dilakukan Kiai Syatori dalam menghargai dan mengusung keragaman sedikit banyak berdampak pada kerukunan masyarakatnya.Ini mengingat ketokohannya dalam bidang agama dan bermasyarakat.

 
Berita Terpopuler