Laporan: Ilmuwan Nuklir Iran Dibunuh oleh Robot Bersenjata

Robot dilengkapi senjata dengan kemampuan 600 tembakan per menit.

EPA
Ilmuwan kenamaan Iran, Mohsen Fakhrizadeh
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- New York Times pada Sabtu (18/9) melaporkan ilmuwan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh dibunuh oleh senapan mesin robot yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan dan banyak kamera. Robot tersebut juga mampu menembakkan 600 tembakan per menit.

Menurut laporan tersebut, Fakhrizadeh tewas dalam penyergapan oleh penembak jitu Mossad, yang beroperasi dari lokasi tak dikenal. Penembak jitu tersebut beroperasi dari jarak jauh dengan menggunakan teknologi satelit. Peluru-peluru itu ditembakkan dari senapan mesin canggih dengan kecerdasan buatan di sebuah truk pickup yang dilengkapi kamera. Truk itu diposisikan untuk mobil Fakhrizadeh yang lewat di dekatnya.

Awalnya, setelah pembunuhan itu, outlet berita mengedarkan versi yang mengklaim bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh regu pembunuh besar. Saksi tak dikenal atas pembunuhan itu menuduh bahwa mereka telah mendengar baku tembak dengan kekerasan di daerah itu.

New York Time mengklaim bahwa robot yang dipersenjatai digunakan untuk mengeksekusi Fakrhizadeh. Penggunaan kecerdasan buatan menyebabkan jeda 1,6 detik antara lokasi pembunuhan dan penembak jitu, serta pergerakan yang disebabkan oleh peluru yang ditembakkan dan pergerakan mobil Fakhrizadeh.

Penggunaan teknologi yang dipersenjatai memungkinkan operator dapat mencapai target yang diinginkan. Sementara istri Fakhrizadeh yang duduk di sampingnya selamat tanpa cedera.

Menurut laporan itu, kamera pada kendaraan bersenjata mengidentifikasi Fakhrizadeh dan menunjukkan lokasinya di dalam kendaraan, termasuk mengidentifikasi istrinya. Kamera tersebut mengirimkan data ini kembali ke operator. Menurut laporan, operator menembakkan 15 tembakan ke Fakhrizadeh yang meninggal dalam pelukan istrinya.

Menurut laporan, senjata yang digunakan untuk membunuh Fakhrizadeh adalah senapan mesin FN MAG. Senapan itu dipasang pada peralatan robot, yang memiliki berat sekitar 900 kg.

Setelah berhasil menembak Fakhrizadeh, peralatan robot itu dibongkar dan dipasang kembali di dekat lokasi pembunuhan. Robot tersebut ditempatkan di sebuah truk pickup Zamyad. Kendaraan itu dilaporkan dipasang dengan kamera untuk pengamatan target, membidik, dan bahan peledak untuk menghancurkan barang bukti.

Baca Juga


Setelah pembunuhan itu, truk pickup Zamyad biru dilaporkan meledak. Tetapi tidak sesuai rencana, karena senjatanya tercabik dari mobil sehingga memungkinkan Teheran untuk merekonstruksi peristiwa tersebut.

Dinas khusus telah memperingatkan Fakhrizadeh tentang upaya pembunuhan. Mereka meminta Fakhrizadeh tidak bepergian.  Tetapi ilmuwan itu dilaporkan menolak, dengan alasan keinginannya untuk mengadakan kelas di Universitas Teheran. New York Times mengklaim bahwa, para pembunuh menyusup ke lingkaran dalam Fakhrizadeh, sehingga dapat memprediksi rute dan waktu perjalananya.

Iran telah diguncang oleh serangkaian serangan tingkat tinggi dalam beberapa bulan terakhir. Selain membunuh pejabat dan menghancurkan fasilitas nuklir, Teheran telah mengungkapkan jaringan kaki tangan Israel yang luas di Iran.

Israel merencanakan pembunuhan Fakhrizadeh selama bertahun-tahun. Strategi Israel untuk membunuh ilmuwan tersebut menjadi lebih agresif karena kemungkinan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak akan kembali terpilih kembali dalam pemilihan presiden. Agen mata-mata Israel percaya Presiden AS Joe Biden akan kembali ke Kesepakatan Nuklir Iran (JCPOA).

New York Times menyatakan, jika Israel ingin membunuh seorang pejabat tinggi Iran, maka perlu persetujuan dan perlindungan AS. Trump dan mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka berbagi pandangan serupa tentang Iran.

“Itu berarti (mereka) bertindak sebelum Biden menjabat. Dalam skenario kasus terbaik Netanyahu, pembunuhan itu akan menggagalkan setiap peluang untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir bahkan jika Biden menang,” ujar laporan New York Times.

 



 
Berita Terpopuler