Corak Sederhana Kaligrafi di Masa Rasulullah

Pada periode Rasulullah, corak kaligrafi masih terlihat sangat sederhana.

AP/Amr Nabil
Seorang pria Saudi menyulam kaligrafi Islam, baik menggunakan benang perak murni atau benang perak berlapis emas, selama tahap akhir dalam persiapan tirai, atau Kiswah, yang menutupi Ka
Rep: Meiliza Laveda Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA --  Prof Dr. H. Saifullah dan Dr. Febri Yulika alam buku Sejarah Perkembangan Seni dan Kesenian dalam Islam menyebutkan, kaligrafi merupakan seni Islam yang sangat penting. Sebab, kaligrafi merupakan pusat ekspresi seni yang berpengaruh terhadap ekspresi bentuk kebudayaan Islam secara umum karena penggunaan kaligrafi yang tersebar di berbagai bentuk media.

Baca Juga

Sebelum Nabi dilahirkan, bangsa Arab hampir tidak mengenal tulisan. Tradisi penyampaian pesan atau penalaran syair dari mulut ke mulut menyusutkan kemampuan orang Arab untuk mengangkat tulisan mereka. Kaligrafi hadir sejak zaman Rasulullah.

Hal ini dimulai sejak kehadiran Alquran yang mengubah total bangsa Arab. Alquran membuat suku bangsa yang kurang mengenal tulisan mampu menampilkan huruf-huruf terindah di dunia.

Saat Nabi berusia 40 tahun, ia menerima wahyu pertama yang terdiri dari lima ayat pertama surat Al-‘Alaq yang menyuruh manusia untuk menuntut ilmu, dimulai dari membaca. Bagi bangsa Arab, kehadiran ayat Alquran menjadi motivasi mereka. Sementara bagi kaum Muslim, wahyu pertama itu membuat membaca dan menulis sebagai suatu kewajiban.

 

 

Meski begitu, beberapa tahun pesan ayat-ayat itu belum banyak mendapat perhatian. Hanya beberapa tokoh yang belajar menulis dari Bisyr dan Harb dan mengenalkan kaligrafi kepada orang Quraisy. Mereka adalah Umar bin Khattab, Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Abdullah, Abu Ubaydah bin al-Jarrah, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Awal kebangkitan minat baca tulis di kalangan Muslimin muncul setelah Nabi hijrah ke Madinah. Rasulullah memberi perhatian besar pada tulis-menulis dan kaligrafi.

Kala itu, para tawanan perang Badar yang tidak mampu membayar tebusan diminta oleh Rasulullah untuk mengajar sepuluh anak muda Madina membaca dan menulis.

Saat wahyu penghabisan turun, Rasulullah sudah memiliki lebih dari 40 ahli tulis. Empat di antara juru tulis utama Rasulullah adalah Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘As, dan Abdur-Rahman bin al-Haris bin Hisyam.

 

 

Pada periode Rasulullah, corak kaligrafi masih terlihat sangat sederhana dan belum menemukan bentuk yang sempurna dan bagus. Untuk nama-nama kaligrafi biasanya diambil dari nama tempat kaligrafi ditulis, misal Madani (Madinah), Anbari (Anbar) Hijazai (Hijaz), dan lain-lain.

Pada periode Khulafaur Rasyidin, bentuk kaligrafi Arab sedikit memiliki kemajuan seiring bertambahnya anak muda yang mulai belajar baca tulis. Satu-satunya jenis tulisan yang paling banyak digunakan hingga akhir kekuasaan khalifah terakhir, Ali bin Abi Thalib adalah Kufi. 

Lima mushaf Alquran pertama ditulis dalam tulisan Makki dan Madani lalu ditulis Kufi dan beragam tulisan lain. Selama periode Khulafaur Rasyidin, gaya yang dominan digunakan adalah Kufi karena mempunyai corak yang sangat khas.

Ada gaya lain yang berkembang selain Kufi, yaitu Ma’il (miring). Namun, gaya ini lambat laun tidak terpakai lagi. Khat Kufi memiliki ciri-ciri, yakni berbentuk kaku, bersiku atau bersudut dengan garis lengkung pada huruf-huruf tertentu.

 

 

Satu perkembang yang berarti dalam periode ini adalah usaha Khalifah Ali memperbarui gramatika tulisan Arab dengan memerintahkan Abul Aswad Ad-Duali. Ad-Duali mengubah tulisan Arab yang gundul, tanpa tanda baca dilengkapi denga rumus tanda baca, seperti titik dan harakat. Ini dilakukan agar memudahkan umat Muslim dalam membaca Alquran atau berkomunikasi lewat tulisan.

 

Usaha keras umat Muslim untuk memperindah tulisannya karena didorong dari semangat mengagungkan Alquran di mana mushaf dibentuk dan ditulis dalam coraknya yang artistik dan mempesona sehingga diharapkan mampu menarik umat Muslim dan bangsa lain untuk membacanya. 

 
Berita Terpopuler