KH Hasyim Zaini, Teladan Akhlah dari Nurul Jadid (I)

KH Hasyim Zaini dikenal sebagai ulama yang sangat lemah lembut dan santun.

nurul jadid
Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Jawa Timur
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- KH Mohammad Hasyim Zaini merupakan putra sulung sang pendiri Pesantren Nurul Jadid. Kiai Hasyim mengikuti jejak ayahnya.

Baca Juga

Ia dikenal sebagai ulama yang sangat lemah lembut dan santun. Anak pertama dari tujuh bersaudara itu meneruskan perjuangan sang ayah dalam mem besar kan lembaga tersebut. Khususnya, setelah Kiai Zaini wafat pada 26 Juni 1976.

Dari literatur yang ada, tidak diketahui pasti kapan tanggal dan tahun kelahirannya. Yang jelas, KH M Hasyim Zaini menjadi pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid sejak 1976 hingga wafatnya pada 1984.

Selama kepemimpinannya, institusi pendidikan itu semakin berkembang pesat. Tumbuh dalam lingkungan keluarga ahli agama, M Hasyim kecil dididik menjadi pribadi yang saleh dan alim. Selain belajar kepada ayahnya, ia juga memperoleh ilmu dari ibundanya tercinta, Nyai Hj Nafi'ah.

 

Sebagai putra seorang kiai, Hasyim sangat patuh dan tawadhu terhadap kedua orang tuanya. Adapun sebagai santri, ia memiliki kecerdasan yang tinggi.

Selain itu, dirinya juga sangat tekun dalam menuntut ilmu-ilmu agama. Hal ini dapat dilihat dari catatan pinggir yang dibuatnya pada seluruh kitab yang dibacanya. Catatan-catatan itu berisi penjelasan dari guru-gurunya, termasuk ayahandanya. 

Sedari muda, Hasyim berkeyakinan, semua ilmu yang didapatkan dari gurunya harus dicatat. Ikatlah ilmu dengan tulisan agar ti dak mudah hilang, demikian kata-kata bijak yang dipegangnya. Baginya, sesuatu yang ditulis akan kekal. Jika hanya didengar, akan mudah hilang.

Menginjak usia dewasa, Hasyim melanjutkan pencarian ilmunya ke Pondok Pesantren Peterongan, Jombang. Lembaga tersebut saat itu diasuh KH Musta'in Ramli.

 

Sebelum berangkat, ayahandanya berpesan agar selama belajar di pesantren dirinya tidak mengandalkan orang tua, melainkan Allah SWT. Nasihat ini begitu membekas dalam ingatan pemuda tersebut.

 

Setelah belajar di Pesantren Peterongan, akhirnya M Hasyim kembali ke Paiton. Waktu itu, ia membantu ayahnya dalam mengurus pesantren dan mendidik para santri Nurul Jadid.

Akhirnya, ia dapat meneruskan pendidikan tinggi di Akademi Dakwah dan Ilmu Pendidikan Nahdlatul Ulama (ADIPNU). Lulus dari sana, ia berhasil meraih gelar sarjana.

 
Berita Terpopuler