Studi: Plasma Konvalesen Bisa Membahayakan Pasien Covid-19

Pasien Covid-19 yang diberi plasma konvalesen malah lebih sering butuh diintubasi.

Prayogi/Republika.
Penyintas Covid-19 mendonorkan plasma darahnya di Sentra Donor Plasma konvalesen Stasiun MRT Dukuh Atas BNI, Jakarta, Selasa (24/8). Studi
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penelitian terbaru tak mendukung pemberian plasma konvalesen untuk pasien Covid-19 bergejala parah. Sebab, ada efek yang merugikan yang terpantau dari terapi tersebut.

Baca Juga

Hasil penelitian itu muncul di saat plasma konvalesen telah mendapatkan otorisasi penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) pada bulan lalu. Sejauh ini, sebagian besar hasil uji acak terkontrol memperlihatkan penggunaan plasma konvalesen mendatangkan hasil negatif.

Sebaliknya, penelitian tanpa kelompok kontrol memperlihatkan adanya harapan kandungan antibodi dalam plasma dapat membantu pasien Covid-19. Sementara itu, studi yang dirilis pekan ini meneliti kemanjuran penggunaan plasma dari orang yang telah pulih dari infeksi SARS-CoV-2 untuk membantu pasien Covid-19 menghindari intubasi dan kematian.

Studi yang dipublikasikan di Nature Medicine itu melibatkan 940 pasien yang dirawat inap dalam waktu 12 hari setelah mendapatkan gejala pernapasan akibat Covid-19. Mereka tersebar di 72 rumah sakit di Kanada, Amerika Serikat (AS), dan Brasil.

Dari studi itu disimpulkan bahwa ada lebih banyak hasil negatif, termasuk intubasi dan kematian, pada pasien yang mendapatkan terapi plasma konvalesen. Itu jika dibandingkan dengan mereka yang menerima perawatan standar untuk Covid-19 saja.

Kematian di antara kelompok yang menerima perawatan standar Covid-19 dilaporkan serupa. Namun, pasien yang mendapatkan terapi plasma disebut lebih sering membutuhkan oksigen dan mengalami masalah pernapasan lebih buruk. 

"Pasien dalam kelompok plasma pemulihan memiliki efek samping yang lebih serius daripada mereka yang mendapatkan perawatan standar, yakni sebesar 33,4 persen berbanding 26,4 persen," tulis studi tersebut, dilansir Newsweek, Rabu (15/9).

Plasma darah para penyintas Covid-19 sebelumnya diyakini dapat membantu orang-orang yang sakit parah akibat virus ini, namun para peneliti mengatakan tidak demikian. Donald Arnold dari McMaster University, di Hamilton, Kanada dan salah satu peneliti lain dalam studi, mengatakan bahwa akan memperingatkan penggunaan plasma konvalesen untuk merawat pasien yang dirawat di rumah sakit, kecuali mereka dalam uji klinis yang dipantau secara ketat. 

 

 

 

 

 

Penyebab terjadinya hal tersebut masih belum diketahui. Namun, salah satu peneliti, Philippe Bégin, mengatakan bahwa itu bisa saja terjadi karena antibodi yang tidak berfungsi dapat bersaing dengan antibodi pasien sendiri dan mengganggu respons imun.

"Fenomena ini telah diamati sebelumnya pada model hewan dan penelitian vaksin HIV pada manusia," jelas Bégin.

Perkembangan penelitian plasma konvalesen - (Republika)

Sebuah panel yang diadakan oleh National Institutes of Health (NIH) menemukan tidak ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa pengobatan plasma aman dan efektif. Ini termasuk juga tidak membuat perbedaan dalam kelangsungan hidup untuk pasien.

Dalam sebuah pernyataan, NIH mengatakan tidak ada data dari uji klinis acak yang terkontrol dengan baik dan cukup kuat yang menunjukkan kemanjuran dan keamanan plasma konvalesen untuk pengobatan Covid-19.

 
Berita Terpopuler