Sejarah Panjang Eksotisme Muscat

Jejak peninggalan macam-macam bangsa ada di Muscat.

Republika/Nur Hasan Murtiaji
Masjid Agung Sultan Qaboos, Muscat, Oman
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Seperti kota-kota pelabuhan lainnya yang termasuk jalur maritim Samudra Hindia, Muscat memiliki sejarah panjang. Penelitian arkeologis menemukan, sebuah perkampungan nelayan sudah terdapat di Ras al-Hamra, Muskat, pada 6.000 tahun sebelum Masehi (SM). Selain itu, para peneliti juga mendapatkan puing-puing tembikar yang berasal dari kebudayaan kuno India di sana.

Baca Juga

Ahli geografi Klaudius Ptolemaeus (100-170 M) mencatat, kota di pesisir Teluk Oman ini merupakan salah satu bandar perdagangan utama pada abad pertama Masehi. Imperium Sasaniyah mencaplok Muscat sejak abad ketiga. Ketika Nabi Muhammad SAW memerintah di Madinah, pengaruh bangsa Persia itu mulai memudar di sana.

Mayoritas penduduk setempat kemudian memeluk Islam sejak abad ketujuh. Mulai saat itu, kota pelabuhan seluas 273 km persegi tersebut kian berkembang. Kekhalifahan Abbasiyah mengua sainya hingga abad ke-11, tatkala suku-suku lokal bersatu untuk memaklumkan peme rintahan mandiri. Pada awal abad ke-16, Portugis dapat merebut daerah tersebut sebelum akhirnya diusir Turki Utsmaniyah 100 tahun berikutnya.

Jejak peninggalan macam-macam bangsa tersebut masih dapat dijumpai saat ini di Kota Tua Muscat. Kawasan itu berada di sebelah timur Muskat modern dan terpisahkan oleh perbukitan. Selain itu, Teluk Oman juga menjadi batas alaminya di sisi timur dan utara.

Adapun sisi barat dan selatan dibatasi tembok benteng dengan menara bundar yang dibangun pada 1625. Dahulu, sebelum listrik me ngaliri Oman, gerbang benteng tersebut selalu ditutup tiga jam setelah matahari terbenam. Para penjaga membawa lentera sebagai penerang.

Kini, Kota Tua Muscat merupakan sebuah destinasi wisata yang paling terkenal di Oman. Ada cukup banyak bangunan historis yang terdapat di dalamnya. Misalnya, Istana al- Alam, Benteng al-Mirani, Benteng al-Jalali, Museum Gerbang Muskat, Museum Bait al-Zubair, dan lain-lain. Semua itu menunjukkan keragaman budaya yang pernah mendominasi ibu kota Kesultanan Oman tersebut.

 

 

 

 

Istana al-Alam

Megah dan elegan, itulah kesan yang ditampilkan Istana al-Alam. Bangunan tersebut memiliki nama resmi Qashr al- 'Alam, yang berarti 'Istana Bendera.' Kompleks tersebut merupakan satu dari enam istana yang terus dipergunakan keluarga sultan Oman hingga saat ini. Istana al-Alam sudah berdiri sejak 200 tahun lalu. Inisiatornya adalah Imam Sultan bin Ahmad, salah satu kakek buyut Sultan Qaboosraja Oman yang wafat pada Januari 2020 lalu.

Sesuai namanya, istana ini memiliki tiang pancang bendera pada bagian tengah atapnya yang berbentuk horizontal. Sejak 1972, istana yang berada di antara Benteng al-Mirani dan al-Jalali itu dipugar sehingga tampak lebih indah. Bagian depannya menampilkan empat pilar biru-langit dan keemasan, serasi dengan warna temboknya yang putih.

Istana yang memadukan gaya arsitektur tradisional Oman dan Eropa ini biasanya difung sikan sebagai tempat menerima tamu kenegaraan. Sebagai contoh, pada Januari 2012 ketika sultan Oman menjamu Ratu Beatrix yang datang dari Belanda. Kecuali ada acara resmi kesultanan, pagar utama selalu tertutup rapat.

Bagaimanapun, para turis dapat mengambil gambar dan berpose di depan istana tersebut. Kesan gersang khas wilayah gurun tak terasa di lokasi sekitarnya. Sebab, hawa sejuk menyeruak dari pepohonan dan warna-warni bunga yang terdapat di sana.

 

 

Bait al-Zubair

Dari Istana al-Alam, pelancong dapat singgah ke Bait al-Zubair dengan hanya berjalan kaki selama beberapa menit. Terletak di tepi Jalan Al Saidiya, kompleks tersebut meru pakan salah satu museum terlengkap di Oman. Koleksi di sana menampilkan berbagai artefak sejarah negara tersebut, termasuk persen jataan dan busana tradisional, serta diorama yang menggambarkan riwayat perjuangan bangsa lokal.

Museum Bait al-Zubair memiliki beberapa bangunan. Yang utama ialah Bait al-Bagh, tempat yang paling banyak menampilkan galeri. Di sekitarnya, terdapat bangunan-bangunan penunjang, seperti Bait al-Oud, Bait an-Nahdah, dan Bait al-Dalaleel. Berdiri sejak 1998, Bait al-Zubair difungsi kan sebagai destinasi wisata edukatif yang terbuka untuk umum.

Namanya mengambil dari sosok penggagasnya, yakni Bani Zubair, salah satu keluarga ningrat terkemuka di Oman. Mereka bervisi mendukung kelangsung an Kota Tua Muskat dengan menyu guhkan fasilitas yang lebih modern. Bait al-Zubair menampilkan berbagai koleksi yang berusia lebih dari 100 tahun. Artefak etnografisnya mencerminkan keterampilan lokal yang presisi, baik dahulu maupun sekarang. Selain itu, kompleks yang menerima Sultan Qaboos Award pada 1999 itu juga dilengkapi berbagai sarana, seperti kafe, taman, dan toko suvenir.

 

 

Benteng bukit

Bisa dianggap sebagai ikon Kota Tua Muskat, dua benteng ini tak boleh terlewatkan para pelancong. Benteng al-Mirani dibangun oleh Afonso de Albuquerque, laksamana Portugis yang menaklukkan Muskat pada 1507. Tak mengherankan bila gaya arsitekturnya me nunjukkan ciri khas benteng Eropa-Iberia. Masjid al-Khur yang dibangun sejak abad ke-19 menempel pada sisi selatan benteng tersebut.

Sementara itu, Benteng al-Jalali berada di arah timur al-Mirani. Pembangunannya juga dilakukan oleh bangsa Portugis, tetapi lebih belakangan, yakni pada 1580 atas perintah Raja Philip I. Mereka menyebutnya Forte de Sao Joao atau Benteng Santo John. Pada 1552, Turki Utsmaniyah berhasil merebut Muskat sehingga armada Portugis kian terde sak. Barulah sejak 1650, al-Jalali jatuh ke tangan kekhalifahan Muslim itu.

 

Kedua benteng yang dapat dijumpai saat ini merupakan hasil renovasi yang dikerjakan pada 1980-an. Pada setiap benteng, bagian tengahnya merupakan area hijau yang ditumbuhi taman dan pepohonan.

Di sekitarnya, terdapat ruangan bertingkat dan menara yang dapat diakses melalui koridor dan tangga. Berbagai peninggalan, seperti meriam, peralatan menembak, senapan tua, dan tali, masih dapat dilihat di sana.

 
Berita Terpopuler