Wanita Afghanistan Tetap Bekerja Meski Dibayangi Ketakutan

Taliban meminta sebagian besar wanita di bandara untuk tidak bekerja.

AP/Mohammad Asif Khan
Wanita Afghanistan Tetap Bekerja Meski Dibayangi Ketakutan. Pesawat militer Afghanistan terlihat setelah pengambilalihan Taliban di dalam Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, Minggu, 5 September 2021.
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Kurang dari sebulan setelah Taliban masuk ke ibu kota Afghanistan, seorang warga, Rabia Jamal membuat keputusan sulit. Dia memilih memberanikan diri kembali bekerja di bandara.

Baca Juga

Meskipun banyak orang mengatakan perempuan harus tinggal di rumah, ibu tiga anak berusia 35 tahun itu merasa tidak punya banyak pilihan. “Saya butuh uang untuk menghidupi keluarga saya,” kata Rabia, mengenakan setelan jas biru laut dan riasan dilansir dari Khaleej Times, Ahad (12/9).

"Saya merasakan ketegangan di rumah. Saya merasa sangat buruk. (Tapi) sekarang saya merasa lebih baik," tambahnya.

Saat ini, dari lebih dari 80 wanita yang bekerja di bandara sebelum Kabul jatuh ke tangan Taliban pada 15 Agustus, hanya 12 yang kembali ke pekerjaan mereka. Tetapi mereka adalah salah satu dari sedikit wanita di ibu kota yang diizinkan kembali bekerja. Taliban memberi tahu sebagian besar untuk tidak kembali sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Enam pekerja bandara wanita berdiri di pintu masuk utama pada Sabtu, mengobrol dan tertawa sambil menunggu untuk memindai dan mencari penumpang wanita yang mengambil penerbangan domestik. Kakak Rabia, Qudsiya Jamal (49 tahun) mengatakan pengambilalihan oleh Taliban mengejutkannya.

“Saya sangat takut. Keluarga saya takut pada saya, mereka mengatakan kepada saya untuk tidak kembali, tetapi saya senang sekarang, santai. Sejauh ini tidak ada masalah,” kata ibu lima anak yang juga satu-satunya pencari nafkah keluarganya.

Hak-hak perempuan di Afghanistan sangat dibatasi di bawah pemerintahan Taliban 1996-2001, tetapi sejak kembali berkuasa, kelompok itu mengklaim mereka tidak akan terlalu ekstrem. Wanita akan diizinkan kuliah selama kelas dipisahkan berdasarkan jenis kelamin atau setidaknya dipisahkan oleh tirai. Tetapi otoritas pendidikan Taliban mengatakan wanita juga harus mengenakan abaya, jubah yang menutupi semua, dan cadar niqab yang menutupi wajah.

 

Namun, Alison Davidian, perwakilan untuk UN Women di Afghanistan memperingatkan Taliban telah mengabaikan janji mereka menghormati hak-hak perempuan Afghanistan. Di bandara, yang kembali beraksi setelah penarikan AS yang tergesa-gesa membuatnya tidak dapat digunakan, Rabia mengatakan dia akan terus bekerja kecuali dia dipaksa berhenti.

Di bawah aturan baru, perempuan dapat bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang telah ditetapkan oleh Taliban. Tetapi hanya sedikit perincian yang diberikan mengenai apa sebenarnya artinya itu.

“Mimpi saya adalah menjadi gadis terkaya di Afghanistan, dan saya merasa saya selalu yang paling beruntung,” kata Rabia, yang telah bekerja sejak 2010 di terminal GAAC, sebuah perusahaan yang berbasis di UEA yang menyediakan penanganan darat dan keamanan.

"Saya akan melakukan apa yang saya sukai sampai saya tidak beruntung lagi," tambahnya.

Rekan Rabia, yang menyebut namanya sebagai Zala, memimpikan sesuatu yang sama sekali berbeda. Wanita berusia 30 tahun itu belajar bahasa Prancis di Kabul sebelum dia dipaksa berhenti dan tinggal di rumah selama tiga minggu setelah pengambilalihan.

"Selamat pagi, bawa saya ke Paris," guyonnya dalam bahasa Prancis yang patah-patah, saat kelima rekannya tertawa terbahak-bahak.

"Tapi tidak sekarang. Hari ini saya adalah salah satu wanita terakhir di bandara," tambahnya.

 
Berita Terpopuler