Negara Teluk Cemaskan Penarikan Sistem Pertahanan Rudal AS

AS meanri sistem pertahanan rudal di Arab Saudi

Reuters/Missile Defense Agency
sistem pertahanan rudal AS (ilustrasi)
Rep: Rizky Jaramaya Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Sejumlah negara Teluk mencemaskan penarikan sistem pertahanan rudal Amerika Serikat (AS) di kawasan tersebut. Sistem pertahanan rudal itu masih dibutuhkan  menyusul ancaman yang berkembang di Asia.

Baca Juga

Penarikan sistem rudal dari Prince Sultan Air Base terjadi ketika negara-negara Teluk Arab menyaksikan penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Namun puluhan ribu pasukan Amerika tetap ditempatkan di Semenanjung Arab sebagai penyeimbang Iran.

Prince Sultan Air Base terletak sekitar 115 kilometer di tenggara Riyadh. Pangkalan udara tersebut menampung ribuan tentara AS sejak terjadi serangan rudal dan drone jantung produksi minyak kerajaan Saudi pada 2019. Kelompok Houthi mengklaim serangan tersebut. Tetapi berdasarkan bukti fisik di lapangan, serangan dilakukan oleh Iran. 

Teheran telah membantah meluncurkan serangan itu. Namun pasukan paramiliter Iran menggunakan pesawat tak berawak yang serupa, ketika berlatih pada Januari.

Tepat di barat daya landasan pacu pangkalan udara, terdapat area seluas satu kilometer persegi sebagai tempat baterai rudal Patriot, serta satu Terminal High Altitude Air Defense (THAAD) yang canggih. Menurut gambar satelit dari Planet Labs Inc, THAAD dapat menghancurkan rudal balistik di ketinggian yang lebih tinggi daripada Patriot.

 

 

Sebuah citra satelit yang dilihat oleh kantor berita The Associated Press pada akhir Agustus menunjukkan, beberapa baterai dikeluarkan dari daerah tersebut. Gambar satelit Planet Lab yang diambil pada Jumat (10/9) menunjukkan bantalan baterai di lokasi telah kosong, dan tidak ada aktivitas yang terlihat.

Juru bicara Pentagon John Kirby mengakui bahwa ada penempatan kembali aset pertahanan udara tertentu. Dia mengatakan, AS mempertahankan komitmen luas untuk sekutu di Timur Tengah. 

“Departemen Pertahanan terus mempertahankan puluhan ribu pasukan dan postur kekuatan di Timur Tengah dengan beberapa kekuatan udara dan kemampuan maritim yang paling canggih untuk mendukung kepentingan nasional AS dan kemitraan regional kami,” kata Kirby.

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Pertahanan Saudi mengakui bahwa AS telah menarik sistem pertahanan rudal. Kementerian Pertahanan mengatakan, militer Saudi mampu mempertahankan darat, laut dan udara serta melindungi rakyatnya.

"Penempatan kembali beberapa kemampuan pertahanan Amerika Serikat dari kawasan dilakukan melalui pemahaman bersama, dan penataan kembali strategi pertahanan sebagai atribut penyebaran dan disposisi operasional,” kata Kirby.

 

 

Mantan kepala intelijen Kerajaam Saudi, Pangeran Turki Al Faisal, mengaitkan penarikan sistem pertahanan dan baterao Patriot dengan hubungan AS dengan Riyadh. Al Faisal mengatakan, komitmen AS terhadap Saudi dan kawasan perlu dipertanyakan.

“Saya pikir kita perlu diyakinkan tentang komitmen Amerika “Seperti misalnya, tidak menarik rudal Patriot dari Arab Saudi, pada saat Arab Saudi menjadi korban serangan rudal dan serangan pesawat tak berawak, tidak hanya dari Yaman, tetapi dari Iran," kata Al Faisal.

Belum lama ini Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, membatalkan jadwal kunjungannya ke Saudi dalam rangkaian tur Timur Tengah. Pejabat AS mengatakan, pembatalan kunjungan ke Saudi karena terjadi kesalahan dalam masalah penjadwalan. Arab Saudi menolak untuk membahas masalah tersebut.

Peneliti di James A Baker III Institut Kebijakan Publik di Rice University, Kristian Ulrichsen, mengatakan, komitmen AS ke negara Teluk sudah memudar. Menurutnya, kebijakan pemerintahan Biden tak jauh beda dengan pendahulunya yaitu mantan Presiden Donald Trump.  

“Persepsinya sangat jelas bahwa AS tidak berkomitmen ke Teluk seperti dulu. Kita melihat pernyataan Biden tentang Afghanistan, cara dia mengatakan hal-hal yang jelas akan mengutamakan kepentingan AS dan itu cukup mengecewakan bagi mitra dan sekutu di seluruh dunia yang mungkin mengharapkan sesuatu yang berbeda setelah Trump. Biden terdengar sangat mirip dengan pendekatan 'America First', hanya dengan nada yang berbeda," ujar Ulrichsen. 

 

 
Berita Terpopuler