Hukum Membuang-buang Makanan

Membuang makanan disebut dengan perilaku tabdzir.

ANTARA/Syifa Yulinnas
Hukum Membuang-buang Makanan
Rep: Andrian Saputra Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang yang berlebihan ketika mengambil nasi dan lauk untuk makan. Seringkali mereka tidak bisa menghabiskannya dan memilih membuang sisanya.

Baca Juga

Menurut pendakwah yang juga Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL) Ustadz Rakhmad Zailani Kiki, berlebih-lebihan dalam makanan sehingga tidak mampu menghabiskannya dan membuangnya disebut dengan perilaku tabdzir. "Perilaku tabdzir atau pemborosan harta dalam makanan. Perbuatan tabdzir dilarang dalam Islam," kata Ustadz Kiki kepada Republika co.id, Jumat (10/9)

Ustadz Kiki menerangkan kata tabdzir bisa diartikan dengan pemborosan, keroyalan, dan penghamburan. Secara istilah, menurut Imam Syafi'i di dalam kitab Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an karya Imam Al-Qurthubi, tabdzir adalah memboroskan uang dengan cara yang tidak seharusnya. 

Menurut Ahmad Mustafa Al-Maraghi di dalam Tafsir al-Maraghi, pemborosan terhadap harta, berlebihan dalam hal-hal yang bersifat duniawi, dalam arti untuk kepentingan dunia adalah terlarang. Larangan tabdzir dalam Islam bersumber dari Alquran, seperti di dalam surah Al-Isra ayat 26-27:

وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا

Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

 

Sedangkan menurut Ustadz Kiki, orang yang kurang cocok dengan cita rasa makanan tersebut lalu membuangnya, maka ini termasuk menghina atau mencela makanan yang juga dilarang dalam Islam. Dalam sebuah hadits dari sahabat Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW:

مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنْ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَ

Artinya: “Nabi SAW  tidak pernah mencela makanan sekali pun. Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka, beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya),” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

 

"Dalam hadits di atas dapat dipahami mencela makanan saja dilarang, seperti mengatakan makanan tersebut kurang asin, kurang enak, kurang matang, dan sebagainya, apalagi kemudian membuangnya. Itu lebih dilarang. Yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika ada makanan atau dihidangkan makanan yang kurang cocok dengan cita rasa beliau adalah bukan mencela, apalagi membuangnya, tetapi tidak memakannya. Inilah yang harus diikuti oleh umat Islam," kata Ustadz Kiki.

 
Berita Terpopuler