Terlambat Deteksi Jadi Kendala Penanganan Kanker pada Anak

Umumnya, pasien kanker anak mengalami keterlambatan deteksi.

Republika/Yasin Habibi
Umumnya, pasien kanker anak mengalami keterlambatan deteksi.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Anak RS Kanker Dharmais, dr Haridini Intan, SpA(K), mengatakan, permasalahan yang dihadapi dalam penanganan kasus kanker pada anak adalah masalah diagnostik. Umumnya, upaya mendeteksi kanker pada anak terlambat dan mengalami keterbatasan pemeriksaan.

Baca Juga

"Keterbatasan pemeriksaan sehingga menghambat penanganan dan pengobatan," kata Haridini webinar bertema "Mengurai Permasalahan Kanker Anak di Indonesia" yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu (8/9).

Menurut data WHO, sekitar 400.000 anak dan remaja setiap tahun terdiagnosis menderita kanker. Sedangkan di Indonesia, tercatat 11.000 anak setiap tahun terdiagnosis kanker .Jenis kanker yang sering terjadi pada anak, kata Haridini, antara lain leukemia, lymphoma dan tumor syaraf pusat.

Ia mengatakan, di negara maju, 80 persen anak dengan kanker dapat bertahan hidup. Namun di negara miskin dan negara berpendapatan menengah, hanya 20 persen anak dengan kanker yang mampu bertahan hidup.

Haridini mencontohkan kesintasan lima tahun leukimia limfoblastik akut di Jerman bisa sampai 92 persen.

"Sementara (kesintasan lima tahun leukimia limfoblastik akut) di Indonesia masih sekitar 44 persen. Ini adalah permasalahan kita bersama," tuturnya.

Menurut Haridini, saat ini dibutuhkan sistem pencatatan data (registry kanker anak) yang baik untuk mengetahui besaran masalah dengan lebih baik sebagai dasar pembuatan kebijakan pemerintah. Karena itu, dibutuhkan pendanaan yang memadai dalam pendidikan, penelitian dan pengembangan teknologi diagnosis dan tata laksana kanker pada anak.

 
Berita Terpopuler