Amendemen UUD 1945 Diharapkan Optimalkan DPD

Optimalisasi DPD dalam amendemen buat produk legislasi lebih legitimate

istimewa/dpr
Ketua Kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung, mengatakan DPD menyambut secara terbuka wacana amendemen UUD 1945 yang tengah bergulir. Akan tetapi, perubahan UUD harus menyeluruh. Tidak parsial pada bagian-bagian tertentu saja.
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendorong agar amendemen UUD 1945 berimplikasi positif pada penguatan sistem demokrasi di Indonesia. Termasuk optimalisasi peran DPD sebagai salah satu kamar di parlemen, yang mengusung sistem bikameral. Jika DPD kuat, maka produk legislasi jadi lebih legitimate.

Hal ini muncul dalam agenda Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Dewan Perwakilan Daerah MPR RI di Tangerang, Ahad (5/9). Ketua Kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung, mengatakan DPD menyambut secara terbuka wacana amendemen UUD 1945 yang tengah bergulir. Akan tetapi, perubahan UUD harus menyeluruh. Tidak parsial pada bagian-bagian tertentu saja.

Menurutnya, DPD adalah kanal aspirasi daerah. Artinya, secara representatif, DPD inilah wajah dari NKRI. Esensi demokrasi perwakilan hanya akan bisa dicapai jika DPD punya kewenangan memadai.

"Peran DPD juga bahkan merefleksikan perhatian kita pada pembangunan daerah dan NKRI,” kata Tamsil dalam sambutannya, seperti disampaikan dalam pers rilis yang diterima Republika.co.id.

Senator asal Sulawesi Selatan ini menambahkan, bahwa penguatan kewenangan DPD akan semakin memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Parlemen mestinya melahirkan produk hukum dari dialektika yang kaya dan perdebatan mendalam.

Sehingga produk UU menjadi kuat dan representatif. Menampung berbagai aspirasi yang mencuat dari denyut kehidupan rakyat. 

Senada dengan Tamsil pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mendorong wacana amendemen UUD 1945 untuk tujuan penataan dan penguatan demokrasi. Salah satu yang mendapat sorotan yaitu kewenangan DPD yang dinilai tanggung dan agak ironis. 

“Sistem bikameral untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat daerah yang berbeda-beda. Kewenangan representasi daerah mestinya lebih besar, tapi justru terjadi sebaliknya.  Lembaga legislatif, tapi minim kewenangan legislatif,” kata Siti Zuhro

 

Selain di sektor legislatif, menurut Siti Zuhro, amendemen kelima UUD 1945 harus juga diarahkan ke ranah eksekutif. Yaitu membuka ruang partisipasi kontestasi kepemimpinan yang seluas-luasnya untuk menjaring pemimpin terbaik bagi republik. 

Esensi pemilu, kata dia, adalah menyajikan kompetisi yang sehat, beradab dan promotif terhadap lahirnya pemimpin terbaik. Sehingga menjadi sangat relevan untuk meninjau kembali presidential threshold dan mendorong calon presiden independen.

Pengamat sosial politik Ibedilah Badrun mengimbuhkan, gabungan anggota DPD semestinya diberi ruang mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Karena secara komparatif, suara DPD sudah melampaui ambang batas pencalonan yang diberikan kepada partai politik sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. 

Narasumber lainnya, Hafid Abbas, menyoroti terjadinya keterbelahan sosial yang semakin meruncing dan mengakibatkan pelapukan dari dalam. Mantan Ketua Komnas HAM ini menilai, sistem politik saat ini melanggengkan ketimpangan dan menimbulkan beragai problem sosial, karena sejak awal rekrutmen tidak representatif. "Hanya mengakomodir kelompok tertentu,” kata Guru Besar Universitas Negeri Jakarta tersebut.

 

Sementara itu, pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis mendorong DPD memperkuat peran dengan aktif mengangkat isu-isu daerah. Menurutnya, situasi politik yang membuat DPR melempem, justru jadi kesempatan bagi DPD menunjukkan jika ada kamar lain di parlemen yang berjuang untuk rakyat.

 
Berita Terpopuler