Depati Amir, Patriot Muslim dari Bangka (III-Habis)

Depati Amir adalah figur yang memiliki toleransi yang tinggi.

tanggapan layar/ istimewa
Depati Amir
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Dalam catatan Belanda dikemukakan bahwa Depati Amir adalah figur yang memiliki toleransi yang tinggi. Ia tidak hanya mementingkan segolongan agama semata. Dalam berbagai kesempatan, dirinya mengajak secara bersama-sama umat agama lain.

Baca Juga

Karakteristiknya yang penuh toleran juga ditunjukkan kepada suku bangsa lain, semisal yang dialaminya tatkala dalam pengasingan Belanda di Kupang, Pulau Timor (Nusa Tenggara Timur). Seperti diketahui, selain warga Melayu Bangka, kuli-kuli parit timah asal Tionghoa juga ikut berjuang bersama Depati Amir dalam melawan penjajah.

Lewat jaringan ini, penyelundupan senjata lewat Temasek (Singapura) berlangsung.Persenjataan itu diperoleh melalui barter dengan timah hasil bumi Bangka. Langkah demikian terpaksa diambil kala itu agar pasukan Amir dapat mempersenjatai diri dalam melawan Belanda.

Dalam laporan penelitian Prof M Dien Madjid dan tim yang berjudul Berebut Tahta Di Pulau Bangka: Ketokohan Depati Amir Dalam Catatan Belanda (LP2M UIN Jakarta), dituturkan bahwa perjuangan Amir mendapatkan sokongan dari lintas suku bangsa di Bangka. Bukan hanya sesama etnis Melayu, tetapi juga Tionghoa setempat. Banyak tokoh keturunan Cina yang membersa mainya dalam perjuangan.

 

 

Di antaranya adalah King Tjoan, seorang mantan mandor tanah di Blinyu. Ada pula, Budjang Singkep, Akei Asan, Oeibin, dan Bengol.Berikutnya, Tata, Dayo, Dasum, dan Ko So Sioe, seorang mantan centeng di kompleks pertambangan Singlo Sungailiat. Begitu pula Lannang Amo, The Ling le, Lo Adijien, dan Iksam Moksin dari Pangkalpinang.

Sebagian orang-orang etnis Cina itu bertugas khusus dalam jejaring pasukan Depati Amir. Ada yang menangani pasokan senjata siap pakai, seperti tombak, klewang dan lainnya. Sebagian diamanhi membantu gerakan-gerakan pemberontak di wilayah pertambangan. Kolaborasi Amir dengan mereka berhasil membuat Belanda kewalahan.

Misalnya, ketika ia dibantu puluhan orang Cina saat membakar tambang Sungailiat. Sejak saat itu, dirinya menjadi buronan di mata pejabat kolonial. Bahkan, Dien Madjid mengatakan, orang-orang Cina di Bangka mematuhi komandonya.Termasuk Tjing, yang sengaja menebarkan racun pada nasi yang hendak disajikan kepada sejumlah tentara Belanda.

Baik Amir maupun Tjing, dipandang Belanda sebagai sepasang pejuang yang berbahaya. Dalam korespondensi lintas pemerintah, nama-nama mereka kerapkali disebutkan sebagai tokoh penting, biang keladi kerusuhan di Bangka.Keduanya ibarat representasi dua etnis dominan yang mendiami pulau Bangka, Melayu dan Cina, demikian kutipan laporan tersebut.

 

 

Sementara, bagi kalangan pribumi, nama Demang Sura Menggala menjadi tokoh yang turut membantu perjuangan Depati Amir dan pasukannya. Menggala berjasa dalam menggalang dana. Bagaimanapun, rezim kolonial tak tinggal diam.Berbagai upaya dilakukan untuk menangkap Depati Amir.

Dalam surat Kapten Komandan Infanteri ke I Doorschodt kepada mayor komandan militer Bangka tertanggal 14 Juli 1850, pejabat kolonial memperoleh informasi terkait rencana Depati Amir dan para pendukungnya. Mereka diketahui hendak berkumpul di sebuah perkampungan bernama Pako. Atas informasi tersebut, para polisi dan intel Belanda membuat rencana penyerangan tiba-tiba.

 

Sebanyak 50 opsir dan 25 barisan pasukan berangkat untuk melakukan penyerangan terhadap pasukan Depati Amir. Namun setibanya di Pako, Belanda tak menemukan Depati Amir dan pasukannya. Merasa frustrasi, aparat Belanda akhirnya membakar kampung tersebut.

 
Berita Terpopuler