Jepang Konfirmasikan Kasus Mutasi Baru Varian Delta

Kasus mutasi baru varian delta di Jepang dialami warga tanpa riwayat keluar negeri.

EPA
Antrean vaksinasi Covid-19 kelompok usia muda di Jepang. Tim peneliti mengungkap temuan kasus pertama yang melibatkan mutasi varian delta dari virus corona penyebab Covid-19.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang mengonfirmasikan adanya kasus pertama Covid-19 yang melibatkan mutasi baru varian delta dari virus SARS-CoV-2. Sejauh ini, ada delapan kasus yang dilaporkan di seluruh dunia.

Tim yang dipimpin oleh associate professor Hiroaki Takeuchi dari Tokyo Medical and Dental University Hospital mengumumkan temuan tersebut pada Senin (30/8). Tim peneliti mengungkapkan bahwa mutasi itu ditemukan ketika seorang pasien yang terinfeksi varian delta mengunjungi lembaga tersebut pada pertengahan Agustus.

"Berdasarkan analisis genom, kemungkinan besar kasus terbaru ini bermutasi di dalam negeri, sebab pasien tidak punya riwayat bepergian keluar negeri," kata Takeuchi, dikutip dari Japan Times pada Selasa.

Analisis genetik menyingkap kasus terbaru di Jepang melibatkan mutasi N501S. Mutasi tersebut mirip dengan mutasi--yang dikenal sebagai N501Y--yang terjadi pada varian alpha yang pertama kali teridentifikasi di Inggris.

Penelitian ini dilakukan bersama oleh ahli virologi dan penyakit menular dari Graduate School of Medical and Dental Sciences yang berafiliasi dengan Tokyo Medical and Dental University, Laboratorium Analisis Genom di the Research Institute for Intractable Diseases. dan Tohoku University Hospital. Tim menyebutkan dampaknya terhadap penularan virus sejauh ini masih belum jelas dan para peneliti berencana melakukan studi lebih lanjut.

Ketika terinfeksi varian virus corona yang membawa mutasi N501Y, pasien memiliki risiko infeksi sekunder yang lebih tinggi serta mengembangkan gejala parah dan kematian. Karena kesamaan antara N501Y dan N501S, peneliti percaya pasien yang terinfeksi N501S bisa menghadapi prognosis yang sama.

Baca Juga

Takeuchi mengatakan upaya penuh harus dilakukan untuk mengekang infeksi Covid-19, sebab penularan virus lebih jauh dapat menyebabkan terus munculnya varian baru di Jepang. Ia juga menyerukan penggunaan analisis genetik untuk meningkatkan pemantauan virus.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, varian delta sama menularnya dengan cacar air dan sekitar dua kali lebih menular dari varian sebelumnya. Jepang pertama kali menemukan kasus varian delta pada 20 April dan kini varian tersebut telah mendominasi di sana.

 
Berita Terpopuler