Covid-22 Jadi Trending Topic, Apa Itu Sebenarnya?

Istilah Covid-22 pertama kali disebut oleh ahli imunologi asal Swiss.

MgIT03
Ilustrasi penyebaran virus corona tipe baru, SARS-CoV-2. Virus penyebab Covid-19 ini pertama kali ditemukan di China pada akhir 2019 lalu menyebar luas dan cepat menjadi pandemi. Kabar mengenai Covid-22 menjadi trending topic di banyak negara.
Rep: Farah Noersativa Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Covid-22 menjadi trending topic di media sosial Twitter di sejumlah negara. Banyak orang memperbincangkan hal itu dan sebagian warganet pun menjadi takut.

Dari mana awal munculnya istilah tersebut? Menurut laman Insider yang dikutip pada Kamis (26/8), sumber utama keriuhan berasal dari tweet viral dari situs web berita Insider Paper yang tidak berafiliasi dengan Insider.

Situs itu menerbitkan artikel tentang pernyataan seorang ahli imunologi dari Swiss, pada Senin (23/8) lalu. Laman Express UK dan The Sun di Inggris juga memuat berita dari narasumber yang sama, namun narasinya tak seperti yang dibuat Insider Paper.

Baca Juga

"PERINGATAN: Varian super baru bernama 'Covid-22' bisa lebih berbahaya daripada strain delta, para ahli memperingatkan," tulis Insider Paper dalam cicitannya yang mengumpulkan lebih dari 13 ribu likes dan 30 ribu retweet.

Ribuan orang mengekspresikan kebingungan dan ketakutan di bagian komentar. Dalam artikel yang terbit Ahad di surat kabar Swiss berbahasa Jerman Blick, seorang ahli imunologi Swiss dan profesor di ETH Zürich di Zürich, Swiss. Sai Reddy, rupanya menggunakan istilah "Covid-22" untuk membahas potensi masa depan pandemi akibat infeksi virus corona.

"Fase pandemi berikutnya akan menjadi masalah besar, yakni ketika varian beta atau gamma menjadi lebih menular, dan/atau delta berkembang. Covid-22 bisa lebih buruk dari apa yang kita alami sekarang," kata Reddy dalam artikel tersebut.

Menurut seorang profesor biologi di Davidson College, Dave Wessner, menyebut varian SARS-CoV-2 dengan istilah "Covid-22", tak masuk akal pada beberapa tingkatan. Menurutnya, itu tidak secara akurat mencerminkan biologi.

 

"Saya pikir memperkenalkan nama baru seperti itu hanya membingungkan masyarakat umum lebih dari apa pun," kata Wessner.

 

Covid-19 bukanlah virus melainkan nama penyakit yang disebabkan oleh virus corona tipe baru (SARS-CoV-2). Oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), varian tertentu dari virus corona tersebut diberi nama menggunakan huruf Yunani, seperti delta dan lambda.

Bahkan, ketika varian seperti delta muncul dengan mutasi yang membuatnya lebih mudah menular atau berpotensi resisten terhadap vaksin, galur virus itu masih dapat dikenali sebagai variasi dari SARS-CoV-2. Jadi, tak tepat jika varian apapun yang akan muncul dari virus corona tipe baru disebut sebagai Covid.

Dengan munculnya setiap varian baru, menurut Wessner, penyakitnya tidak berubah menjadi sesuatu yang baru dan biologi dasar virus tidak berubah. Oleh sebab itu, menjadi tidak masuk akal untuk menyebut varian dengan sebutan "Covid-22".

Menyebut "Covid-22" sama saja dengan mengisyaratkan adanya penyakit yang berbeda. Reddy yang tidak segera menanggapi permintaan komentar telah mengklarifikasi komentarnya dalam sebuah wawancara dengan Newsweek.

Reddy menyebut sangat sepakat mengenai penggunaan nama Covid-19 sebagai penyakit yang disebabkan SARS-CoV-2. Dia mengaku tak menyadari menggunakan istilah "Covid-22" akan menuai reaksi yang berlebih oleh masyarakat.

"Yang ingin saya sampaikan adalah ketika SARS-CoV-2 berevolusi secara harfiah, pemikiran kita tentang bagaimana merespons dan menangani pandemi juga harus berkembang," kata Reddy kepada Newsweek.

 
Berita Terpopuler