Kenali Short Sleeper, Sindrom yang Diidap Barack Obama

Apa yang menyebabkan orang mengalami sindrom short sleeper?

AP/Matt Slocum
Mantan Presiden AS Barack Obama merupakan salah satu tokoh yang mengalami sindrom short sleeper.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang dengan sindrom short sleeper hanya tidur empat sampai enam jam per malam. Pengidapnya tetap merasa cukup istirahat dan waspada sepanjang hari.

Kondisi langka ini memengaruhi sekitar satu persen dari populasi. Ada sejumlah orang terkenal yang mengaku memiliki sindrom itu, termasuk Barack Obama, Martha Stewart, dan pencipta Twitter Jack Dorsey.

Pakar tidur mungkin menyebut seseorang dengan sindrom short sleeper sebagai habitual short sleeper (HSS) dan natural short sleeper (NSS)," kata profesor di departemen psikologi di University of Utah, yang telah mempelajari tidur pendek, Paula G. Williams, dilansir Insider, Ahad (22/8).

Walaupun sekitar 30 persen orang Amerika melaporkan insiden tidur pendek secara teratur, nyatanya banyak yang tidak mengalami sindom itu dari sudut pandang klinis, karena mereka tidak merasa cukup istirahat pada hari berikutnya. Gejala utama sindrom short sleeper adalah secara konsisten tidur enam jam atau kurang dan merasa berfungsi penuh keesokan harinya.

Dari penelitiannya, Williams telah menemukan ciri-ciri lain yang cenderung konsisten di antara kebanyakan orang yang tidur pendek. Williams mengatakan, mereka yang tidak melaporkan disfungsi siang hari terkait dengan tidur pendek dan dicirikan oleh hipomania, impulsif, dan dorongan penghargaan tinggi akan memenuhi kriteria tidur pendek.

"Mereka cenderung terlibat dalam aktivitas yang merangsang yang memungkinkan mereka mengatasi kantuk," ujar dia.

Williams mengatakan, sindrom tidur pendek jauh berbeda dari kondisi seperti insomnia. Misalnya, penderita insomnia akan ditandai dengan kecemasan yang lebih tinggi.

"Orang-orang (insomnia) ini biasanya melaporkan kelelahan, non-restorasi, dan ketidakpuasan dengan tidur pendek mereka," kata dia.

Baca Juga

Baca juga : JTBC: Takut Taliban, Penggemar Sembunyikan Album BTS

 

 

 

Asisten profesor di Yale School of Medicine dan American Academy of Sleep Medicine Fellow, Lynelle Schneeberg mengatakan, banyak orang dengan sindrom tidur pendek mungkin tidak mencari diagnosis dari dokter. Sebab, mereka tidak mengalami efek kesehatan yang merugikan. Ia mengatakan, jika seseorang tidur enam jam semalam atau kurang, penting untuk mendapatkan diagnosis dokter.

"Akan ideal untuk menyingkirkan insomnia dan gangguan tidur medis lainnya, seperti sleep apnea, yang dapat menyebabkan gangguan tidur," ujar dia.

Saat membuat diagnosis, dokter akan mencari perilaku umum yang cenderung ditunjukkan oleh orang dengan sindrom tidur pendek. Pertama, mereka biasanya memiliki pola tidur ini hampir sepanjang hidup mereka, sejak masa kanak-kanak atau dewasa muda, dan tidur pendek dialami terlepas dari apakah itu hari kerja, akhir pekan, atau selama liburan.

Kedua, mereka tidak menggunakan alat bantu tidur untuk tertidur, mereka secara alami tertidur pada waktu yang sama setiap malam, tidur enam jam atau kurang, dan bangun pada waktu yang sama setiap hari dengan perasaan waspada.

Baca juga : Ceramah Gus Baha Sentil Sukarno, Mega, dan PDIP Trending

Ketiga, orang yang tidur pendek secara naluriah cenderung tidur berjam-jam setiap malam. Sebaliknya, seseorang dengan gangguan tidur mungkin melaporkan terbangun beberapa kali di malam hari dan tidak merasa istirahat keesokan harinya.

Schneeberg mengatakan, siapa pun yang mengalami pola tidur tidak teratur dapat mengambil manfaat dari pemeriksaan tidur. Dalam hal ini, mereka mungkin diminta untuk melacak tidur mereka melalui aplikasi, atau catatan tidur tulisan tangan yang dapat Anda unduh dari organisasi seperti American Academy of Sleep Medicine ( AASP).

Setelah melacak pola tidur mereka selama 14 hari, dokter dapat menyarankan tes electroencephalogram (EEG), yang akan merekam gelombang otak orang tersebut. Pada saat yang sama, fungsi jantung akan dikumpulkan melalui elektrokardiografi (EKG).

Tes ini akan membantu dalam membuat penilaian tentang kesehatan tidur seseorang dan apakah mereka kurang tidur, atau jika aktivitas otak mereka menunjukkan gangguan tidur seperti insomnia. Sedikit yang diketahui tentang penyebab sindrom tidur pendek, tetapi para peneliti telah menemukan bukti yang meyakinkan bahwa setidaknya sebagian dari kondisi itu disebabkan faktor genetik.

Salah satu peneliti terkemuka di bidang ini Ying-Hui Fu, yaitu seorang profesor neurologi di University of California, San Francisco, dan anggota UCSF Weill Institute for Neurosciences, telah mempelajari tidur pendek selama hampir 25 tahun. Penelitian itu bukan hal yang mudah karena mereka membentuk sekitar satu persen dari populasi.

Selama bertahun-tahun, Fu telah menemukan beberapa dari penyebab, yang dia sebut gen "tidur pendek”. Pada 2009, Fu dan rekan penelitinya mengidentifikasi mutasi genetik, DEC2, yang diketahui memengaruhi ritme sirkadian.

Baca juga : Usai Jozeph Paul Zhang, Kini Muncul Muhammad Kece

Setelah melakukan pemeriksaan DNA pada beberapa ratus sampel darah dari 70 keluarga orang yang telah berpartisipasi dalam studi tidur, mereka menemukan mutasi pada dua orang, seorang ibu dan seorang anak perempuan. Keduanya menunjukkan gejala umum tidur pendek karena mereka rata-rata tidur sekitar 6,25 jam per malam, tidur dari sekitar jam 23.00 sampai jam 05.00 setiap malam, dan merasa fungsional keesokan harinya.

Fu dan rekan-rekannya kemudian menguji DEC2 lebih lanjut pada hewan. Para ilmuwan membiakkan tikus dan lalat buah dengan mutasi yang sama dan mereka tidur lebih sedikit, dan pulih lebih cepat, daripada tikus dan lalat buah tanpa mutasi. Lalu, 10 tahun kemudian, pada pertengahan 2019, Fu dan timnya mengungkapkan temuan dari gen "tidur pendek" kedua dalam keluarga yang memiliki tiga generasi berturut-turut orang yang menunjukkan gejala sindrom tidur pendek.

Mereka menemukan mutasi satu huruf pada gen ADRB1, dan kemudian menguji temuan mereka dengan tikus untuk mengonfirmasi bahwa bentuk mutan dari ADRB1 mempromosikan tidur pendek alami. Yang cukup menarik, keluarga dengan mutasi pada gen ADRB1 tidak memiliki gen DEC2 dari temuan Fu pada 2009. Karena itu, Fu menyimpulkan bahwa sindrom tidur pendek tidak terbatas pada gen tertentu, tetapi lebih rumit.

Pada Oktober 2019, Fu dan rekan-rekannya melaporkan menemukan gen "tidur pendek" ketiga, ketika mereka mengidentifikasi mutasi titik pada reseptor neuropeptida S 1 (NPSR1). Mereka menemukannya pada seorang ayah dan anak, yang rata-rata tidur 5,5 dan 4,3 jam per malam, ketika melakukan pengurutan seluruh exome dalam keluarga tidur pendek, temuan itu dipublikasikan di Science Translational Medicine.

Mirip dengan tidur pendek dengan gen DEC2 dan ADRB1, ayah dan anak juga secara alami tidur kurang dari enam jam per malam dan tidak mengalami efek buruk dari pola tidur pendek mereka. Para peneliti kemudian menganalisis mutasi pada tikus dan menemukan bahwa mereka lebih aktif dan kurang tidur, dan sebagai hasilnya tidak memiliki gangguan kognitif.

Selain itu, temuan penelitian menunjukkan bahwa NPSR1 mencegah masalah memori yang biasanya terjadi karena kurang tidur. Itu adalah gen pertama yang ditemukan untuk mencegahnya.

Menurut National Sleep Foundation, karena pemilik sindrom tidur pendek berfungsi baik pada siang hari, dan tidak terganggu oleh jumlah tidur yang lebih pendek, maka pengobatan dilakukan jika dibutuhkan atau dengan kondisi khusus. Profesor ilmu psikiatri dan biobehavioral di UCLA Center for Sleep Research, Jerry Siegel mengatakan pembedaan harus dibuat antara orang-orang yang secara spontan tidur kurang dari rata-rata, dan orang-orang yang kurang tidur karena satu dan lain alasan.

Baca juga : ‘Perang' Hadits Palsu Kubu Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib

Jika mereka dapat digambarkan memiliki insomnia atau gangguan tidur lainnya, sebagai lawan dari tidur pendek, kriteria ini akan masuk ke diagnosis atau perawatan apa pun. Sementara itu, satu-satunya perawatan yang direkomendasikan untuk tidur adalah perilaku, seperti tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari dan tidak mengonsumsi stimulan, seperti kafein, sebelum tidur.

 
Berita Terpopuler