Etika Ceramah yang Baik dan Benar di Negeri Plural

Ada etika atau adab ceramah yang baik dan benar di negara Indonesia yang plural.

dok. Republika
Ilustrasi Penceramah
Rep: Fuji Eka Permana Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Arif Fahrudin, menerangkan etika atau adab ceramah yang baik dan benar di negara Indonesia yang plural. Sebelumnya, media sosial dan media massa dihebohkan oleh seorang YouTuber yang melakukan ujaran kebencian terhadap agama Islam dalam ceramahnya.

Baca Juga

Kiai Arif menyampaikan, ceramah yang baik dan benar dalam konteks negara Indonesia yang plural harus memperhatikan dua hal. Pertama, ruang internal umat Islam atau umat beragama (forum internum). Dalam forum ini, hak dan kebebasan umat beragama dalam menyampaikan keyakinan dan kebenaran ajaran agamanya dijamin dan tidak terkurangi (non derogable right). 

"Kedua, ruang publik (forum externum). Dalam konteks ini, kebebasan menyiarkan atau mengekspresikan keyakinan dan kebenarannya umat beragama terbatasi oleh norma dan aturan publik yang terdiri dari ragam agama dan corak budaya masyarakat," kata Kiai Arif kepada Republika, Ahad (22/8).

Ia menyampaikan, norma dan aturan publik sudah diterima dan tertuang dalam regulasi serta fatsun kehidupan beragama di Indonesia. Tujuannya tentunya agar kehidupan berbangsa dan beragama di Indonesia yang tingkat pluralitasnya tertinggi di dunia senantiasa terjaga dalam harmoni (unity in diversity).

 

Ia menegaskan, maka segala bentuk ujaran kebencian (hate speech), penistaan agama (religious blasphemy) tidak hanya bertentangan dengan regulasi negara melainkan juga melanggar ajaran agama. Dalam Alquran sangat jelas larangan untuk menista agama lain. Karena aksi negatif akan menimbulkan reaksi yang negatif juga. Hal ini dijelaskan dalam Alquran, Surah Al-An'am Ayat 108. 

"Maka, upaya komprehensif harus diprioritaskan untuk mencegah praktik-praktik negatif dalam ceramah di ruang publik. Pertama, peningkatan kualitas penceramah. Kedua, penguatan literasi kerukunan. Ketiga, penegakan hukum bagi siapapun yang melanggar aturan dan norma," ujar Kiai Arif.

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, menambahkan, dakwah adalah mengajak, dakwah bukan menginjak. Dakwah itu memberikan yang terbaik kepada orang lain, dakwah bukan untuk merusak.

 "Oleh karena itu kita (pendakwah) perlu bersama-sama memberi kesadaran dan memberikan ajaran agama untuk menjadikan orang lain jadi lebih baik," kata Kiai Cholil.

 

 

 
Berita Terpopuler