Bolehkah Pequrban Donor Darah di 10 Hari Awal Dzulhijjah?

Ulama berselisih mengenai hal ini menjadi dua kelompok pendapat.

ANTARA/Arif Firmansyah
Bolehkah Pequrban Donor Darah di 10 Hari Awal Dzulhijjah?
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arsyad Arifi, Ketua PCIM Yaman

Baca Juga

Hal yang perlu diingat kembali pada kajian sebelumnya adalah makruh hukumnya menghilangkan sesuatu dari anggota tubuh baik itu rambut maupun kuku atau selainnya bagi shohibul qurban ketika telah memasuki sepuluh hari awal bulan dzulhijjah. Hal ini sangatlah ditekankan oleh para ulama, bahkan Imam Ahmad mengatakan haram hukumnya menghilangkan sesuatu dari anggota tubuhnya jika tidak ada hajah untuk menghilangkannya.[1]

Adapun darah secara medis termasuk anggota tubuh manusia, akan tetapi menurut pandangan syari’at apakah makruh bagi sohibul qurban berdonor darah pada sepuluh hari awal dzulhijjah? Ulama berselisih mengenai hal ini menjadi dua kelompok pendapat.

Hukumnya makruh

Yaitu pendapat dari Imam Isnawi, karena beliau berpendapat bahwasanya darah merupakan anggota tubuh manusia dan pada sepuluh hari awal bulan dzulhijjah makruh hukumnya menghilangkan semua anggota badan yang diqiyaskan pada kuku dan rambut yang telah ada dalilnya dari sabda Nabi SAW,

عن أم سلمة رضي الله عنها قالت قال رسول الله صلى الله عليه و سلم (إذا دخل العشر و أراد أحدكم أن يضحى فلا يمس من شعره شيئا) رواه مسلم

Artinya: ”Apabila telah masuk hari kesepuluh (bulan Dzulhijjah), dan salah seorang darimu ingin berkurban, maka ia tidak memotong rambut dan kukunya,” (HR Muslim).

 

Hukumnya mubah

Yaitu pendapat dari Imam Bulqini yang mengkritik pendapat Imam Isnawi. Beliau mengkritik pendapat Imam Isnawi dengan mengatakan bahwasannya yang dimaksud dengan anggota tubuh disini adalah anggota tubuh yang dhahir terlihat seperti kulit yang tidak ada madharat jika dipotong dan tidak ada tuntutan syar’I untuk menghilangkannya. Hal ini sesuai dengan pendapat mayoritas ulama, Syekh Sulaiman Bujairomi mengatakan dalam Hasyiyah ala Iqna’,

وعبارة المنهج وكره لمريدها غير محرم إزالة نحو شعر كظفر وجلدة لا تضر إزالتها ، ولا حاجة له فيها[2]

Artinya: “Dan perkataan di kitab al-Manhaj, dan dimakruhkan kepada orang yang ingin berkurban yang bukan muhrim (haji/umroh) untuk menghilangkan rambut juga seperti kuku dan kulit yang tidak ada madharat jika dipotong dan tidak ada tuntutan syar’i untuk menghilangkannya.”

Adapun kedua pendapat tersebut dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami pada kitabnya Tuhfah.

( ويسن لمريدها أن لا يزيل شعره ) ولو بنحو عانته وإبطه ( ولا ظفره ) ولا غيرهما من سائر أجزاء البدن حتى الدم كما صرحوا في الطلاق قاله الإسنوي لكن غلطه البلقيني بأنه لا يصلح لعده من الأجزاء هنا وإنما المراد تبقية الأجزاء الظاهرة نحو جلدة لا يضر قطعها ولا حاجة له فيه[3]

Artinya: “Disunnahkan untuk tidak menghilangkan rambutnya (walaupun rambut kemaluan dan ketiak), kukunya dan selain keduanya dari seluruh anggota badan hingga darah seperti yang dikatakan pada bab talak oleh Ismawi akan tetapi Imam bulqini mengkritik pendapat tersebut dan menyatakan bahwasannya darah tidak sesuai dihitung sebagai anggota tubuh yang dimaksud dalam bab ini, karena yang dimaksud dengan anggota tubuh disini adalah anggota tubuh yang dhahir terlihat seperti kulit yang tidak ada madharat jika dipotong dan tidak ada tuntutan syar’i untuk menghilangkannya.”

Kesimpulan dari uraian diatas bahwasannya berdonor darah bagi sohibul qurban pada sepuluh hari awal dzulhijjah hukumnya mubah menurut pendapat yang lebih rajih. Karena dalinya lebih relevan dengan konteks syariat yang ditentukan. Maka dari itu, dibolehkan juga untuk menghilangkan darah selain dengan donor, seperti bekam, fasd, tes darah dan metode pengobatan lainnya yang menghilangkan darah dari tubuh. Semuanya itu dibolehkan oleh untuk sohibul qurban. Wallahua’lambishawab.

-----

[1] Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’ishn, Busyra al-Karim, Dar al-Minhaj, Jeddah, 2008, hlm. 703.

[2] Ibid

[3] Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani dan Syekh Ahmad bin Qasim al-‘Abbadi, Hawasyi Syarwani wa Ibn Qasim al-‘Abbadi ‘ala Tuhfah al-Muhtaj bisyarh al-Minhaj; Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2007, Juz 12 hlm. 250.

Link artikel asli

 
Berita Terpopuler