TWK Langgar HAM: Respons KPK dan Desakan kepada Jokowi

"Jangan semua persoalan itu lari ke presiden," kata Moeldoko.

ANTARA/M Risyal Hidayat
Kaus hitam bertuliskan
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Rizkyan Adiyudha, Fauziah Mursid

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan langsung menyerahkan temuan dan rekomendasinya terkait asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pekan depan. Sebelumnya, Komnas HAM menilai, TWK terhadap pegawai KPK melanggar HAM.

Baca Juga

"Paling cepat minggu depan (menyerahkan rekomendasi)," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada Republika, Rabu (18/8). "Saat ini masih edit tata bahasa, tata letak dan juga hal-hal teknis lainnya," tambah Beka.

Komnas HAM berharap agar rekomendasi dimaksud dapat segera mendapat perhatian dan tindak lanjut Presiden Jokowi. Nantinya, lanjut Beka, Komnas HAM akan terus memantau sikap yang diambil baik oleh Presiden maupun KPK dan BKN.

"Nanti monitoring-nya didasarkan sikap Presiden, KPK dan BKN menanggapi laporan Komnas HAM," ujar Beka.

"Kuncinya berdasar rekomendasi Komnas HAM ada di tangan Presiden, " kata Beka, melanjutkan.

Dikonfirmasi terpisah, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan, dalam pertemuan nanti, pihaknya bukan hanya menyerahkan temuan dan rekomendasi saja tapi juga memberikan penjelasan langsung terkait ditemukannya pelanggaran dalam tes tersebut.

"Kami berharap dapat diterima langsung oleh Presiden. Di samping menyerahkan laporan lengkap pertemuan itu juga penting untuk penjelasan langsung khususnya juga menunjukkan bukti sebagai dasar kesimpulan," kata Anam.

Sebelumnya Komnas HAM menyatakan, ada 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Asesmen TWK pegawai KPK. Sebelas bentuk hak yang dilanggar tersebut adalah hak atas keadilan dan kepastian hukum; hak perempuan; hak untuk tidak diskriminasil hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan; hak atas pekerjaan; dan hak atas rasa aman.

Berikutnya, hak yang dilanggar adalah hak atas informasi; hak atas privasi; hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat; hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan; dan hak atas kebebasan berpendapat.

Adapun laporan akhir ini dibuat setelah Komnas HAM mendapatkan aduan dari pegawai KPK yang dinyatakan gagal dalam proses Asesmen TWK. Dalam prosesnya, terdapat 23 orang pegawai komisi antirasuah yang dimintai keterangan baik yang lolos maupun tak lolos.

Selain itu, Komnas HAM juga meminta keterangan dari pihak lain termasuk Pimpinan KPK yang diwakili oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Tak hanya itu, KPK juga mendalami barang bukti yang diterima berupa dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan Asesmen TWK sebagai syarat alih status kepegawaian.

Pada hari ini, koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Rakyat Antikorupsi mendesak Presiden Jokowi memecat pimpinan KPK lantaran telah terbukti melakukan pelanggaran HAM dalam TWK.

"Memberhentikan seluruh pimpinan KPK dan Dewas yang telah mengabaikan nilai-nilai antikorupsi dengan membiarkan TWK dengan berbagai pelanggaran HAM di dalam prosesnya terjadi," kata Perwakilan Rakyat Antikorupsi dalam keterangannya, Feri Amsari, Rabu (18/8).

Menurut Feri, pimpinan KPK melakukan cara-cara memalukan dengan melibatkan berbagai pihak untuk memuluskan rencananya menyingkirkan 75 pegawai yang dikenal mumpuni memberantas korupsi.

"Dewan Pengawas KPK pun acuh tak acuh karena sedari awal memang dibentuk untuk memenuhi kepentingan Presiden," ujarnya.

Ia menekankan, seluruh hak tersebut dilindungi dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, konvenan HAM internasional dan UUD 1945. Bahkan, hasil penyelidikan Komnas HAM sejalan dengan temuan Ombudsman yang menemukan cacat prosedural dan malaadministrasi dalam penyelenggaran TWK.

"Membiarkan pelanggaran HAM sama saja melanggar UUD 1945. Seorang Presiden saja dapat diberhentikan karena pelanggaran konstitusi, apalagi pimpinan KPK dan Dewas," tegas dia.

Rakyat Antikorupsi juga meminta Jokowi untuk memulihkan nama baik seluruh pegawai KPK yang lulus dan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus TWK dengan cara mengembalikan status mereka sebagaimana mestinya menurut UU yang berlaku.

"Mencabut UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK yang merupakan produk memperlemah kelembagaan KPK," kata Feri.

Untuk diketahui, Rakyat Antikorupsi terdiri dari 11 organisasi yakni YLBHI, Pusako, Perludem, Public Virtue dan Dewi Keadilan (Social Justice Mission), dan BEM SI Rakyat bangkit. Kemudian, BEM UNS, LBH Mu-PP Muhammadiyah, Paramadina Public Policy Institute (PPPI), dan Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Selain itu, ada juga lima tokoh yang tergabung dalam Rakyat Antikorupsi. Mereka adalah mantan Ketua PPATK Yunus Husein, dan empat mantan pimpinan KPK Moch Jasin, Abraham Samad, M Busyro Muqoddas dan A. Pandupraja.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan taat hukum berkenaan dengan hasil pemeriksaan Komnas HAM yang menemukan pelanggaran hak asasi dalam pelaksanaan TWK. Lembaga antirasuah itu mengaku menghormati temuan Komnas HAM.

"Bahwa kami menyampaikan karena KPK ini adalah lembaga hukum tentu KPK akan taat pada hukum, keputusan hukum," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar di Jakarta, Rabu (18/8).

Sayangnya, Lili mengaku belum bisa memberikan tanggapan lebih lanjut terkait temuan tersebut. Dia mengatakan saat ini, KPK juga masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini tengah diperkarakan di kedua lembaga tersebut.

Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri menegaskan, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalaui mekanisme TWK bukan tanpa dasar. Dia berdalih, bahwa peralihan itu merupakan amanat peraturan perundang-undangan yang telah sah berlaku yakni UU Nomor 19 tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020 dan Perkom Nomor 1 tahun 2021.

Ali mengatakan, dalam pelaksanaannya KPK telah melibatkan kementerian/lembaga negara yang mempunyai kewenangan dan kompetensi dalam proses tersebut. Dia meyakini kalau KPK juga telah mematuhi segala peraturan perundangan yang berlaku, termasuk terhadap putusan MK dan amanat Presiden.

"Proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN saat ini juga sedang dan masih menjadi objek pemeriksaan di MA dan MK," katanya.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menanggapi desakan sejumlah pihak agar Presiden Jokowi mengambil alih proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN. Moeldoko menilai tidak semua persoalan harus diambil alih langsung oleh presiden.

Sebab, kata Moeldoko, dalam struktur kelembagaan maupun badan sudah ada pejabat yang bertugas dan melekat dengan tanggung jawab.

"Jangan semua persoalan itu lari ke presiden. Terus ngapain yang di bawah?" kata Moeldoko yang dikutip pada Rabu (18/8).

Apalagi Moeldoko menilai, urusan kepegawaian  merupakan wewenang Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ia meyakini, BKN memiliki standar-standar dalam menjalankan tugas terkait kepegawaian tersebut.

"BKN punya standar-standar tersendiri di dalam menentukan itu. Semaksimal mungkin presiden tidak terlibat di dalamnya," kata Moeldoko.

Ia juga berharap ke depannya, tidak semua urusan didesak untuk diambil alih kepada Presiden. Moeldoko meminta agar fokus presiden untuk persoalan negara yang lebih besar.

"Jadi nanti kalau semua semuanya presiden, berilah ruang kepada presiden untuk berpikir yang besar, persoalan-persoalan teknis pembantu yang menjalankan, itu memang strukturnya harus begitu agar apa, agar struktur organisasi bernegara ini berjalan efektif, kalau enggak nanti berbelit," katanya.

KPK sampaikan keberatannya atas temuan proses TWK yang dinilai maladministrasi oleh Ombudsman. - (Republika)

 
Berita Terpopuler