Jalan Panjang Integrasi Pelabuhan Indonesia

Integrasi ini menjadikan Pelindo nantinya menjadi operator pelabuhan terbesar ke 8.

ANTARA/ARNAS PADDA
Sebuah kapal kargo bersandar di Pelabuhan Peti Kemas Makassar yang dikelola PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV (Persero) di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (14/7/2021). PT Pelindo IV (Persero) mencatat realisasi arus kunjungan kapal di wilayah kerjanya pada Triwulan I 2021 sebanyak 19.438 call atau meningkat 7,79 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebanyak 18.033 call.
Rep: Sapto Andika Candra Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingginya biaya logistik kerap kali disebut sebagai pengganjal laju investasi di Tanah Air. Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Pemerintah mencatat rapor merah logistic performance index Indonesia teranyar, hasil penilaian pada 2018, yang berada di peringkat ke-46.

Baca Juga

Performa logistik Indonesia masih berada di bawah Singapura yang berada di peringkat 7, China di peringkat 26, Thailand di peringkat 32, Vietnam di peringkat 39, Malaysia peringkat 41, dan India peringkat 44.
 
Presiden Joko Widodo dalam sebuah rapat terbatas di Istana pada 2020 lalu sempat menyinggung hal ini. Urusan sulitnya industri logistik nasional untuk berkembang, menurut presiden, sudah menjadi perhatiannya sejak awal memimpin pemerintahan pada 2014. Menurutnya Indonesia perlu sebuah peta jalan logistik nasional yang lebih efisien. 
 
Dalam sebuah dialog dengan nelayan di Ambon pada Maret 2021, Presiden Jokowi juga mendapat curhat -an mengenai tingginya biaya logistik. Dalam kunjungan kerja presiden di Pelabuhan Yos Sudarso, Kota Ambon saat itu, Kuntoro Alfred Kusno, salah satu pengusaha perikanan mengeluhkan mahalnya ongkos logistik untuk melakukan uji mutu terhadap hasil perikanan. 
 
Iklim logistik nasional punya peran penting dalam menarik minat investasi. Pasalnya, logistik juga berpengaruh terhadap kinerja trading across borders yang pada akhirnya juga memengaruhi ease of doing business atau kemudahan berbisnis. Presiden menilai salah satu kunci dari seretnya laju investasi ke dalam negeri adalah perbaikan ekosistem logistik nasional. 
 
Presiden bahkan mengungkapkan, biaya logistik Indonesia masih lebih tinggi ketimbang lima negara ASEAN lainnya. Hal ini disebabkan operasi dan infrastruktur pelabuhan yang belum optimal. 
 
Biaya logistik nasional masih bertengger di kisaran 24 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau setara Rp 3.560 triliun. Angka yang tentu saja tidak kecil. Bagi sebuah bisnis, tingginya biaya transportasi membuat biaya inventori ikut membengkak. 
 
Bagaimana solusinya? Kembali lagi, perbaikan ekosistem logistik nasional. 
 

 
Integrasi Pelindo, Cita-Cita Lama
 
Solusi terbaik dalam memperbaiki iklim logistik nasional adalah dengan mengintegrasikan perusahaan negara yang mengelola pelabuhan. Ada empat BUMN yang punya tugas mengelola pelabuhan di Indonesia, mulai dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I hingga IV. Keempatnya selama ini berjalan sendiri-sendiri meski punya lingkup bisnis yang serupa. 
 
Rencana penggabungan empat BUMN yang mengurus pelabuhan ini sebenarnya sudah diembuskan sejak 2005 silam. Menteri Negara BUMN saat itu, Sugiharto, sempat menyampaikan bahwa merger BUMN pelabuhan bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi perusahaan. Sayang, rencana ini urung terlaksana hingga satu dekade setelahnya. 
 
Melompat ke tahun 2015, di tahun kedua kepemimpinannya, Jokowi menyinggung soal pentingnya reformasi industri logistik di Indonesia. Ia menyampaikan pentingnya upaya untuk menurunkan biaya logistik. Salah satunya, lagi-lagi, dengan mengintegrasikan BUMN pelabuhan. Meskipun saat itu memang belum disebut wujud integrasi seperti apa yang akan dijalankan. 
 
Setelah perencanaan dan pembahasan yang panjang, akhirnya pada 2021 ini langkah integrasi Pelindo I-IV bisa terlaksana. Pemerintah berencana menggabungkan BUMN pelabuhan dalam satu entitas tunggal pada September-Oktober 2021. Berdasarkan siaran pers Pelindo I pada Juni 2021, integrasi Pelindo ini akan membuat seluruh pelabuhan nasional memiliki standar operasi yang sama dan menciptakan efisiensi. 
 
Skema integrasi dipilih dengan mempertimbangkan efisiensi dan koordinasi yang bisa lebih sistematis. Selain itu, cost of fund pun bisa lebih dioptimalkan melalui entitas yang lebih besar dan kuat. Sementara entitas penggabungan (surviving entity) nantinya bisa mengelola aset dengan lebih baik. 
 
 
Pelindo 1 - (dok. Istimewa)
 
 
Pelindo Jadi Lebih Kuat
Direktur Utama Pelindo II sekaligus Ketua Organizing Committee Integrasi Pelindo Arif Suhartono menyampaikan integrasi nanti akan menelurkan skema pengelompokan atau klaster untuk kegiatan bisnis sejenis di dalam Pelindo. Ada empat klaster yang akan dibentuk, yakni petikemas, nonpetikemas, logistik, serta marine and equipment. 
 
Pembentukan klaster di atas di harapkan dapat meningkatkan performa terhadap seluruh aktivitas sejenis di seluruh pelabuhan di Indonesia. Manfaat bagi pengusaha, tentu saja biaya logistik yang berkurang. 
 
Selama ini, Arif melanjutkan, dengan adanya empat BUMN pelabuhan yang bekerja secara terpisah, maka belum ada penyamaan standar dan operasional. Kemampuan keuangan dan operasi dari masing-masing Pelindo pun, ujarnya, berbeda-beda. Hal ini berdampak besar terhadap operasional di lapangan. 
 
"Ada pelabuhan utama dari Medan, Jakarta. Surabaya sampai ke Timur. Performa dari masing-masing pelabuhan beda-beda. Capability dari masing-masing Pelindo berbeda-beda. Karena entitas beda-beda ini, tidak mungkin dan tidak mudah dari sini pindah ke yang lain. Dan dengan masalah ini, salah satu solusi yang ditawarkan adalah merger," kata Arif dalam sebuah dialog dengan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, awal 2021. 
 

 
Dukungan terhadap rencana merger atau integrasi terhadap seluruh BUMN pelabuhan pun didukung seluruh pimpinan masing-masing perusahaan. Direktur Utama Pelindo I Prasetyo menyampaikan integrasi ini merupakan langkah besar konsolidasi dalam pelayanan pelabuhan di Indonesia. Integrasi ini sekaligus menjadikan Pelindo nantinya menjadi operator pelabuhan terbesar ke-8 dunia. 
 
"Penggabungan 4 kekuatan ini juga akan meningkatkan kontribusi kepada negara senilai Rp 7,4 triliun dalam 5 tahun ke depan," kata Prasetyo dalam sebuah diskusi virtual, Juli 2021. 
 
Sementara itu, Direktur Utama Pelindo III Boy Robyanto menyebutkan, integrasi Pelindo juga akan menyatukan sumber daya keuangan, peningkatan leverage, dan memperkuat permodalan. Value creation atau penciptaan nilai klasterisasi bisnis dari integrasi ini bahkan diperkirakan  mencapai Rp 2,1 triliun pada 2025. 
 
Dirut Pelindo IV Prasetyadi pun menyampaikan nada yang sama. Menurutnya, seluruh pihak yang berada dalam Pelindo I-IV punya peranan penting dalam integrasi bersejarah ini. Prasetyadi menilai, perubahan adalah sebuah keniscayaan.
 
"Karena itu sangat penting untuk kita terlibat dalam manajemen perubahan atau change manajemen sebagai salah satu mata rantai penting menuju integrasi ini," katanya. 

Pada akhirnya, integrasi BUMN pelabuhan sudah di depan mata. Dengan penggabungan empat perusahaan pelabuhan pelat merah ini, integrasi operasional pelabuhan di seluruh Indonesia bisa terwujud dan diharapkan ongkos logistik bisa ditekan. Ujungnya, investasi bisa semakin deras dan ekonomi nasional pun ikut terdorong maju.

 
Berita Terpopuler