Wakil Ketua DPRD DKI Ikut Bahas Anggaran Sarana Jaya

Anggaran tersebut digunakan untuk membeli tanah di Munjul.

Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengaku pernah mengikuti pembahasan anggaran Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Anggaran tersebut digunakan untuk membeli tanah di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur, dan terindikasi korupsi. (Foto: Mohamad Taufik)
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengaku pernah mengikuti pembahasan anggaran Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Anggaran tersebut digunakan untuk membeli tanah di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur, dan terindikasi korupsi.

Baca Juga

"Iya, dibahas (anggaran Rp1 triliun)," kata Muhammad Taufik di Jakarta, Selasa (10/8).

Kendati demikian, politisi partai Gerindra ini mengaku tidak tahu jika uang tersebut menjadi bancakan oleh para tersangka. Taufik mengaku baru mengetahui adanya masalah pembelian tanah tersebut dari media.

"Sejatinya DPRD tidak paham soal teknis, DPRD hanya penetapan awalan kemudian diserahkan kepada BUMD," katanya.

Taufik diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitasnya sebagai saksi. Dia mengatakan akan memberikan keterangan apapun yang diminta penyidik lembaga antirasuah.

Dia mengaku tidak mempersiapkan apapun saat menjadi saksi bagi tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles. Dia juga tidak membawa apapun untuk diserahkan kepada penyidik KPK.

"Gak ada, persiapan yang kita ketahui saja. Saya nggak bawa dokumen bukan bidang saya, kan di DPRD itu di bagi-bagi," katanya.

Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya sempat mengungkapkan bahwa lembaganya menemukan dua dokumen terkait pencairan dana untuk pembelian tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Salah satu dokumen yang ditemukan untuk pembelian tanah itu mencapai Rp 1,8 triliun.

 

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan empat tersangka yakni mantan Direktur Perumda Sarana Jaya, Yoory Corneles, Direktur serta Wakil Direktur PT. Adonara Propertindo, Tommy Adrian (TA) dan Anja Runtunewe (AR) dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudi Hartono Iskandar (RHI). KPK juga menjadikan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi.

Kasus bermula sejak adanya kesepakatan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana di hadapan notaris antara pihak pembeli yakni Yoory C Pinontoan dengan pihak penjual yaitu Anja Runtuwene Pada 08 April 2019.

Masih di waktu yang sama, juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp 108,9 miliar ke rekening bank milik Anja Runtuwene pada Bank DKI. Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya kepada Anja Runtuwene sekitar sejumlah Rp 43,5 miliar.

Uang tersebut diperuntukan, untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Cipayung Jakarta Timur. Akibat perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar.

Sementara, pembelian tanah dilakukan agar dapat diperuntukan bagi Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta. Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga di markup, salah satunya yakni pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Pondok Ranggon.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang  Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 
Berita Terpopuler