Motivasi KH Nachrowi Thohir Kembangkan Pendidikan Islam (II)

KH Nachrowi membuka kelas yang dikhususkan bagi murid-murid perempuan.

Antara
Kini makin banyak madrasah yang memiliki keunggulan dan mampu menjadi alternatif pendidikan. (Ilustrasi)
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Sewaktu dahulu bertungkus-lumus sebagai santri di pondok pesantren, KH Nachrowi Thohir banyak berguru kepada para kiai dan ulama Islam-tradisionalis. Karena itu, tak heran jika ia kemudian berkhidmat demi kemajuan Islam melalui NU. Bahkan, ketekunannya dalam organisasi tersebut sangat tidak bisa dipandang sebelah mata.

Baca Juga

Pertama-tama, Kiai Nachrowi merupakan salah seorang pendiri NU sejak 1926. Dalam struktur kepengurusan, ia duduk sebagai a'wan syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang pertama. Padahal, usianya kala itu terbilang masih sa ngat muda, yakni 26 tahun. Bahkan, dirinya tercatat sebagai pengurus NU termuda di antara 26 pengurus Syuriah NU lainnya.

Selain itu, Kiai Nachrowi juga merupakan ketua Pengurus Cabang NU Malang yang pertama, yakni periode 1926-1942. Kemudian, ia juga pernah menjadi ketua Tanfidziyah NU saat jabatan ke tua besar dipegang oleh KH Abdul Wahab Hasbullah serta rais akbar oleh KH Hasyim Asy'ari. Aktivitasnya di organisasi tersebut juga turut memengaruhi arah pendidikan Islam dalam konteks daerah maupun nasional.

Dalam visinya, ia tidak ingin anak-anak Muslimin, khususnya warga Nadliyin, hanya berkutat pada dunia pesantren. Sebab, zaman terus dinamis. Perubahan menuntut generasi muda untuk lebih luwes sehingga dapat berkontribusi di ranah manapun. Pandangan itu disampaikannya kepada KH Saifuddin Zuhri pada 1928 tahun momentum Sumpah Pemuda.

(Baca: Motivasi KH Nachrowi Thohir Kembangkan Pendidikan Islam)

 

Ketahuilah bahwa kelak, suatu saat nanti, tidak santri-santri saja yang menjadi anggota NU. Tapi harus ada yang sarjana, insinyur, dokter, dan yang berpendidikan umum lainnya. Semua itu dibutuhkan untuk menunjang keberadaan NU yang luar biasa besar pada saatnya nanti, demikian tutur Kiai Nachrowi, seperti dikutip buku Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliyah, Uswah.

Ya, ia amat meyakini, eksistensi dan per kembang an sebuah organisasi besar bertumpu pada sumber daya manusia (SDM) yang ideal. SDM itu hendaknya tidak hanya menguasai ilmu keagamaan, tetapi juga ilmu umum dan terspesialisasi.

Karena itulah, pada 1939 Kiai Nachrowi juga mendirikan Hollandsch Inlandsch School (HIS) Nahdlatul Oelama di daerah Sawahan, Malang. Lembaga itu merupakan satu-satunya sekolah formal berbahasa Belanda untuk bumiputra atau HIS milik NU di seluruh Indonesia. Dari sana, banyak bermunculan tokoh Islam pada kemudian hari.

Kiprahnya diakui luas kaum Muslimin, khususnya warga Nahdliyin. Sejak 1944 hingga 1951, dirinya dipercaya menjadi ketua umum PBNU dengan menggantikan KH Mahfudz Siddiq. Sewaktu NU keluar dari Masyumi dan membentuk partai sendiri, ketokohan sang alim pun merambah dunia politik. Bahkan, seusai Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 ulama yang prolifik itu terpilih sebagai anggota Konstituante dari unsur Partai NU.

Sejak 1950 Kiai Nachrowi juga diangkat sebagai Kepala Departemen Agama Kabupaten Malang hingga memasuki masa pensiun pada 1960. Setelah pensiun, ia lebih banyak meng habiskan waktunya untuk mengajar dan mem bimbing para san trinya di Pondok Pesantren Miftahul Falah, Bungkuk, Singosari, Malang. Selain itu, dirinya juga aktif sebagai penasihat takmir masjid jami' kota setempat sejak 1950 hingga 1980. 

 

 

Tantangan Mendirikan Sekolah Khusus Muslimah

Wacana emansipasi terhadap perempuan tidak hanya monopoli kaum hawa, tetapi juga laki-laki. Di Indonesia, berbagai tokoh menyuarakan kesempatan yang sama bagi kaum perempuan untuk mengakses pendidikan. Terkait itu, salah seorang figur yang vokal ialah KH Nachrowi Thohir.

Sejarah mencatatnya bukan hanya selaku salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), melainkan juga tokoh pendidikan nasional. Sejak masih belia, Kiai Nachrowi Thohir sudah bertungkus lumus dalam dunia pesantren, baik sebagai santri maupun pengajar. Dengan dukungan mertuanya, KH Abdul Hadi, pada 1921 ia pun mendirikan sekolah for mal Islami yang dinamakannya Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan (NW).

Dalam praktiknya, lembaga tersebut hanya membuka akses pendidikan untuk murid pria. Padahal, sedari awal Kiai Nachrowi bervisi kemajuan generasi Muslimin, baik kaum lelaki maupun perempuan. Karena itu, pendidikan sudah sepatutnya juga dinikmati Muslimah. Ternyata, perjuangannya tidak mudah. 

Kiai Thohir sempat mengundang sejumlah orang tua murid Madrasah Muslimin NW untuk mengungkapkan idenya, mendirikan madrasah khusus perempuan. Banyak pihak yang kemudian menentang gagasan tersebut.

Dalam tesisnya yang berjudul Peran KH Nachrowi Thohir dalam Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam di Malang Periode 1923-1980, Bachtiar Abdi Irawan Hakim menjelaskan sejumlah tantangan yang dihadapi Kiai Nachrowi saat itu.

 

Menurut Bachtiar, masyarakat kala itu masih beranggapan, anak perempuan tidak perlu bersekolah. Sebab, mereka kelak hanya akan menjadi istri yang sibuk mengurus rumah tangga. Bahkan, Kiai Nachrowi kala menyampaikan ide nya pernah diancam orang dengan golok.

Mubaligh kelahiran tahun 1900 itu lantas berkonsultasi dengan sejumlah kiai senior. Mereka pun memintanya untuk menghadap KH Wahab Hasbullah di Tambakberas, Jombang. Setelah bertemu, Kiai Nachrowi pun akhirnya mendapatkan restu. 

Kiai Wahab berusaha meyakinkan kalangan sesepuh Nahdliyin bahwa tujuan dai tersebut sebenarnya baik. Akhirnya, Kiai Nachrowi dapat membuka kelas yang dikhususkan bagi murid-murid perempuan. Pada akhirnya, kelas tersebut berkembang menjadi Madrasah Muslimat Nahdlatul Wathan pada 1924. Karena sudah mendengarkan restu dari Kiai Wahab, makin banyak orang tua yang mengirimkan anak perempuan mereka untuk disekolahkan di sana. 

 

Tidak hanya dari Malang, tetapi juga berbagai daerah di Jawa. Madrasah Muslimat NW pun menjadi sebuah pesantren tempat para santriwati menimba ilmu-ilmu agama. Sekolah tersebut telah beberapa kali berganti nama. Hingga akhirnya berubah nama menjadi Madrasah Ibtida'iyah Nahdlatul Ulama (MINU) Jagalan yang berada di bawah Kementerian Agama RI sejak 1977 sampai sekarang.

(Baca: Motivasi KH Nachrowi Thohir Kembangkan Pendidikan Islam)

 
Berita Terpopuler