FDA Izinkan Terapi Antibodi untuk Pencegahan Covid-19

FDA izinkan terapi antibodi Regeneron disuntikkan ke orang yang sistem imunnya lemah.

AP
Obat eksperimental Covid-19 berbasis antibodi dari Regeneron pernah diberikan kepada Donald Trump saat mantan presiden AS itu positif Covid-19. Kini, FDA mengizinkan penggunaannya dalam bentuk injeksi bagi orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Otoritas obat Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA), telah mengizinkan penggunaan darurat terapi antibodi monoklonal untuk pencegahan Covid-19 sejak pekan lalu. Terapi ini ditujukan bagi sekitar tiga persen orang Amerika yang mengalami gangguan kekebalan.

Mereka yang memiliki penyakit autoimun, pasien HIV, pasien kanker, dan penerima transplantasi organ dapat menggunakan terapi antibodi monoklonal ketika terpapar atau berisiko tinggi tertular Covid-19. Kelompok ini dianggap masih rentan menderita Covid-19 parah, bahkan setelah mendapatkan vaksinasi lengkap.

Baca Juga

Ini adalah pertama kalinya terapi antibodi virus corona dalam sediaan suntikan, Regen-Cov disetujui untuk digunakan sebagai pencegahan Covid-19 setelah seseorang terpapar virus. Peneliti terkemuka di balik investigasi khasiat Regen-Cov, Myron Cohen, mengatakan bahwa antibodi monoklonal melindungi dari penyakit parah.

Cohen menyebut, Regen-Cov bekerja dengan mengatasi infeksi virus corona saat kebanyakan masih ada di hidung dan tenggorokan. Dengan begitu, Covid-19 tak berkembang menjadi parah.

"Ini adalah perlombaan antara kemampuan Anda untuk membuat antibodi guna melindungi paru-paru dan seluruh tubuh Anda melawan virus. Dan jika Anda kemungkinan besar akan kalah, Anda adalah orang yang cocok untuk obat antibodi ini," kata peneliti dariUniversity of North Carolina di Chapel Hill, Amerika Serikat, dilansir NBC pada Kamis (5/8).

Di sisi lain, FDA mengatakan, adanya otorisasi penggunaan darurat tidak berarti antibodi monoklonal boleh dianggap sebagai pengganti vaksinasi. FDA menyerukan semua yang memenuhi syarat untuk divaksinasi.

"Senang mengetahui kita sekarang dapat membantu melindungi orang-orang yang tidak merespons vaksin dengan baik, termasuk mereka yang tidak dapat memproduksi antibodi, agar tidak terinfeksi SARS-CoV-2 dengan memberi mereka antibodi setelah terpapar," kata Ghady Haidar, seorang dokter penyakit menular dan pakar transplantasi di University of Pittsburgh Medical Center.

Haidar adalah penulis studi yang menemukan bahwa banyak pengidap kanker, transplantasi organ, dan penyakit autoimun tidak menghasilkan antibodi setelah menerima vaksin Covid-19. Sementara itu, meski studi Pittsburgh belum ditinjau oleh rekan sejawat, ada semakin banyak bukti bahwa orang dengan sistem kekebalan yang lemah mungkin tidak terlindungi setelah vaksinasi.

Haidar optimistis perawatan antibodi monoklonal dapat membantu mencegah penyakit parah, rawat inap, dan kematian.

"Namun penggunaan obat-obatan tersebut tetap dibatasi karena biasanya harus diberikan melalui infus intra vena dan perlu diberikan dalam waktu 10 hari setelah gejala Covid-19 dimulai," ujar Haidar.

Dengan otorisasi yang diperluas dari FDA, cairan antibodi Regeneron dapat diberikan sebagai suntikan. Dosis pertama harus diberikan dalam waktu 96 jam setelah terpapar.

Kebijakan ini dikeluarkan setelah FDA mencermati hasil

uji klinis Regeneron, yang mengandung campuran antibodi monoklonal casirivimab dan imdevimab. Uji klinis melibatkan peserta dari Amerika Serikat, Rumania, dan Moldova.

Peserta uji klinis tersebut merupakan kontak erat dari anggota keluarganya yang terkonfirmasi positif Covid-19 dalam empat hari sebelumnya. Mereka secara acak dibagi menjadi dua kelompok, yakni satu menerima suntikan Regeneron dosis tunggal di bawah kulit  Regeneron, dan yang lainnya plasebo.

 
Berita Terpopuler