Katak Jenis Baru Ditemukan di Pantai Selatan Jawa

Seekor katak jenis baru ditemukan di Pantai Selatan Jawa

EPA/Franck Robichon
Kodok (ilustrasi)
Rep: Inas Widyanuratikah Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA  -- Seekor katak jenis baru ditemukan di Pantai Selatan dari hutan dataran rendah di Jawa. Chirixalus pantaiselatan sp. nov. merupakan kelompok katak Rhacophorid kecil dengan panjang tubuh jantan 25,3 sampai 28,9 mm

Baca Juga

Setelah dilakukan analisis morfologi, molekuler dengan menggunakan DNA mitokondria dan suara kawin (advertisement call) maka jenis tersebut tidak cocok dengan jenis dari marga yang sudah ada. Oleh karena itu, didukung oleh bukti morfologi, molekuler, dan akustik maka jenis ini dideskripsikan sebagai jenis baru.

Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Amir Hamidy yang turut sebagai salah satu penulis dalam penelitian ini menyatakan Chirixalus pantaiselatan sp. nov. secara morfologi paling mirip dengan Chirixalus nongkhorensis dari Chonburi, Thailand.

"Pola warna punggungnya serta secara genetik paling dekat dengan Chirixalus trilaksonoi yang juga berasal dari Jawa Barat," kata Amir, dalam keterangannya, Senin (2/8).

 

 

Salah satu kontributor utama dari penemuan ini, Misbahul Munir juga menambahkan, status konservasi Chirixalus pantaiselatan kemungkinan terancam kritis.

"Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) kriteria Daftar Merah Spesies Terancam tingkat kemunculannya kurang dari 100 kilometer persegi, luas huniannya lebih kecil dari 10 kilometer persegi, dan hanya ditemukan di satu lokasi, yang kualitas habitatnya menurun," ujar dia.

Sementara itu, usulan status Daftar Merah IUCN untuk jenis baru ini didasarkan pada data yang terbatas dan membutuhkan survei intensif untuk justifikasi yang lebih kuat. Dalam publikasi jenis baru Chirixalus pantaiselatan sp. nov. ini juga ditemukan jenis katak lain yang belum pernah dilaporkan dari Jawa, yakni Polypedates macrotis (Katak-panjat telinga-hitam).   

Amir menyoroti pentingnya partisipasi publik dan keterlibatan ilmiah profesional dalam pemantauan keanekaragaman hayati. "Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dapat memberikan data empiris tentang skala spasial yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujarnya. 

Kurangnya informasi keanekaragaman hayati (misalnya, distribusi, populasi, dan informasi habitat dari spesies) adalah masalah serius dalam program konservasi keanekaragaman hayati di negara berkembang seperti Indonesia. Partisipasi publik yang dikelola dengan baik akan dapat membantu menyelesaikan masalah ini di masa depan.

 

 
Berita Terpopuler