Belajar Mencintai Dunia Pendidikan Sehebat Salman Subakat

Baginya pendidikan adalah salah satu jalan tercepat tingkatkan perekonomian keluarga.

Facebook
CEO PT Paragon Technology dan Innovation, Salman Subakat
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Pendidikan adalah salah satu jalan tercepat meningkatkan perekonomian keluarga di Indonesia. Pernyataan yang mengandung pesan mendalam itu lahir dari seorang Salman Subakat, CEO PT Paragon Technology dan Innovation. Kecintaanya kepada pendidikan tidak hanya sekadar lip service, tetapi diwujudkan dengan merancang ekosistem pendidikan.

Pria kelahiran Jakarta, 20 Juli 1980 itu bukan sekadar bersilat lidah. Salman berkata, dari pendidikan ia melihat migrasi sosial yang sangat cepat. Ia mencontohkan seorang anak petani yang berkesempatan menjadi kepala Research and Development dalam kurun waktu empat tahun. Kenaikan jabatan itu tidak akan cepat diraih kecuali dengan pendidikan.

"Seandainya gak pakai pendidikan saya rasa gak akan loncat (karier). Ibaratnya tidak ada katalisatornya sehingga hanya linear,” kata Salman ketika menjadi pembicara Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 2 yang digagas Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dan didukung PT Paragon Technology and Innovation melalui aplikasi Zoom, Rabu (21/7).

Di Paragon, mimpi besarnya membangun ekosistem pendidikan di Indonesia ia mulai. Ekosistem, menurut Salman akan menyatukan semuanya, karena semuanya bisa berkontribusi. Ekosistem bisa antarpengusaha, media tipe a dengan tipe b, hubungan antardosen, kampus ke sekolah.

"Namun hal ini memiliki tantangan, maka dari itu ekosistem harus tepat,” kata Salman seraya berkata ekosistem dibangun sepanjang hayat dengan pelibatan pengusaha, perusahaan, pemerintah, media, universitas, dan masyarakat.

Selain itu, dengan inovasi ekosistem akan memiliki daya unggul karena akan muncul inovator tiga kali lipat. Bisnis juga akan berkembang tiga kali lebih cepat, sumber daya manusia di dalamnya juga 2-3 kali berkembang lebih cepat, dan risiko bisnisnya bisa tiga kali lebih kecil.

Emosional menjadi ukuran seberapa besar ekosistem sudah terbangun, seperti diskusi yang akrab dengan suasana intens sampai kultur inovasi yang terbentuk. Pria yang sepanjang pertemuan selalu menebarkan senyum itu berkata semuanya bisa menjadi sebuah life changing experience, sehingga bukan mendapatkan keuntungan fungsional, ia dan Paragon bisa menaikkan keuntungan emosional ketika berinteraksi dalam sebuah ekosistem.

Didasari hal itulah, Salman dengan bendera Paragon membidani Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) pada 2020 dengan harapan menjadi organisasi yang peduli terhadap pendidikan di Indonesia, dengan misi menempuh pendidikan dalam arus media massa dan pemberitaan menuju Indonesia emas 2045. Mimpi besar jebolan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1998 itu adalah alumni GWPP Indonesia bisa menjadi inovator di medianya, di komunitasnya dan membawa perubahan.

“Ekosistem akan terus tumbuh dan berkembang, semua terbuka bagi semua orang dan semua orang harus berkontribusi,” kata dia.

Selain GWPP, Salman juga sudah membangun sederet gerakan peduli pendidikan lainnya. Antara lain Good Leader Good Teacher, Wardah Inspiring Teacher, Semua Murid Semua Guru, Paragon Innovation Fellowship, Jabar Innovation Fellowship, Lecture Coaching Movement, Pelatihan Inspiring Lecture, INS Kayu Tanam Restoration, dan Pemimpin.id.

Dijelaskan Salman, Semua Murid Semua Guru adalah jaringan penggerak pendidikan yang memfasilitasi proses integrasi, kolaborasi, dan inovasi antar pemangku kepentingan pendidikan. Good Leader Good Teacher adalah gerakan yang mengajak masyarakat untuk berbagi pengetahuan dan inspirasi, sementara Wardah Inspiring Teacher bertujuan memberikan apresiasi kepada para guru inspiratif.

Salman menegaskan semua gerakan yang dibidaninya bertujuan mendukung pemerintah membangun ekosistem pendidikan. Namun menurut Salman semua itu tidak bisa terwujud tanpa ada kolaborasi dan dukungan semua stakeholders termasuk pengusaha.

"Dengan membangun ekosistem, maka dunia pendidikan bisa melahirkan inovasi-inovasi baru yang membangun bangsa," kata Salman.

Dunia pendidikan bisa berdampak langsung untuk masyarakat. Dengan kolaborasi bersama industri dan stakeholder menurut Salman akan terbentuk sebuah budaya inovasi yang menjadi solusi untuk permasalahan bangsa. Membangun sebuah ekosistem dimulai dari semangat gotong royong.

"Atau bisa disebut kolektif jenius bahasa kerennya. Atau menyatukan para ahli di bidangnya masing-masing, tinggal digabung-gabungkan," kata Salman.

Ia pun angkat topi terhadap program pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbud-Ristek)...

Ia pun angkat topi terhadap program pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbud-Ristek) yang membentuk program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Program itu bisa memperkuat ekosistem pendidikan di Tanah Air.

Merdeka Belajar Kampus Merdeka dengan 20 SKS yang boleh di luar kampus menurut Salman memberikan kegembiraan kepada para pihak yang mencintai pendidikan. Artinya, kata Salman, dosen bisa magang di perusahaan. Semua kegembiraan itu berlipat ganda di era digital karena peluang yang semakin terbuka dan perubahan paradigma. "Dan karena itu tidak mudah, kita juga tahu seberapa keras harus menjaga ini," ucap dia.

Kepedulian Salman terhadap dunia pendidikan sangat dipengaruhi keluarganya yang berlatar belakang pendidik. Kakek dan neneknya misalnya, tak hanya sebagai guru, tetapi juga pengusaha. Kedua orang tuanya pun selain sebagai pengusaha ternyata juga berprofesi sebagai seorang dosen. “Kakek, nenek saya guru. Nenek saya masih aktif jadi guru,” kata Salman.

Salman lahir dari pasangan Minangkabau-Jawa, Subakat Hadi dan Nurhayati Subakat. Ia menghabiskan masa kecilnya di daerah Kuningan, Jakarta Selatan yang sepanjang ingatannya saat itu masih berupa tanah kosong yang kondisinya mirip sawah. Belum banyak gedung bertingkat di sana.

Ia menyelesaikan tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menegah Pertama di Al-Azhar Jakarta. Lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas 8 Jakarta. Salman kemudian melanjutkan studinya di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Electrical pada 1998.

Usai lulus dari ITB, ia ditunjuk sebagai penerus perusahaan keluarganya yang berdiri sejak 1985. Awalnya Salman menolak karena memilih melanjutkan pendidikannya ke jenjang Master pada 2002. Namun karena merasa berutang budi kepada para pegawai PT Paragon, Salman pun menerimanya. Ia mengaku sadar, semua fasilitas pendidikan yang didapatkannya berkat kerja keras seluruh karyawan perusahaan. "Saya merasa terpanggil untuk pay back,” ujar Salman.

PT Paragon merupakan perusahaan manufaktur kosmetik nasional terbesar di Indonesia dan pemegang beberapa merek-merek unggulan seperti Wardah, Make Over, Emina, IX, dan Putri. Ia kini memimpin perusahaan yang mempekerjakan kurang lebih 10.000 pegawai, mengendalikan 41 pusat distribusi di seluruh Indonesia, dan memiliki 200 mitra kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Tak hanya mengembangkan bisnis dan manajemen Wardah, Salman juga berkomitmen kuat dengan kegiatan sosial.

Salman ingin perusahaannya tak hanya mengejar laba semata, tetapi juga punya kepedulian kuat dalam bidang sosial, terutama di bidang pendidikan. Ia ingin menjadikan Paragon tidak hanya sebagai perusahaan bisnis saja, tetapi juga kampus tempat menambah pengetahuan.

“Itulah pendidikan sangat dalam maknanya. Dan memang awareness-nya begitu, kemudian memang sudah menjadi passion dan sudah tahu tantangan itu yang luar biasa seru dan ada opportunity-nya,” kata Salman.

Mencintai Pendidikan
Derasnya darah pendidik yang mengalir di dalam Salman, membuatnya sangat mencintai pendidikan. Ia berkata pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan pelaku dunia pendidikan saja, tetapi juga dari banyak sektor termasuk media, komunitas, masyarakat, dan pelaku industri. Pemikiran yang membuat darah pendidik di dalam dirinya kian kental.

Membangun dunia pendidikan, menurut Salman, bukan sekadar kewajiban dan tanggung jawab sosial. Bagi pria berusia 41 tahun itu, pendidikan merupakan panggilan jiwa untuk bisa membantu sesama anak bangsa mewujudkan impian.

"Kenapa pendidikan? Karena saya suka pendidikan," kata Salman. Bagi Salman, dunia pendidikan bisa memberikan dampak migrasi sosial. "Seorang anak petani bisa jadi menjadi direktur sebuah perusahaan hanya lewat pendidikan," ujar dia.

Ia lalu menceritakan pengalamannya ketika berbagi pengetahuan di berbagai event. Salman mencontohnya setiap mahasiswa yang ditemuinya akan ditanya terkait industri di daerahnya. Apa saja yang perlu dikembangkan dan permasalahan apa yang dihadapi di daerah tersebut.

Salman membayangkan jika ada ratusan skripsi, tesis, atau disertasi yang berkesinambungan membangun ekosistem lokal. "Bayangkan semua potensi bangsa bergerak dalam satu ekosistem,” kata Salman. Dengan begitu membangun ekosistem pendidikan tidaklah menjadi sulit dengan dimulai dengan semangat gotong royong.

Direktur School of Business and Management (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Yudo Anggoro, yang ikut serta dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 2 yang digagas GWPP mengungkapkan, Salman dalam satu tahun terakhir sering kali berbicara soal ekosistem pendidikan.

Yudo berkata, Salman mencoba menguraikan tentang konsep membangun pendidikan berbasis ekosistem yang tidak hanya tanggung jawab dari pelaku pendidikan saja, tetapi harus merangkul stakeholder yang lainnya. “Ekosistem di dunia pendidikan, harus dekat dengan dunia industri, komunitas, masyarakat, dan elemen masyarakat yang lain,” kata Yudo.

Yudo pun memuji Salman sebagai pengusaha yang sangat peduli dengan pendidikan. "Saya bertemu Mas Salman ini sudah lama. Namun baru sekitar satu tahun ini lebih dekat di SPM ITB," ucap Yudo merawikan. Ia pun mendorong Salman agar gerakan yang sudah dimulainya bisa mendapat dukungan banyak pihak agar ekosistem pendidikan bisa terbangun sempurna.

 
Berita Terpopuler