Pengawas HAM: Israel Langgar Hukum Perang Internasional

Serangan Israel terhadap Gaza, Palestina pada Mei 2021 dinilai melanggar hukum perang

AP/Adel Hana
Pemuda Palestina berjalan di antara puing-puing bangunan yang runtuh setelah terkena serangan udara selama perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel Mei lalu, di Kamp Pengungsi Maghazi, Jalur Gaza tengah, Senin, 12 Juli 2021.
Rep: Dwina Agustin Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Lembaga pengawas HAM internasional, Human Rights Watch (HRW) menyatakan serangan Israel terhadap warga Palestina di Gaza yang melanggar hukum perang internasional dan tampaknya merupakan kejahatan perang selama serangan 11 hari pada Mei 2021. Peristiwa itu menewaskan 253 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak, dan memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka.

Baca Juga

Dalam penyelidikan HRW, kesimpulan yang diperoleh adalah Israel telah menggunakan bom berpemandu presisi GBU-31 yang bersumber dari Amerika Serikat. Israel pun tidak memperingatkan penduduk untuk mengevakuasi daerah tersebut sebelumnya. Mereka juga tidak menemukan bukti adanya target militer di daerah tersebut.

"Sebuah serangan yang tidak ditujukan pada tujuan militer tertentu adalah melanggar hukum," ujar pernyataan HRW.

Organisasi hak asasi manusia internasional itu mengeluarkan laporan setelah menyelidiki tiga serangan udara Israel yang dikatakan menewaskan 62 warga sipil Palestina. Mereka juga melakukan wawancara dengan kerabat warga sipil yang terbunuh, penduduk daerah yang menjadi sasaran, dan mereka yang menyaksikan serangan Israel.

"Pasukan Israel melakukan serangan di Gaza pada Mei yang menghancurkan seluruh keluarga tanpa target militer yang jelas di dekatnya," kata direktur krisis dan konflik di HRW, Gerry Simpson, dikutip dari Middle East Monitor.

HRW menyerukan Israel untuk meningkatkan kepatuhannya terhadap hukum perang dan menyelidiki tuduhan di masa lalu. Lembaga itu juga meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki serangan Israel selama serangan Mei di Gaza.

"Penyelidikan ini juga harus membahas konteks yang lebih besar, termasuk penutupan Gaza oleh pemerintah Israel dan kejahatan apartheid dan penganiayaan terhadap jutaan warga Palestina," kata Simpson.

 

Omar Abu Al-Ouf, satu-satunya yang selamat di keluarganya setelah bangunan empat lantai tempat tinggal runtuh akibat pemboman Israel, termasuk di antara mereka yang diwawancarai. Ayahnya, Ayman, kepala spesialis penyakit dalam di rumah sakit Al-Shifa Kota Gaza, ibunya, dan dua saudara kandungnya meninggal dalam peristiwa itu.

"Itu semua terjadi dalam waktu sekitar lima detik. Rumah itu bergoyang dan saya pikir itu akan runtuh. Setelah yang kedua, rumah mulai bergetar. Saya menangkap tangan saudara perempuan saya, menariknya ke koridor, dan memeluknya dalam pelukan berusaha melindunginya," kata Abu Al-Ouf.

Abu Al-Ouf kemudian mendengar bom lain dan melihat api di luar jendela dan dinding koridor runtuh. Seketika  lantai menghilang dan semuanya mulai menimpa anggota keluarga itu. "Kemudian bom terakhir datang. Itu menghancurkan kami," katanya.

"Kakak saya tetap di bawah lengan saya, bernapas selama sekitar 15 menit. Saya memintanya untuk mengucapkan syahadat dan kemudian dia menjadi syahid. Saya tidak tahu di mana ayah saya berada. Saya mendengar ibu saya mengucap syahadat dan kemudian dia diam," kata Abu Al-Ouf. 

 
Berita Terpopuler