KH Raden Hadjid Wariskan Banyak Karya (I)

Kiai Hadjid merupakan murid langsung dari KH Ahmad Dahlan.

Blogspot.com
KH Raden Hadjid
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, KH Raden Hadjid disebutkan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 20 Agustus 1898. Dia merupakan putra pertama dari pasangan Raden Haji Djaelani dengan R Ngt Muhsinah. Sejak kecil, dia sudah ditempa untuk memiliki keberanian, sikap istiqamah, dan wara'ah.

Baca Juga

Pendidikan formalnya dimulai dari Sekolah Dasar sejak 1903 hingga 1909. Selanjutnya, dia mendampingi sang ayah pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu.

Di kota suci, Hadjid belajar agama Islam kepada sejumlah ulama besar, seperti Kiai Fakih, Kiai Humam, dan Kiai Al Misri. Satu tahun lamanya rihlah keilmuan itu dijalaninya. Setelah itu, dia kembali ke Tanar Air, tepatnya Keraton Yogyakarta. Berbekal pengalaman dan penge tahuan yang diperolehnya dari Tanah Suci, Hadjid muda mulai bergiat dalam dunia dakwah Islam.

Keilmuannya pun sudah meningkat. Ia telah pandai dalam hal baca tulis bahasa Arab dan mengaji Alquran. Namun, dia masih bersemangat untuk terus menimba ilmu.

Oleh karena itu, dia pun melanjutkan pendidikan agama ke Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta (Jawa Tengah). Lembaga tersebut berdiri sejak 1750 atas prakarsa Sunan Pakubuwono IV serta menjadi salah satu pondok pesantren tertua di Pulau Jawa. Namanya berasal dari Kiai Jamsari, seorang ulama asal Banyumas yang sengaja didatangkan Sunan Pakubuwono IV.

 

 

Di Pesantren Jamsaren, Hadjid muda memperdalam ilmu keislaman, seperti qira'at, tafsir, fikih, dan tata bahasa Arab. Saat mondok di pesantren ini, dia juga berjumpa dengan KH Ghozali yang kemudian hari mendirikan Pondok Pesantren Nirbitan, tak jauh dari kompleks Pesantren Jamsaren.

Setelah belajar di Jamsaren, Hadjid kemudian melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Tremas dan sekolah di Madrasah Menengah Tinggi, sejak 1913 hingga 1915. Di sana, Hadjid belajar kepada Kiai H Dimyati dan Kiai Bisri.

Keduanya merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang terkenal. Di Pesantren Tremas inilah para kiai Nahdliyin dan Muhammadiyah banyak belajar. Sebut saja Kiai Basyir, Kiai Haji Ahmad Azhar, Kiai Haji Wahid, atau Kiai Haji Badawi.

Selepas dari Termas, Hadjid kemudian belajar di Madrasah Tinggi al-Attas Jakarta. Dia terus menimba ilmu di sana selama empat tahun sejak 1917. Saat berusia 20 tahun, Hadjid menikahi seorang gadis bernama Siti Wasilah binti RH Ahyat.

Pernikahan berlangsung pada 19 Januari 1918 secara khidmat dan sederhana. Siti Wa silah merupakan murid perempuan pertama di Sekolah Qismul Arqa', yang didirikan Kiai Haji (KH) Dahlan. Sekolah itulah yang menjadi cikal-bakal Madrasah Mu'allimat Muham madiyah.

 

 

Seperti halnya Hadjid, Siti Wasilah juga gemar mengumpulkan catatan tentang berbagai ajaran Kiai Ahmad Dahlan. Oleh karena itu, perempuan tersebut ditunjuk menjadi ketua pertama Siswo Proyo, yang akhirnya menjadi Nasyiatul `Aisyiyah.

Setelah lulus dari Madrasah Tinggi al-Attas Jakarta, Hadjid mulai mempelajari keorganisasian. KH Ahmad Dahlan menjadi rujukannya. Saat itu, Hadjid sudah diangkat menjadi guru di Standaard School Muham madiyah dan HIS Muhammadiyah. Antara tahun 1921 dan 1924, Hadjid bertugas sebagai guru agama pada Kweekschool Muhammadiyah.

Kariernya sebagai pendidik terus meningkat. Sepanjang tahun 1924-1941, Hadjid di amanati sebagai kepala Madra sah Muallimin Muhammadiyah. Memasuki masa pendudukan Jepang, dia mendapatkan tugas sebagai Fuku Sumuka Tjo Koti Zimokyoku alias Kantor Lembaga Agama di Kotabaru, Yogya karta.

Pada masa itu, banyak ulama yang ditangkap Jepang dan disiksa secara kejam. Ketika menjabat sebagai Fuku Sumuka, Kiai Hadjid berkesempatan untuk membebaskan para kiai dan ulama melalui jalur advokasi dan mediasi. Dengan cara ini, dia terlibat dalam resistansi melawan kesewenangwenangan Dai Nippon.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, berbagai organisasi di Tanah Air mulai konsolidasi. Kiai Hadjid dipercaya menduduki jabatan sebagai Wakil Kepala Jawatan Agama di Yogyakarta. Sekolah Tinggi Islam (STI, kini menjadi Universitas Islam Indone sia/UII) berdiri pada 1945.

Setahun kemudian, Kiai Hadjid masuk sebagai dosen kampus tersebut hingga 1947. Sebelumnya, dia sempat memberikan kuliah umum tentang ilmu tauhid dalam acara di STI yang dihadiri antara lain Presiden Ir Sukarno. 

 
Berita Terpopuler