Laporan: China Ekspansif Bangun Kekuatan Rudal Nuklir

China sedang membangun lapangan rudal kedua di wilayah gurun barat.

EPA
Rudal China DF-17. (ilustrasi).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China sedang membangun 'ladang' rudal kedua di wilayah gurun barat. Menurut para peneliti, pembangunan lokasi rudal ini menandakan potensi perluasan persenjataan nuklir dan mempertanyakan komitmen Beijing terhadap strategi pencegahan minimum.

Berdasarkan laporan oleh Federasi Ilmuwan Amerika (FAS) yang dirilis pada Senin (26/7), identifikasi melalui citra satelit menunjukkan pangkalan rudal baru di wilayah Xinjiang China dapat mencakup 110 silo. Ini adalah lapangan silo kedua yang ditemukan bulan ini oleh para peneliti. Hal tersebut menambah 120 silo yang tampaknya sedang dibangun di Provinsi Gansu seperti dilaporkan oleh James Martin Center for Nonproliferation Studies.

"Kedua situs tersebut menandakan ekspansi paling signifikan dari persenjataan nuklir China yang pernah ada," kata laporan FAS, dilansir CNN, Rabu (28/7).

Sebelumnya, beberapa media China menolak laporan tentang ladang silo rudal di Gansu. Mereka bersikeras bahwa itu adalah ladang angin, tetapi klaim tersebut belum dikonfirmasi oleh Beijing.

Direktur Pusat Kebijakan China yang berbasis di Canberra, Adam Ni, mengatakan, penemuan 'ladang' silo adalah bukti yang cukup meyakinkan dari niat China untuk memperluas persenjataan nuklirnya. Mereka telah melakukan cara yang lebih cepat dari yang perkiraan banyak analis.

Selama beberapa dekade, China telah mengoperasikan sekitar 20 silo untuk rudal balistik antarbenua (ICBM) berbahan bakar cair yang disebut DF-5. Menurut laporan FAS, saat ini Cina akan membangun silo 10 kali lebih banyak, untuk menampung ICBM terbarunya yang disebut DF-41.
“Program silo rudal China merupakan konstruksi silo paling luas sejak konstruksi silo rudal AS dan Soviet selama Perang Dingin. Jumlah silo baru China yang sedang dibangun melebihi jumlah ICBM berbasis silo yang dioperasikan oleh Rusia, dan merupakan lebih dari setengah ukuran seluruh ICBM milik AS," ujar laporan FAS.

Baca Juga

Laporan FAS mengatakan, pembuatan 250 silo baru akan mengeluarkan China dari kategori pencegahan minimum.  Pembangunan silo kemungkinan akan semakin memperdalam ketegangan militer, dan memicu ketakutan akan niat China.

Pembangunan silo juga memperkuat argumen bahwa kontrol dan pembatasan senjata bersifat naif. Selain itu, persenjataan nuklir AS dan Rusia tidak dapat dikurangi lebih lanjut tetapi harus disesuaikan dengan mempertimbangkan nuklir Cina.

"Peningkatannya sama sekali tidak minimum dan tampaknya menjadi bagian dari perlombaan untuk lebih banyak senjata nuklir agar lebih bersaing dengan musuh China," ujar penulis laporan FAS, Matt Korda dan Hans Kristensen.

Pejabat China telah berulang kali mengatakan, China tidak akan menggunakan senjata nuklir kecuali diserang terlebih dahulu. Dia mengatakan, kekuatan nuklirnya telah dijaga pada tingkat minimum yang diperlukan untuk menjaga keamanan nasional.

"Ini adalah kebijakan dasar konsisten pemerintah Cina," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying pada Januari lalu.

Di bawah kebijakan ini, kekuatan nuklir Cina membutuhkan kemampuan serangan kedua yang kredibel sebagai pencegahan minimal.  Idenya adalah untuk memastikan musuh-musuhnya bahwa, Beijing mampu menanggapi serangan nuklir dengan meluncurkan serangan balik yang kuat. Dengan demikian, hal ini dapat mencegah para musuh menyerang Cina.

Lokasi silo baru tampak tersebar di 800 kilometer persegi di sebuah tanah gersang, di dekat kota Hami di Xinjiang timur. Ladang tersebut berjarak sekitar 380 kilometer barat laut dari titik lainnya di Gansu.

Jauh dari AS

Kristensen, yang merupakan direktur Proyek Informasi Nuklir di FAS mencatat bahwa, silo baru akan cukup jauh dari garis pantai China sehingga tidak dapat dihantam oleh rudal jelajah konvensional yang ditembakkan dari AS atau lainnya

"Ini akan membuat mereka menargetkan secara eksklusif untuk rudal nuklir, terutama Trident," ujar Kristensen, merujuk pada rudal yang dibawa oleh kapal selam rudal balistik kelas Ohio Angkatan Laut AS.

Analis mencatat bahwa, 350 senjata nuklir China ditempatkan di antara peluncur darat bergerak. China memiliki sekitar 100 di antaranya, termasuk armada kecil kapal selam rudal balistik dan pengebom berkemampuan nuklir. Para analis mengatakan, China dapat memainkan "permainan cangkang" dengan rudal, dan memindahkan rudal aktif di antara silo secara acak.

Silo di kedua ladang terletak sekitar 3 kilometer dan terpisah dalam pola grid. Dengan demikian rudal dapat dipindahkan dengan cepat di antara silo. Permainan cangkang itu juga menghadirkan masalah penargetan untuk musuh.

Reference News yang mengutip mantan instruktur Tentara Pembebasan Rakyat, Song Zhongping, mengatakan, penggunaan silo tanah adalah praktik Perang Dingin yang telah lama dianggap usang.  "Sekarang, penekanannya adalah pada peluncuran ponsel, dan kuncinya adalah memastikan kekebalan," kata Song kepada surat kabar itu.

Dalam laporan FAS, Kristensen dan Korda memperingatkan AS dan negara-negara lain tentang pembangunan persenjataan nuklir mereka untuk melawan peningkatan kemampuan China. Ketika silo baru mulai beroperasi, persenjataan nuklir Cina masih akan jauh lebih kecil daripada Rusia dan AS. Jika AS menambah persenjataan nuklirnya, China dapat melakukan hal yang sama.

“Kontrol senjata adalah sebuah tantangan, paling tidak karena China menunjukkan sedikit minat,” kata Kristensen.

Pakar di Universitas Nasional Singapura, Thompson mengatakan, dia prihatin dengan kurangnya dialog antara Washington dan Beijing mengenai masalah nuklir. Dialog semacam itu penting bagi kedua belah pihak untuk lebih memahami doktrin, dan perspektif masing-masing. Selain itu, dialog juga bertujuan untuk mengurangi risiko salah persepsi dan salah perhitungan.




 
Berita Terpopuler