KH Abdul Manam, Ulama Besar dari Banyuwangi (II-Habis)

KH Abdul Manam mendirikan Pondok Pesantren Minhajut Thullab.

Andolu Agency
Ilustrasi: Santri belajar di pesantren.
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Sekitar tahun 1930-an, KH Abdul Manan mendirikan Pondok Pesantren Minhajut Thullab di Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sebelumnya, ia sempat di percaya ikut mengajar di Pondok Pesantren Jalen, yang lalu diasuh seorang adik iparnya, Nyai Mawardi.

Baca Juga

Menjelang pendirian Pesantren Minhajut Thullab, Mbah Manan sempat berjalan dengan beberapa santrinya. Tujuannya untuk mencari tempat yang tepat untuk mendirikan sebuah pesantren. Mereka mengunjungi berbagai daerah di Banyuwangi, mulai dari Kalibiru, Silirangung, Pesanggaran, Tamansari hingga Sumberberas.

Di desa yang termasuk daerah Muncar ini, Mbah Manan dan beberapa santrinya berhenti. Sebab, sang alim merasa yakin, inilah lokasi yang cocok untuk berdirinya pondok pesantren yang diinginkan. Lahan tempat berdirinya pesantren ini mulanya adalah milik Haji Sanusi. Ia pun membelinya.

Akhirnya, berdirilah Pondok Pesantren Minha jut Thullab pada 1932. Mbah Manan pun memboyong seluruh keluarga beserta belasan orang santrinya ke sana. Kebanyakan para santri itu pernah belajar kepadanya selama di Pesantren Jalen.

Adanya Pesantren Minhajut Thullab inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Banyuwangi. Melalui pesantren ini pula, Mbah Manan banyak melakukan pengabdian kepada agama dan bangsa.

Kondisi pesantren ini awalnya sangat memprihatinkan. Mulanya, di sana hanya ada sebuah rumah dan musala kecil. Untuk tempat tinggal para santri, terdapat bangunan pondok bambu yang beratap daun alang-alang.

Bagaimanapun keadaannya, hadirnya pesantren ini sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan dakwah Islam di Banyuwangi.

 

 

Pada 1945, Mbah Manan kemudian membangun sebuah gedung yang bisa menampung banyak jamaah untuk mengaji. Gedung ini dinamakan sebagai Jam'iyyah al-Ishlah atau lebih populer dengan Jam'iyyah Gedong.

Saat itu, belum ada sistem pendidikan serupa dengan sekolah-sekolah formal. Yang ada, hanya sistem pengajian tradisional, sepereti sorogan dan bandongan. 

Setelah pondok pesantrennya berkembang pesat, Mbah Manan jarang turun langsung mengajar santrinya. Kegiatan mengaji lebih sering dipercayakan kepada santri-santri senior yang sudah menguasai kitab kuning. Mbah Manan hanya turun langsung saat jadwal mengaji kitab Al-Hikam dan Tafsir Jalalain.

Kini, seiring dengan perkembangannya, Pe santren Minhajut Thullab sudah memiliki kurikulum modern. Di sana, ada pula sekolah-sekolah formal yang terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag), seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Miftahul Mubtadi'in. Selain itu, pihaknya juga memiliki SMA Al Hikmah dan SMK Minhajut Thullab. n ed: hasanul rizqa

 

 

 

KH Abdul Manan atau yang akrab disapa Mbah Manan merupakan seorang ulama besar di Banyuwangi, Jawa Timur. Dai yang lahir pada 1870 ini juga dikenang se bagai pendiri Pondok Pesantren Minhajut Thullab.Tidak hanya memimpin pesantren, dirinya pun turut aktif dalam perjuangan membela dan menjaga keutuhan bangsa.

Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, Mbah Manan selalu mengimbau para santrinya untuk berani melawan penindasan. Ia bahkan terjun langsung di gelanggang jihad.Karenanya, rezim kolonial menjadikannya sebagai salah satu target di Banyuwangi. 

Di daerah tersebut, sudah banyak kiai yang ditangkap aparat penjajah. Mereka antara lain ialah KH Manshur Sidoresmo, Kyai Moh Ilyas, dan KH Askandar. Mbah Manan sendiri sudah lama menjadi incaran para petugas polisi kolonial. Akan tetapi, mereka selalu kewalahan karena sang alim tidak kunjung ditemukan.Sang alim diungsikan oleh para santri dan masyarakat di rumah-rumah penduduk.

Setelah Indonesia meraih kemerdekannya, muncul berbagai pemberontakan. Salah satunya ialah Gerakan 30 September 1965 yang dimotori Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam peristiwa G30S/PKI, banyak kiai dan santri yang menjadi korban keganasan para simpatisan komunisme.

 

 

Mengetahui keadaan itu, Mbah Manan ikut bertindak. Ia mengumpulkan para santri dan masyarakat Banyuwangi. Lantas, ulama ini mendoakan kebaikan bagi mereka agar berani melawan kaum komunis yang jelas-jelas mengancam keselamatan umat.

Dikisahkan, Mbah Manan membacakan doa sembari mengusap sejumlah kayu rotan.Benda-benda tersebut lalu dipakai para santrinya sebagai senjata membela diri saat menghadapi keganasan simpatisan komunis.Ternyata, hanya dengan pukulan kayu rotan itu, orang-orang pemberontak ini tak berdaya

Akhirnya, kian banyak orang yang datang sambil membawa barang kesayangannya untuk didoakan oleh Manan, seperti cincin, sorban, peci, dan lain-lain. Kelebihan tersebut tentu bukanlah sesuatu yang didapat secara instan, melainkan buah dari riadat (riyadhah) yang menjadi kebiasaannya sejak muda.

Mbah Manan berpulang ke ramahatullah pada Jum'at 15 Syawal 1399 Hijriah atau bertepatan dengan 1979 Masehi. Jenazahnya dima kamkan di sekitar Pondok Pesantren Minhajut Thullab, Sumberberas, Muncar, Banyuwangi. 

 

Mbah Manan telah mewariskan pondok pesantrennya untuk bangsa Indonesia.Pesantren Mbah Manan tersebut telah berkembang luar biasa menjadi pesantren modern dan memiliki cabang hingga luar jawa.Para santrinya sampai saat ini juga rutin menggelar acara tahunan Haul Almaghfurlah KH Abdul Manan. 

 
Berita Terpopuler