Pengadilan Uni Eropa Larang Penggunaan Jilbab di Kantor

Pengadilan Uni Eropa melarang penggunaan jilbab di kantor

Daniel Bockwoldt/EPA
Muslimah Jerman berunjukrasa di Hamburg, Jerman.
Rep: Shabrina Zakaria Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Keputusan pengadilan Uni Eropa melarang penggunaan jilbab di tempat kerja diyakini akan membenarkan kebijakan diskriminatif. Situasi ini yang dicemaskan komunitas Muslim.

Baca Juga

Putusan itu diawali ketika dua Muslimah di Jerman meminta keadilan. Kedua muslimah itu diskors dari pekerjaannya karena mengenakan jilab usai kembali dari cuti melahirkan. Pengadilan memutuskan, mereka diperbolehkan kembali bekerja asal tidak mengenakan jilbab atau dipersilahkan mencari pekerjaan lain. 

"Larangan mengenakan segala bentuk ekspresi keyakinan politik atau agama di tempat kerja dibolehkan atas dasar kebutuhan pemilik untuk memperlihatkan netralitas kepada pelanggan dan untuk mencegah terjadinya konflik,"demikian putusan pengadilan seperti dilansir The Sun, Jumat (16/7).

"Namun, dibolehkannya larangan itu harus sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja dalam upaya mencegah terjadinya perselisihan hak. Pengadilan lokal dapat mempertimbangkan konteks masing-masing terkait perlindungan kebebasan beragama,"kata pengadilan.

Pada 2017 silam, Pengadilan Uni Eropa mengizinkan perusahaan untuk melarang penggunaan jilbab dan identitas keagamaan lainnya. Putusan itu dikirik komunitas agama. 

 

Jaringan Muslim Uni Eropa (EUMN) menilai, putusan itu akan memicu Islamofobia di seluruh Eropa. 

"Pengadilan tidak hanya menentang aktif, dinamis, dan pekerja Muslimah, tetapi mengkonfirmasi sebuah tren yang akan membatasi ekspresi keagamaan,"kata Suliaman Wilms dari UEMN seperti dilansir The Telegraph.

Jaringan Anti Rasisme Eropa (ENAR) juga mengecam poutusan itu. "Pengadilan Uni Eropa gagal melindungi Muslimah dari diskriminasi,"kata Julie Pascoet.

Menurutnya, Pengadilan tidak memperhitungkan dampak secara proporsional dari kebijakan perusahaan yang akan melarang simbol agama karena prasangka rasial dan seksis.

Maryam H'madoun dari Inisiatif Keadilan Masyarakat Terbuka (ISPO) menilai putusan itu berisiko pembolehan diskriminasi. "Itu terjadi jika mereka tidak bisa menunjukan kebutuhan yang tulus ketika melarang simbol agama,"katanya. 

 

 

 
Berita Terpopuler